Lipsus - Pembunuhan Berantai Wowon cs

Jejak Berdarah Wowon si Dukun Pembunuh (1)

30 Januari 2023 14:37 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kamis pagi, 12 Januari 2023, terdengar erangan dari rumah bernomor 18 di Kampung Ciketing Udik, Bantar Gebang, Bekasi. Rintihan itu membuat tetangga di sampingnya, Anton, datang mengetuk pintu untuk mengecek keadaan. Namun, tak ada jawaban. Hanya suara erangan konstan terdengar.
Anton memanggil tetangga lain, Amung. Keduanya lalu mencoba membuka pintu rumah yang ternyata tidak terkunci. Begitu pintu terbuka, mereka kaget bukan main. Dua lelaki terkapar dengan mulut berbusa di ruang tamu rumah tersebut.
Amung dan Anton bergegas menghubungi Cecep, Ketua RT 02, agar datang ke lokasi. Cecep tiba tergopoh-gopoh. Ia melihat dua pria yang tergeletak mengenaskan itu masih hidup. Cecep berupaya menyelamatkan nyawa mereka.
“[Kondisi mereka] sudah enggak sadar. Dari mulut keluar busa, dari bawah [dubur] juga keluar [feses]. Saya lapor ke puskesmas dulu, minta pertolongan pertama ke tim medis—dokter dan ambulans,” tutur Cecep kepada kumparan di Bekasi, Rabu (25/1).
Petugas pun berdatangan. Tak cuma dari puskesmas, tapi juga Babinsa dan Bimaspol. Tim medis segera mengevakuasi penghuni rumah yang ternyata berjumlah 5 orang—3 lelaki, 1 perempuan, dan 1 anak kecil.
Anak perempuan berusia 5 tahun itu, Neng Ayu, masih sadar. Namun tubuhnya kotor penuh muntahan. Ia lantas dimandikan dan disuapi oleh istri Anton sebelum dibawa ke rumah sakit menyusul keluarganya yang lain.
Apa boleh buat, Neng Ayu harus kehilangan ibu. Sang ibu, Ai Maemunah (40 tahun), meninggal dunia. Begitu pula kedua anak lelakinya, Ridwan (23 tahun) dan Riswandi (17 tahun), yang ditemukan warga terkapar di ruang tamu.
Selain Neng Ayu, hanya seorang lagi yang selamat: Dede Solehudin (35 tahun), bekas adik ipar Ai Maemunah.
Rumah kontrakan yang dihuni Ai Maemunah di Bekasi. Foto: kumparan
Awalnya, tetangga mengira keluarga Ai Maemunah keracunan air dari sumur timba di rumah kontrakan mereka. Maklum, rumah tersebut sudah dua tahun tak berpenghuni sebelum Ai dan anak-anaknya datang.
Namun, dugaan para tetangga ternyata salah. Polisi menyatakan, keluarga Ai bukannya keracunan, melainkan diracun. Tragedi di rumah nomor 18 adalah pembunuhan berencana, dan Dede—yang selamat meski sempat sekarat—ialah kaki tangan pembunuh.
Otak pembunuhan terhadap Ai dan kedua putranya tak lain adalah Wowon Erawan, suaminya sendiri.
Wowon Erawan, suami sekaligus pembunuh Ai Maemunah. Foto: Dok. Istimewa

