Jet Tempur Inggris Gabung AS untuk Serang Houthi di Yaman

30 April 2025 19:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapal menembakkan rudal ke lokasi yang dirahasiakan, setelah Presiden AS Donald Trump melancarkan serangan militer terhadap Houthi di Yaman, Sabtu (15/3/2025). Foto: Komando Pusat AS/HO/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Kapal menembakkan rudal ke lokasi yang dirahasiakan, setelah Presiden AS Donald Trump melancarkan serangan militer terhadap Houthi di Yaman, Sabtu (15/3/2025). Foto: Komando Pusat AS/HO/REUTERS
ADVERTISEMENT
Jet tempur Inggris mengirimkan serangan udara ke kelompok Houthi di Yaman pada Selasa malam (29/4), dalam operasi militer bersama dengan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Ini adalah kali pertama Inggris di bawah pemerintahan Keir Starmer bergabung dalam serangan sejak dimulainya kampanye udara agresif AS terhadap Houthi.
Kementerian Pertahanan Inggris menyatakan pesawat RAF Typhoon yang mengudara dari Timur Tengah dan diisi ulang oleh pesawat Voyager.
Mereka menargetkan kompleks bangunan 24 kilometer selatan ibu kota Sana’a.
Bangunan itu disebut-sebut tempat perakitan drone Houthi yang digunakan menyerang kapal dagang di Laut Merah dan Teluk Aden.
“Serangan ini merupakan respons terhadap ancaman berkelanjutan terhadap kebebasan navigasi,” ungkap pernyataan resmi Menteri Pertahanan Inggris, John Healey, mengutip Guardian.
Ia menyebut gangguan di Laut Merah menyebabkan penurunan volume perdagangan hingga 55 persen dan mengganggu stabilitas ekonomi.
Serangan Inggris merupakan bagian dari lanjutan Operasi Rough Rider yang dipimpin AS sejak pertengahan Maret.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, militer AS mengeklaim telah menghantam lebih dari 800 target Houthi, menewaskan ratusan pejuang dan sejumlah komandan mereka.
Tak hanya itu, operasi ini juga menuai sorotan tajam terkait tingginya korban sipil.
Pesawat RAF Typhoon setelah kembalinya pesawat tersebut menyerang sasaran militer di Yaman. Foto: Sersan Lee Goddard/UK MOD/via REUTERS
Kelompok Houthi menyatakan setidaknya 68 orang tewas dalam serangan terhadap pusat penahanan migran di Saada, sementara 80 warga sipil lainnya dilaporkan tewas dalam serangan ke pelabuhan Ras Isa pada 18 April lalu.
Mengutip Guardian, Direktur Civic di AS, Annie Shiel, mempertanyakan kepatuhan serangan-serangan tersebut terhadap hukum humaniter internasional.
Pemerintah Inggris menyebut telah melakukan perencanaan matang untuk meminimalkan risiko terhadap warga sipil dan infrastruktur non-militer.
Kementerian Pertahanan mengatakan serangan dilakukan setelah gelap guna mengurangi kemungkinan warga sipil berada di area target.
Jet tempur F-16 Angkatan Udara AS. Foto: Jung Yeon-je / AFP
Di tengah operasi ini, militer AS kehilangan sebuah jet tempur F-18 Super Hornet senilai USD 60 juta di Laut Merah. Jet tersebut jatuh ke laut setelah kapal induk USS Harry S Truman melakukan manuver tajam untuk menghindari tembakan Houthi. Washington belum merilis pernyataan resmi soal insiden itu.
ADVERTISEMENT
Serangan terbaru ini terjadi di masa meningkatnya ketegangan Timur Tengah. Kelompok Houthi secara terbuka menyatakan aksinya sebagai bentuk solidaritas terhadap Hamas dan warga Palestina.
Sementara publik AS mempertanyakan tata kelola informasi dalam operasi ini, menyusul laporan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menggunakan aplikasi Signal tanpa enkripsi untuk membagikan rincian sensitif soal serangan.
Salah satu target yang disebutkan dalam pesan itu adalah kelompok yang diduga mencakup seorang jurnalis.
Pemerintah Inggris akan memberikan pembaruan resmi pada Rabu malam (30/4).
Hingga saat ini belum ada laporan rinci mengenai dampak kerusakan atau korban dari serangan udara yang dilancarkan Inggris.