Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Misteri masih menyelimuti asal muasal dentuman yang terdengar sebagian warga di kawasan Jabodetabek. Dentuman itu terdengar sejak Jumat (10/4) malam sampai Sabtu (11/4) pagi.
ADVERTISEMENT
Geger dentuman itu menjadi perbincangan hangat di publik. Dugaan-dugaan muncul soal asal suara dentuman. Mulai dari petir hingga suara dentuman dari Anak Krakatau yang memang erupsi.
Lepas dari semua pendapat itu, Volkanolog Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr.Eng. Mirzam Abdurrachman, S.T., M.T. seperti dikutip dari lama itb.ac.id Kamis (16/4) menyampaikan pandangannya.
menurutnya, suara dentuman bisa terjadi salah satunya karena aktivitas magma dari suatu gunung api, akibat perpindahan magma secara tiba-tiba dari dapur magma ke lokasi yang lebih dangkal.
"Kejadian ini mengakibatkan terjadinya kekosongan dan ambruknya dapur magma dalam, sehingga menghasilkan dentuman dan getaran di daerah sekitarnya. Fenomena yang sering juga disebut underground explosion ini bisa dan tidak selalu diikuti oleh suatu erupsi gunung api," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Mirzam menyampaikan, hipotesis tersebut didasarkan pada peristiwa serupa yang terjadi di tiga gunung api di tiga negara yaitu, Gunung Api Miyakejima Jepang (tahun 2000), Gunung Piton de La Fournaise Pulau Reunion (tahun 2007), dan gunung di Kepulauan Mayotte Prancis (tahun 2018).
Dosen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB tersebut memastikan bahwa hipotesis atau dugaan tersebut masih perlu dikaji dan dibuktikan apakah dentuman keras misterius tersebut mempunyai hubungan dengan erupsi Gunung Anak Krakatau pada Jumat lalu, atau dengan gunung-gunung di kawasan Jabodetabek.
Anak Krakatau terletak di Selat Sunda Provinsi Lampung, Gunung Anak Krakatau berada di antara Pulau Panjang, Sertung dan Pulau Rakata.
ADVERTISEMENT
Mirzam menjelaskan, letusan Gunung Anak Krakatau termasuk tipe strombolian dan vulkanian yang memiliki energi letusan tergolong rendah hingga sedang. Berdasarkan data Volcanic Explosivity Index (VEI), Gunung Anak Krakatau miliki nilai VEI 2-3 artinya tergolong rendah hingga sedang.
Gunung Anak Krakatau baru muncul ke permukaan sejak tahun1927.
"Sejak tahun tersebut, Gunung Anak Krakatau tumbuh besar dan mempesona,” ujar Mirzam.
Gunung Anak Krakatau adalah sisa sejarah panjang letusan Krakatau Purba yang berlangsung sejak abad ke-5, hingga letusan di tahun 1883 yang hanya menyisakan Rakata, Panjang dan Sertung.
Hampir setiap tahun Gunung Anak Krakatau memperlihatkan aktivitas vulkanisme. Pola letusannya pun kini tercatat semakin teratur sejak tahun 2008. Letusan eksplosif dan efusi tersebut datang silih berganti setiap 2 tahun sekali dan membentuk sebuah pola. Sampai saat ini, tingkat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau masih tetap pada Level II (Waspada).
ADVERTISEMENT
Soal dugaan dentuman dari Anak Krakatau disampaikan ahli vulkanologi Surono.
Namun Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, Hendra Gunawan menyampaikan suara seperti dentuman justru terdengar dari dua posko di Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango.
Ia menjelaskan, dentuman di Gunung Gede Pangrango terjadi karena daerah Puncak, Bogor, diguyur hujan petir pada tengah malam.