Joe Biden Jadi Presiden AS Pertama yang Hadiri Peringatan Pembantaian Ras Tulsa

2 Juni 2021 4:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden AS Joe Biden berpidato saat peringatan seratus tahun pembantaian ras Tulsa di Pusat Kebudayaan Greenwood di Tulsa, Oklahoma, AS. Foto: Carlos Barria/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Presiden AS Joe Biden berpidato saat peringatan seratus tahun pembantaian ras Tulsa di Pusat Kebudayaan Greenwood di Tulsa, Oklahoma, AS. Foto: Carlos Barria/Reuters
ADVERTISEMENT
Joe Biden menjadi Presiden Amerika Serikat pertama yang hadir dalam peringatan 100 tahun pembantaian ratusan warga kulit hitam oleh ras kulit putih pada 1921 di Kota Tulsa, negara bagian Oklahoma.
ADVERTISEMENT
Biden bertemu dengan sejumlah warga di lingkungan Greenwood, Tulsa, yang selamat dari peristiwa berdarah tersebut pada Selasa (1/6).
Dalam kunjungannya, Biden mengumumkan rencananya untuk melawan segala bentuk ketidakadilan.
Ia berencana memperluas kontrak federal dengan usaha-usaha kecil di sana, menginvestasikan puluhan miliar USD dalam komunitas seperti Greenwood yang harus berjuang menghadapi kemiskinan, serta melakukan berbagai upaya baru untuk melawan diskriminasi dalam pembelian atau penyewaan rumah di AS.
“Kejadian pada 1921 adalah pembantaian,” ujar Biden di Pusat Kebudayaan Greenwood dikutip dari Reuters.
Presiden AS Joe Biden berpidato saat peringatan seratus tahun pembantaian ras Tulsa di Pusat Kebudayaan Greenwood di Tulsa, Oklahoma, AS. Foto: Carlos Barria/Reuters
Juru Bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, mengungkapkan bahwa Biden akan mendengarkan, mempelajari, dan menunjukkan rasa terima kasihnya kepada ketiga penyintas pembantaian Tulsa: Viola Fletcher, Hughes Van Ellis, dan Lessie Benningfield Randle.
ADVERTISEMENT
“Apa yang dialami oleh para penyintas itu sangatlah tragis dan menyedihkan,” kata Jean-Pierre.
Biden berencana membicarakan soal kekerasan berdasarkan rasialisme yang telah mengakar di AS dan berupaya untuk bisa bersatu melawan kekerasan.
Menurut Jean-Pierre, Biden tak bisa memenuhi janji-janjinya dalam mengembalikan jiwa bangsa tanpa mengetahui dan mempelajari sejaran AS.
Orang yang selamat dari pembantaian ras Tulsa, Hughes Van Ellis, memberi hormat ketika dia dan sesama penyintas Viola Fletcher mendengarkan Presiden AS Joe Biden. Foto: Carlos Barria/Reuters
Biden berhasil memenangkan Pilpres AS berkat dukungan yang sangat besar dari hak suara para warga kulit hitam Amerika. Fokus utama kampanye Biden adalah melawan ketidakadilan berbasis rasial.
Kini, Biden telah berupaya memenuhi janjinya tersebut. Salah satunya dengan mengunjungi keluarga George Floyd, warga kulit hitam yang tewas dibunuh akibat diskriminasi dan kebencian terhadap warga kulit hitam pada Mei 2020 lalu.
Kunjungan Biden ini merupakan sebuah perbedaan yang sangat signifikan dengan apa yang dilakukan oleh pendahulunya, Donald Trump.
ADVERTISEMENT
Tahun lalu, Trump malah merencanakan melangsungkan kampanye politik di Tulsa, bertepatan dengan hari peringatan berakhirnya perbudakan di Amerika, yakni 19 Juni.
Pembantaian Tulsa pada 31 Mei dan 1 Juni 1921 lampau sayangnya tak diajarkan di kelas-kelas sejarah di sekolah AS. Bahkan, peristiwa tersebut tak dilaporkan oleh surat kabar lokal selama berpuluh-puluh tahun lamanya.
Penduduk kulit putih menembak dan membunuh hingga 300 warga kulit hitam, membakar dan menjarah rumah serta toko-toko milik warga kulit hitam. Seorang wanita kulit putih juga menuduh satu warga hitam melakukan kekerasan--sebuah tuduhan yang hingga saat ini tak pernah terbukti kebenarannya.