Tukang Cendol Komplotan Pembunuh

Ada tiga orang yang terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Ai Maemunah dan anak-anaknya dari suami terdahulunya. Ketiganya adalah Wowon (60 tahun), Solihin (63 tahun), dan Dede. Mereka semua berasal dari Cianjur.
Solihin ialah orang yang mencarikan kontrakan bagi keluarga Ai. Ia sudah enam bulan tinggal di Ciketing Udik. Sehari-hari ia berjualan cendol di SD setempat. Tak heran warga cukup familier dengan wajahnya.
“[Dari ketiga pelaku], yang saya tahu bapak tua yang itu aja (Solihin). Dia tukang cincau di sekolah anak saya, SDN Ciketing Udik,” kata Nur, salah satu tetangga Ai. Ia malah belum pernah melihat suami Ai, Wowon, datang ke kontrakan.
Solihin, tetangga Wowon di Ciajur yang juga komplotan pembunuh. Foto: Dok. Istimewa
Rumah nomor 18 itu dikontrak Solihin sejak awal Januari 2023. Ia memang sudah berkeliling mencari kontrakan pada akhir Desember 2022. Saat itulah ia melihat rumah nomor 18 yang sudah lama tak ditempati. Rumah itu milik pasangan lansia, Jedig dan Mak Bakul.
Solihin pun menemui Jedig untuk mengutarakan niatnya mengontrak rumah tersebut. Namun, Jedig mula-mula menolak, sebab rumah peninggalan mertuanya itu telah lama terbengkalai dan tidak memiliki akses air bersih maupun listrik.
“[Rumah itu] enggak dikontrakin. Enggak ada airnya, enggak ada lampunya. Gelap. Dan sudah rapuh. Tapi [Solihin] datang lagi sampai dua kali. Waktu datang kali ketiga, maksa banget [mau ngontrak],” tutur Jedig.
Akhirnya Jedig menyerah dan mengontrakkan rumah itu kepada Solihin. Ia memasang tarif sewa Rp 700 ribu per bulan, namun menerima Rp 500 ribu saja. Saat transaksi, Solihin berkata pada Jedig bahwa kontrakan itu akan ditempati orang lain, bukan dia sendiri.
“Dia bilang [ada orang] dari Cianjur [yang akan menempati]. Saya minta fotokopi KTP, dikasih fotokopi KK, cuma bukan nama dia, tapi orang lain,” kata Jedig.
Ai Maemunah, istri Wowon yang diracun di Bekasi. Foto: Adimas Herdian/kumparan
Ai Maemunah dan keluarganya datang hari Senin, 9 Januari. Artinya, mereka hanya tiga hari menempati kontrakan itu sebelum diracun pada Kamis dini hari, 12 Januari.
Warga Ciketing tak habis pikir. Selama tiga hari itu, mereka beberapa kali bertemu Dede dan menyebutnya cukup ramah. Tak ada yang menyangka bahwa ia bakal meracun Ai dan anak-anaknya.
“[Dede] suka nyapa di warung. Kadang dia terlihat ngumpul [sama keluarga] di teras, lalu nyapa duluan [kalau ada tetangga lewat],” ujar Nur.

Racun dalam Kopi

Rabu tengah malam, Dede membangunkan bekas kakak iparnya, Ai Maemunah; juga dua keponakannya, Ridwan dan Riswandi. Ia meminta mereka meminum kopi obat untuk memperkuat daya tahan tubuh. Neng Ayu—anak Ai dan Wowon yang masih bocah—tak terkecuali dicekoki kopi itu.
“Pelaku menyampaikan, ini untuk pengobatan, medianya menggunakan kopi. Semua dibangunkan malam-malam, dan satu per satu minum obat,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, Kamis (26/1).
Dede, bekas ipar Ai Maemunah yang jadi komplotan pembunuh. Foto: Dok. Istimewa
Ai dan anak-anaknya tak tahu bahwa kopi yang mereka minum telah diberi pestisida. Mereka tak curiga karena Dede ikut minum kopi itu. Padahal, takaran pestisida di kopi Dede lebih sedikit. Yang penting, ia ikut keracunan untuk menghindari kecurigaan warga.
“Memaksa [warga] mengontrakkan rumah padahal tidak ada air dan listrik, menggali tanah, menyiapkan kopi racun dan pestisida. Ini perencanaan pembunuhan,” kata Trunoyudo.
Artinya, rumah nomor 18 di Ciketing Udik sejak awal disiapkan komplotan pembunuh sebagai rumah jagal. Dan galian yang ditemukan polisi di rumah itu pun dimaksudkan sebagai lubang untuk menaruh mayat.
Satu-satunya anak Ai dari suami pertamanya yang lolos dari maut adalah Salsa, anak ketiganya yang berusia 13 tahun. Salsa selamat karena ditinggal di Cianjur. Ia menolak diajak ke Bekasi dengan alasan sering mabuk darat. Setahu Salsa, keluarganya hanya akan bepergian seminggu ke Bekasi.
Lubang mayat di belakang rumah Solihin di Kampung Babakan Mande, Cianjur. Di sini ditemukan jasad salah satu istri Wowon dan mertuanya. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Polisi terus menelusuri jejak Wowon. Ia ternyata masih berada di Cianjur, meski tak kembali ke rumah yang ditinggali Salsa. Maka, lima hari setelah Ai tewas, petugas dari Sub Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya bertolak ke kediaman Wowon di Babakan Mande untuk meringkusnya.

