Polemik Klaim "Ketiga Terbesar Dunia" yang Dilontarkan Jokowi

4 Mei 2017 15:07 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi bertemu pengusaha Hong Kong. (Foto: Biro Pers Kepresidenan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi bertemu pengusaha Hong Kong. (Foto: Biro Pers Kepresidenan)
Klaim Presiden Joko Widodo soal pertumbuhan ekonomi Indonesia menuai polemik. Pasalnya, pernyataan Jokowi dikritik karena tidak sesuai dengan data dan fakta yang ada saat ini.
ADVERTISEMENT
Kritikan datang dari ahli ekonomi di media Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), Jake Van Der Kamp, pekan ini. Sorotan Van Der Kamp pada pernyataan Jokowi yang mengatakan "pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar ketiga di dunia, setelah India dan China."
Van Der Kamp mempertanyakan dasar klaim Jokowi tersebut. Menurut dia, Indonesia tidak berada di posisi ketiga dunia dalam hal pertumbuhan ekonomi pada 2016.
"Ketiga di dunia, benarkah? Dunia yang mana?" kata dia di tulisan opininya.
Berdasarkan urutan negara dengan perkembangan ekonomi terbesar, menurut Van Der Kamp, Indonesia tidak pernah ada di posisi ketiga dunia.
"Dalam hal pertumbuhan ekonomi, Indonesia berada di posisi bontot dari keenam negara, di bawah India, China dan Pakistan," ujar Van Der Kamp.
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi bertemu pengusaha Hong Kong. (Foto: Biro Pers Kepresidenan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi bertemu pengusaha Hong Kong. (Foto: Biro Pers Kepresidenan)
Jokowi dalam beberapa kesempatan memang mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 dalam posisi ketiga dunia. Salah satunya ketika membuka Kongres Ekonomi Umat 2017 Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Sabtu (22/4). (Baca: Hadiri Acara MUI, Jokowi Blak-blakan Soal Data Ekonomi RI)
Kritikan Van Der Kamp diduga merujuk pada pernyataan Jokowi dalam kunjungannya ke Hong Kong pada Minggu lalu. Dalam salah satu kalimatnya yang juga dikutip SCMP dan terekam dalam sebuah video di Youtube, Jokowi menyebutkan kalimat itu.
"Ekonomi dunia dalam kondisi yang tidak baik, tapi pertumbuhan ekonomi kita masih masuk dalam tiga besar negara-negara di dunia, kita kalahnya hanya dengan India dan Tiongkok," kata Jokowi.
Menurut SMCP, perekonomian Indonesia tumbuh 5,02 persen tahun lalu, sementara China 6,7 persen dan India 7,9 persen.
ADVERTISEMENT
Istana bereaksi
Pihak istana langsung bereaksi menyusul banyaknya muncul pemberitaan soal kritikan Van Der Kamp terhadap Jokowi. Sekretaris Kabinet Pramono Anung angkat bicara. Dia mengatakan yang dimaksud Jokowi adalah ketiga di antara negara-negara G20.
"Yang disampaikan oleh Presiden Jokowi adalah nomor tiga di G20. Bukan di seluruh dunia," kata Pramono Anung di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (3/5).
G20 atau Kelompok 20 ekonomi utama merupakan kelompok 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa.
Hal yang sama disampaikan oleh Juru Bicara Presiden Johan Budi Sapto Pribowo. "Dalam kelompok negara G20 Indonesia memang nomor tiga (pertumbuhan ekonomi) tertinggi setelah China dan India," kata Johan.
ADVERTISEMENT
Jokowi ikut bernyanyi di sebuah acara di Hong Kong (Foto: REUTERS/Bobby Yip)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi ikut bernyanyi di sebuah acara di Hong Kong (Foto: REUTERS/Bobby Yip)
Menurut Johan budi, sebenarnya ada slide presentasi dalam pemaparan Jokowi di Hong Kong itu. Dalam slide itu, jelas terpampang Indonesia ketiga terbesar di G20, bukan dunia.
"Dalam slide yang dipaparkan Presiden di Hongkong juga disebutkan nomor 3 dalam kelompok negara negara G20 dalam pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan Indonesia cukup tinggi yaitu 5,18 di triwulan kedua 2016 dan 5,02 pada triwulan ketiga 2016," kata Johan.
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar Van Der Kamp membaca dan melihat terlebih dahulu ekonomi Indonesia sebelum berkomentar.
"Kalau seluruh dunia kan banyak negara-negara yang income-nya lebih rendah dari Indonesia, tapi gross nya tinggi. Di Asean saja kalau kita lihat, Kamboja dan Laos itu lebih tinggi dari kita," kata Sri Mulyani.
ADVERTISEMENT