JK Cerita Cucunya Tidak Ada yang Sekolah di Sekolah Negeri

7 September 2024 15:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil presiden ke 10 dan 12, Jusuf Kalla pada acara Diskusi Kelompok Terpumpun dengan tajuk "Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan" bersama Kemendikbudristek di Hotel Sheraton Gandaria City, Jakarta, Sabtu (7/9/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil presiden ke 10 dan 12, Jusuf Kalla pada acara Diskusi Kelompok Terpumpun dengan tajuk "Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan" bersama Kemendikbudristek di Hotel Sheraton Gandaria City, Jakarta, Sabtu (7/9/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK), menceritakan bahwa cucunya tidak ada yang menempuh pendidikan di sekolah negeri. Hal tersebut diungkapkan JK saat memberikan pandangannya soal belanja wajib atau mandatory spending anggaran pendidikan 20 persen pada acara Diskusi Kelompok Terpumpun dengan tajuk “Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan”.
ADVERTISEMENT
Mulanya, JK mengungkapkan bahwa pola masyarakat memandang pendidikan sudah berubah. Di perkotaan atau urban, lebih banyak yang menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dibanding negeri.
“Saya tanya tadi Pak Jimly ‘berapa cucu? 7’, ‘berapa sekolah negeri? Tidak ada’,” kata JK pada acara tersebut yang digelar di Hotel Sheraton Gandaria City, Jakarta, Sabtu (7/9).
“Sama saya, 15 cucu tidak ada satu sekolah negeri,” lanjutnya.
JK bercerita bahwa ia pernah meminta kepada anaknya untuk menyekolahkan cucunya ke sekolah negeri. Namun, anak JK lebih memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta.
JK lantas menyebut bahwa tak masalah pendidikan di mana pun baik di sekolah swasta maupun di negeri. "Jadi sebenarnya masyarakat itu bisa bayar sebenarnya, selama bayar jadi biarlah makin banyak swasta," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, JK juga kemudian mengatakan bahwa Indonesia jangan mencontoh Finlandia ataupun Singapura karena jumlah penduduk dengan pendapatan per kapitanya berbeda. Ia memberi saran agar Indonesia bisa mencontohkan pendidikan seperti India dengan penduduk yang tak kalah banyak dengan Indonesia, tapi bisa menerbitkan tokoh-tokoh dunia.
“Kita belajar dari India, bicara belajar dari China, dari Korea. Kenapa India? Hampir semua perusahaan besar di Amerika COO (Chief Operation Officer) dari orang India, mau Microsoft, mau Twitter dari India semua,” tuturnya.