Rangkaian Pembunuhan Wowon

Selasa dini hari, 17 Januari, Wowon dan Solihin ditangkap di Cianjur. Mereka diinterogasi. Dari situ, perkembangan kasus kian menggegerkan: komplotan Wowon ternyata tak hanya membunuh Ai Maemunah dan anak-anaknya.
Solihin misalnya diduga membunuh ibunda Ai, Halimah—yang juga istri Wowon. Ya, Halimah dan Ai Maemunah adalah ibu anak, dan keduanya istri Wowon. Pada 2012, Wowon menikahi Halimah yang berstatus janda. Empat tahun kemudian, 2016, Halimah meninggal. Pada tahun yang sama, Wowon menikahi Ai Maemunah yang notabene anak tirinya.
Sejak dulu, keluarga sudah curiga dengan kematian Halimah. Ia mendadak mengidap penyakit aneh. Para kerabat berbisik-bisik bahwa Halimah kena guna-guna Wowon.
“Kemungkinan begitu, soalnya perutnya membesar, matanya melotot. Melototnya beda,” kata Misbah, adik Halimah. Ia kala itu ketakutan melihat kondisi Halimah.
Menurutnya, Halimah saat sakit mencari-cari Wowon. Namun, sampai ia meninggal dan dimakamkan di Cililin, Bandung Barat, Wowon tak datang.
“Wowon ke mana? Wowon ke mana? Kenapa saya lagi sakit begini Wowon enggak ada?” ucap Halimah seperti ditirukan Misbah.
Dari penyelidikan polisi, Halimah diduga dibunuh Solihin. Meski demikian, polisi hendak memastikan lebih dulu kebenaran pengakuan ini melalui ekshumasi makam Halimah guna mengautopsi jasadnya.
Makam Halimah, istri lain Wowon, di Bandung Barat. Foto: Arif Syamsul Ma'arif/kumparan
Penyelidikan polisi berlanjut. Jejak Wowon terus ditelusuri. Ia ternyata juga terlibat pembunuhan tiga TKW: Farida, Siti Fatimah, dan Noneng.
Siti dan Farida adalah korban penipuan Wowon cs, sedangkan Noneng ialah mertua Wowon—yang akhirnya juga menjadi korban. Kepada Siti dan Farida, Wowon mengaku bisa menggandakan uang melalui dukun sakti mandraguna bernama Aki Banyu.
Di kemudian hari, pada Februari 2021, Siti tewas karena jatuh ke laut. Baru kini diketahui bahwa ia sengaja diminta terjun ke laut bersama Noneng.
Sebelum tewas, Siti menagih uang yang ia gandakan kepada Wowon. Wowon mengatakan, uang yang digandakan itu harus diambil ke Mataram di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Siti mengiyakan dan berangkat ke Lombok bersama Noneng.
Di tengah laut, Siti terjun dan tenggelam. Foto: Getty Images
Di tengah laut, Siti diperintahkan mencebur ke laut sebagai syarat sukses penggandaan uang. Perintah itu datang dari Aki Banyu. Siti pun terjun ke laut bersama Noneng. Ia tewas, sedangkan Noneng selamat.
Selain Siti dan Noneng, ada seorang lainnya yang juga diminta terjun ke laut. Ia—yang kini menjadi saksi kasus ini—berkata kepada polisi, “Saat itu saya disuruh [berdiri] di pinggir kapal. Saya sudah curiga akan didorong ke laut”.
Benar saja, Wowon kepada polisi mengakui bahwa ia memerintahkan kepada mereka, “Bila ingin sukses, maka harus nyempung ke laut.”
Namun, yang diketahui para korban pada saat itu ialah: perintah tersebut datang dari Aki Bayu, bukan Wowon.
Yang tidak mereka ketahui: Aki Banyu yang mereka sakralkan tak lain adalah Wowon.
Ponsel atas nama Aki Banyu dipegang oleh Wowon. Dari ponsel itulah Wowon memberikan perintah kepada para korbannya, juga kepada kaki tangannya—Solihin dan Dede.
Artinya, Wowon selama ini memainkan peran sebagai dua sosok: dirinya sebagai Wowon, dan Aki Banyu sang dukun.
Hati-hati dukun palsu. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Aki Banyu si Dukun Fiktif

