Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye & Berpihak, Presiden Sebelumnya, Bagaimana?
24 Januari 2024 14:36 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menyatakan tidak ada larangan baginya untuk ikut berkampanye dalam Pemilu 2024. Jokowi bahkan mengatakan seorang presiden boleh memihak terhadap paslon tertentu.
ADVERTISEMENT
Keberpihakan Jokowi di Pilpres 2024 sudah sering menjadi perbincangan publik. Eks Gubernur DKI Jakarta itu pun disebut-sebut mendukung paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Apa benar yang dikatakan Jokowi jika presiden boleh kampanye dan berpihak? lalu bagaimana di era presiden Indonesia sebelumnya?
Era Presiden SBY
Mundur di tahun 2014, saat itu SBY masih menjabat presiden di periode kedua. Di saat bersamaan ada Pemilu dan Pilpres 2014.
Kondisinya sama dengan Jokowi saat ini, menjalankan tugas presiden di periode kedua dan menghadapi Pilpres 2024.
Pada masa kampanye Pileg misalnya, SBY -- yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, itu juga kampanye di beberapa daerah, salah satunya di Palembang.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kala itu menyebut meski tak mengajukan cuti, SBY dipastikan tak melanggar aturan. Cukup melapor ke KPU.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2014, SBY memang tidak terlihat terang-terangan mendukung salah satu calon presiden. Capres-cawapres di Pilpres 2014 kala itu yakni Prabowo-Hatta Rajasa melawan Jokowi-Jusuf Kalla (JK).
Sementara, kondisi serupa belum dirasakan di era Megawati Soekarnoputri. Saat pemilu 2004, Megawati merupakan kontestan dan maju sebagai Capres berpasangan dengan Hasyim Muzadi.
Saat itu, Megawati merupakan petahana. Tapi, dalam pemilu itu, Megawati kalah dengan SBY-JK.
Lalu, apakah Jokowi akan turun gunung, naik ke atas panggung dan berorasi, berkampanye untuk paslon tertentu?
Lantas bagaimana aturan sebenarnya?
Aturan yang membolehkan presiden hingga menteri berkampanye tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam Pasal 299 UU Pemilu tertulis sejumlah pejabat yang boleh ikut kampanye. Berikut rinciannya:
ADVERTISEMENT
(1) Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
(2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
(3) Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye apabila yang bersangkutan sebagai:
a. calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
b. anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
c. pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
Dalam Pasal 300 UU Pemilu disebutkan presiden, wapres, pejabat negara dan pejabat daerah yang berkampanye wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
UU Pemilu juga mengatur soal cuti bagi menteri yang melakukan kampanye. ATuran itu tertuang dalam Pasal 302. Berikut rinciannya:
ADVERTISEMENT
(1) Menteri sebagai anggota tim kampanye dan/atau pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 299 ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diberikan cuti.
(2) Cuti bagi menteri yang melaksanakan Kampanye dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye.
(3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Sedangkan untuk larangan penggunaan fasilitas negara selama kampanye diatur dalam Pasal 304 UU Pemilu. Presiden hingga pejabat daerah yang ikut berkampanye dilarang menggunakan fasilitas negara. Rincian ketentuannya sebagai berikut:
(1) Dalam melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara
(2) Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
ADVERTISEMENT
a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan;
c. sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi milik pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya; dan
d. fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Gedung atau fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disewakan kepada umum dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).