Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Jokowi Disebut Keliru, Istana Kirim Surat ke South China Morning Post
6 Mei 2017 6:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT

Istana Kepresidenan RI melayangkan surat kritik ke media Hong Kong, South China Morning Post (SCMP). Surat itu langsung dikirim via e-mail ketika ahli ekonomi di SCMP, Jake Van Der Kamp, mengkritik Presiden Jokowi telah keliru dalam menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, menjelaskan saat itu Jokowi tengah menilai angka perbandingan pertumbuhan ekonomi dalam konteks posisi Indonesia di antara negara anggota G20. Bey meminta SCMP untuk segera memuat surat kritikan balasan tersebut.
"Kami telah mengirimkan penjelasan ini melalui surat elektronik kepada pihak South China Morning Post untuk segera dimuat," ujar Bey dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan (kumparan.com), Jumat (5/5).
Jokowi memang beberapa kali menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 berada dalam posisi ketiga dunia. Salah satunya, saat membuka Kongres Ekonomi Umat 2017 Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Sabtu (22/4) lalu.

Bey menilai, posisi yang dimaksud Jokowi merujuk pada posisi Indonesia di peringkat ketiga G20 setelah India dan Republik Rakyat Tiongkok, bukan berdasarkan peringkat dunia.
ADVERTISEMENT
"Pada saat Presiden Joko Widodo berbicara tentang peringkat pertumbuhan ekonomi Indonesia, di layar sedang terpampang tayangan mengenai pertumbuhan ekonomi negara-negara G-20 yang menunjukkan Indonesia berada pada posisi ke-3 setelah India dan RRT. Inilah konteks penjelasan presiden kepada sekitar 5.000 warga Indonesia yang hadir di Asia World Expo, Hong Kong, 30 April 2017," ujar Bey.
Menurutnya, kritikan Kamp justru telah keliru. Sebab, dia tidak mengetahui latar belakang penjelasan Jokowi tanpa memahami konteks pembicaraannya.
"Kritik ini justru yang keliru. Van Der Kamp tidak mengetahui latar belakang penjelasan Presiden dan kemungkinan besar tidak hadir di ruangan saat Presiden Joko Widodo menjelaskan tayangan itu. Van Der Kamp sudah mengambil kesimpulan yang sangat keliru tanpa memahami konteks pembicaraannya," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Di kolom opini SCMP yang ditulisnya, Kamp mempertanyakan dasar klaim Jokowi. Menurut dia, Indonesia tidak berada di posisi ketiga dunia dalam hal pertumbuhan ekonomi pada 2016.
"Ketiga di dunia, benarkah? Dunia yang mana?" kata Kamp di tulisan tersebut. "Dalam hal pertumbuhan ekonomi, Indonesia berada di posisi bontot dari keenam negara, di bawah India, China dan Pakistan," lanjutnya.
Berdasarkan laporan tahunan G20, Indonesia memang berada dalam posisi ketiga setelah China dan India. Laporan Badan Pusat Statistik Februari lalu menyebutkan, secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2016 tercatat 5,02 persen, lebih tinggi dibanding pada 2015 sebesar 4,88 persen.
Menutup tulisannya, Van Der Kamp "berterima kasih" kepada Jokowi, tentunya dalam bentuk satir.
ADVERTISEMENT
"Terima kasih untuk pertunjukannya, Joko. Tapi kau sebaiknya punya hal yang lebih baik untuk dilakukan daripada membual soal GDP yang konyol," kata Kamp.

Kritikan Kamp diduga merujuk pada pernyataan Jokowi dalam kunjungannya ke Hong Kong pada Minggu lalu. Dalam salah satu kalimatnya yang juga dikutip SCMP dan terekam dalam sebuah video di Youtube, Jokowi menyebutkan kalimat itu.
"Ekonomi dunia dalam kondisi yang tidak baik, tapi pertumbuhan ekonomi kita masih masuk dalam tiga besar negara-negara di dunia, kita kalahnya hanya dengan India dan Tiongkok," ungkap Jokowi.
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turut menanggapi kritik tersebut. Sri meminta agar Kamp membaca dan melihat ekonomi Indonesia sebelum berkomentar lebih jauh.
"Kalau seluruh dunia kan banyak negara-negara yang income-nya lebih rendah dari Indonesia, tapi gross nya tinggi. Di Asean saja kalau kita lihat, Kamboja dan Laos itu lebih tinggi dari kita," kata Sri di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (3/5).
ADVERTISEMENT