Jangan Salahkan Publik Menilai Polri Ada Masalah Sistemik Istimewakan Brotoseno

1 Juni 2022 15:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengamat kriminal, Reza Indragiri memberikan pandangannya terkait polemik AKBP Raden Brotoseno yang tak dipecat dari Polri setelah dipenjara atas kasus suap pada 2016 lalu.
ADVERTISEMENT
Brotoseno bebas bersyarat pada 2020 lalu atas vonis 5 tahun penjara. Ia pun sudah menjalani sidang etik. Namun, sidang etik menghukumnya dengan sanksi permintaan maaf, bukan pemberhentian.
Reza menyinggung pernyataan dari salah satu pejabat Polri yang berjanji memecat Brotoseno bila masa hukumannya 2 tahun penjara, yang nyatanya janji itu tak ditepati.
"Memang disayangkan. Kalau Polri konsekuen dengan perkataan Kapolrinya [saat itu Jenderal Tito Karnavian], bahwa--dikutip media--Brotoseno akan dipecat jika divonis di atas dua tahun penjara, maka sahlah korupsi menjadi masalah individu yang bersangkutan," kata Reza lewat keterangannya, Rabu (1/6).
Bila melihat ke belakang pada 2016 saat Kapolri dijabat Jenderal Tito Karnavian. Saat itu, disebut ICW, Tito berjanji akan memecat Brotoseno.
ADVERTISEMENT
Menurut Reza, janji itu harusnya ditepati tidak hanya Kapolri saat itu tapi juga pejabat Polri saat ini. Dia menilai, status Brotoseno yang masih anggota Polri hari ini akan memunculkan anggapan publik bahwa ada masalah sistemik di tubuh Polri.
"Tapi begitu perkataan itu tidak Polri tepati, maka jangan pula publik disalahkan ketika kemudian berspekulasi bahwa ada persoalan sistemik institusional di balik perlakuan 'istimewa' dalam kasus yang satu ini," ujar Reza.
Alumnus The University of Melbourne ini juga menyebut, di Polri ada semacam Wall of Silence. Maksudnya, ada kebiasaan di mana persoalan menyimpang akan ditutupi sesama polisi.
"Kedua, di organisasi kepolisian ada Wall of Silence. Ini adalah kebiasaan menutup-nutupi penyimpangan sesama polisi. Lagi-lagi, kalau mau fair, perlu dicek dulu apakah Wall of Silence juga marak di Polri. Lebih spesifik, apakah mempertahankan AKBP Brotoseno bisa dianggap sebagai bentuk Wall of Silence oleh institusi Polri," ungkapnya.
ADVERTISEMENT

Ada Surat dari Atasan, Brotoseno Dipertahankan

Raden Brotoseno. Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo menyebut alasan kenapa Brotoseno masih menjadi anggota Polri, meski pernah menjalani hukuman pidana. Sejumlah pertimbangan menjadi alasan.
"Adanya pernyataan atasan AKBP R. Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian," jelas Sambo dalam keterangannya, Senin (30/5).
Untuk diketahui, Brotoseno juga telah menjalani sidang kode etik pada Oktober 2020. Hasilnya, Brotoseno tidak dipecat dan hanya disanksi berupa permintaan maaf pada atasannya.
"Dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi," jelasnya.
ADVERTISEMENT