JK soal Dilaporkan ke Bawaslu karena Respons Dirty Vote: yang Dilarang Kampanye

14 Februari 2024 10:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla bersama keluarga memberikan suara Pemilu 2024 di TPS 03 SMA Pangudi Luhur, Jakarta, Rabu (14/2/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla bersama keluarga memberikan suara Pemilu 2024 di TPS 03 SMA Pangudi Luhur, Jakarta, Rabu (14/2/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) merespons pelaporan dirinya ke Bawaslu. JK dilaporkan karena berkomentar soal film dokumenter 'Dirty Vote' saat masa tenang Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
JK tak ambil pusing atas pelaporan tersebut. Ia menjelaskan, hal yang dilarang saat masa tenang adalah berkampanye.
"Silakan saja, yang dilarang itukan berkampanye," kata JK usia mencoblos di TPS 03 SMA Pangudi Luhur, Jakarta Selatan, Rabu (14/2).
JK mengaku mengomentari film tersebut dengan maksud menjawab pernyataan dari wartawan.
"Silakan saja, itu kan hanya menjawab pertanyaan saja," ucapnya.
JK dilaporkan oleh Komunitas Advokat Lintas Nusantara (LISAN) ke Bawaslu karena unggahan Cak Imin soal dokumenter berjudul 'Dirty Vote'. Selain JK, Cawapres 02, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) turut dilaporkan.
Advokat Lisan melaporkan karena JK dianggap membangun narasi negatif saat masa tenang Pemilu 2024 kepada awak media.
“Kalau Pak JK lebih kepada mengomentari dari pada isi video itu,” ucap dia.
ADVERTISEMENT
Sekilas Dirty Vote
Film yang disutradarai oleh Dandhy Laksono itu saat ini telah ditonton belasan juta views di YouTube.
Film berdurasi nyaris 2 jam ini bercerita tentang tiga ahli hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari, yang membicarakan bagaimana Pemilu 2024 mengalami banyak kecurangan.
Film ini menjahit berita-berita yang muncul sejak 2021. Isinya antara lain soal ompongnya Bawaslu, modus kecurangan di level pejabat bawah dan tinggi, ketidaknetralan penjabat sementara, dan putusan yang menguntungkan Gibran di MK dan KPU.