Aki Banyu adalah sosok yang membisiki Solihin untuk membunuh. Dia pula yang menyuruh Siti mencebur ke laut. Tak ada yang curiga karena Wowon dan Aki Banyu punya suara berbeda. Padahal, Wowon yang terbiasa mendalang di desanya memang punya kemampuan untuk bersalin suara.
Solihin dan Dede bahkan baru tahu bahwa Aki Banyu adalah Wowon saat mereka ditangkap dan diinterogasi polisi. Hal ini sampai membuat polisi geleng-geleng kepala.
“Dia baru tahu [Aki Banyu] itu Wowon pada proses penyidikan. Kan lucu,” kata Trunoyudo.
Wowon bertahun-tahun berhasil menipu komplotannya sendiri. Selama ini Solihin berpikir bahwa ia mendapat perintah langsung dari Aki Banyu.
Kepada korban-korbannya, Solihin mengaku sebagai dukun pengganda uang yang memiliki guru supranatural bernama Aki Banyu. Adalah Wowon yang mengenalkan sosok Aki Banyu kepada Solihin. Aki Banyu dan Solihin berkomunikasi via telepon, tidak pernah bertemu langsung.
Kriminolog UI Josias Simon menganalisa, Wowon kemungkinan terjebak dalam permainannya sendiri. Ia—yang terbiasa berperan ganda sebagai Aki Banyu—bisa jadi merasa benar-benar memiliki kekuatan supranatural.
Obsesi atas kekuatan supranatural itu pada akhirnya membuat Wowon tak lagi memandang penting keluarga. Terlebih, kebanyakan korban adalah keluarganya sendiri.
“Kalau sekadar motif ekonomi, kenapa sampai membunuh anak kecil selain orang dewasa? Ini di luar nalar,” kata Josias.
“Kalau kita lihat model-model mendapatkan uang secara cepat, secara gaib, itu kan ada istilah pesugihan, tumbal. Nah, perlu ditelusuri apakah itu juga jadi bagian dari obsesi dia,” imbuh Josias.
Rumah kontrakan Solihin dan Wowon di Kampung Babakan Curug, Desa Kertajaya, Ciranjang, Cianjur. Foto: Muthia Firdaus/kumparan

Korban Berserak di Cianjur

Wowon diduga membunuh keluarganya karena mereka mulai curiga kepadanya, juga mulai meragukan kemampuan Wowon dalam menggandakan duit seperti yang selama ini ia gembar-gemborkan. Dari 6 istri Wowon, 3 orang di antaranya ia bunuh.
Selain Haliman dan Ai Maemunah, istri pertamanya, Wiwin, telah lebih dulu ia bunuh pada Juli 2021. Kala itu, Wowon meminta Wiwin untuk datang bersama ibunya, Noneng, ke rumah Solihin di Babakan Mande. Setibanya di sana, mereka dibunuh dan dikuburkan di halaman belakang rumah Solihin.
Sementara di pekarangan rumah Wowon, polisi menemukan jasad seorang anak. Ia adalah Bayu, anak kandung Wowon dan Ai Maemunah yang berusia 2 tahun. Keluarga selama ini mengira Wowon membawa pergi Bayu untuk dirawat di rumah neneknya. Mereka tidak tahu bahwa Wowon ternyata membunuh Bayu.
“Katanya dibawa ke Mataram untuk disunat. Ternyata ditemukan jasadnya. Sungguh menyedihkan,” ujar Trunoyudo.
Lubang sedalam 2 meter di rumah Wowon di Cianjur, tempat mengubur mayat korbannya. Foto: Dok. Istimewa

Kuburan dalam Rumah

Seorang TKW bernama Farida juga dibunuh komplotan Wowon pada Agustus 2021—hanya dua bulan setelah mereka membunuh Wiwin dan Noneng. Ketika itu, Farida dan seorang perempuan lain, Rina, dibawa Wowon, Solihin, dan Dede untuk tinggal di sebuah rumah kontrakan di Kertajaya, Cianjur.
Kepada pemilik rumah, Dedi Somantri, mereka mengaku sebagai keluarga. Kelimanya jarang bergaul dengan warga sekitar. Beberapa kali Dedi bertandang, Solihin malah cepat-cepat pergi dan mengunci pintu.
Suatu ketika, para tetangga melihat Solihin menggali tanah dengan panjang dan lebar sekitar 1,5 meter serta kedalaman 70 sentimeter. Lubang itu, ujar Solihin kepada tetangga, untuk kolam ternak lele.
“Katanya buat nambah-nambah bayar biaya kontrakan,” ucap Dedi. Namun, Solihin tak pernah memulai usaha ternak lele.
Lubang mayat di kontrakan Wowon di Kampung Babakan Curug, Desa Kertajaya, Cianjur. Di dalamnya ditemukan jasad seorang TKW bernama Farida. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Belakangan, ketika polisi membongkar bekas rumah kontrakan Solihin itu, jasad Farida ditemukan terkubur di bawah lantai ruang tengah. Jenazahnya ditutup semen dan ubin, hingga tak seorang pun sadar bahwa ruang keluarga itu sesungguhnya kuburan.
Penduduk kampung Solihin dan Wowon sontak geger begitu mengetahui bahwa dua warga mereka adalah pembunuh berantai. Selama ini, yang mereka tahu, Solihin adalah sosok saleh yang rajin ke masjid, sedangkan Wowon adalah dalang langganan orang kampung.
Seperti apa sesungguhnya Wowon sang jagal menghabiskan hari-harinya di Cianjur?
Ilustrasi: kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten