Jadi Korban Mafia Tanah Seperti Mbah Tupon, Bryan Mengadu ke Bupati Bantul

5 Mei 2025 14:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bryan Manov Qrisna Huri (35) warga Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, korban mafia tanah saat di Pemkab Bantul, Senin (5/5/2025). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bryan Manov Qrisna Huri (35) warga Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, korban mafia tanah saat di Pemkab Bantul, Senin (5/5/2025). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Bryan Manov Qrisna Huri (35) warga Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul mendatangi Pemkab Bantul, Senin (5/5). Dia bertemu dengan Bupati Bantul Abdul Halim Muslih untuk mengadukan nasibnya.
ADVERTISEMENT
Bryan jadi korban mafia tanah dengan modus yang sama seperti dialami Mbah Tupon.
"Hari ini bertemu dengan Bapak Bupati untuk memaparkan kasus yang saya alami. Kemudian, harapannya dari Bapak Bupati bisa membantu kami dan keluarga, terutama juga kasusnya Mbah Tupon. Agar kami mendapatkan hak kami kembali, yaitu sertifikatnya bisa kembali lagi," kata Bryan.
Bryan Manov Qrisna Huri (35) warga Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, korban mafia tanah saat di Pemkab Bantul, Senin (5/5/2025). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Awal Kasus

Bryan membeberkan awal mula keluarganya jadi korban mafia tanah. Pada sekitar 2023, ibu Bryan yakni Endang Kusumawati hendak mengurus warisan tanah dari almarhum suaminya untuk kedua anak mereka.
Saat itu sertifikat masih atas nama sang suami, Sutono Rahmadi. Sertifikat tanah seluas 2.275 meter persegi itu akan diturunkan ke Bryan dan satu adiknya.
"2023 sekitar bulan Agustus, itu dari orang tua (Ibu) minta bantuan Bapak TR untuk pecah sertifikat.
ADVERTISEMENT
TR merupakan makelar tanah yang juga dilaporkan di kasus mafia tanah Mbah Tupon.
Saat itu mereka dijanjikan tiga bulan pengurusan surat-surat bakal selesai. Namun sampai berganti tahun, pecah sertikat tak kunjung jadi.
Hingga tiba-tiba pada November atau Desember 2024 datang bank untuk menagih angsuran. Saat itu bank memberi tahu Bryan sertifikat tanah miliknya sudah beralih nama ke MA. Sertifikat kemudian diagunkan ke bank.
"Terus tahun 2024 itu ada bank di Sleman datang ke tempat kita untuk penagihan angsuran. Ternyata sertifikat tersebut diagunkan ke BRI Sleman atas nama MA. Saya pun tidak tahu siapa itu MA," katanya.
Selain itu, ketika hendak membayar pajak bumi dan bangunan, nama wajib pajak telah berubah ke MA.
ADVERTISEMENT
"Kita mau pembayaran PBB 2024, itu kita masukkan ke aplikasi, ternyata juga sudah berubah menjadi MA," katanya.
Bryan mengatakan tanah milik ayahnya itu berisi rumahnya dan indekos dengan jumlah 30 kamar.
"Tanah itu dalam bentuk rumah tinggal dan ada bangunan kos. Nilai total (aset) Rp 9 miliar lebih," jelasnya.
Pada 30 April, Bryan resmi melaporkan TR atas kasus ini ke polisi.
"Yang dilaporkan satu. Untuk pemegang sertifikat pertama TR," katanya.