Kami Membandingkan Jumlah Pernikahan dan Perceraian di Indonesia

28 November 2019 15:30 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Perceraian Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perceraian Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Tingginya angka perceraian menjadi salah satu perhatian pemerintah. Untuk itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, akan mewajibkan calon pengantin mengikuti kelas pranikah. Rencananya program itu dilaksanakan secara gratis mulai 2020.
ADVERTISEMENT
Muhadjir menilai, program tersebut bisa menekan angka perceraian. Sebab, banyak pasangan yang masih memiliki pemahaman minim soal pernikahan. Setelah mengikuti kelas ini, pasangan akan mendapatkan sertifikat yang menjadi syarat mendaftarkan pernikahannya.
"Termasuk ini untuk menekan angka perceraian segala itu loh," ucap Muhadjir beberapa waktu yang lalu kepada wartawan.
Memangnya, seberapa banyak jumlah perceraian di Indonesia dan faktor apa saja yang menyebabkan perceraian tersebut?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), baik angka pernikahan dan perceraian di Indonesia dari 2015 hingga 2017 mengalami peningkatan. Dari data tersebut, bisa ditaksir, terjadi satu perceraian dalam setiap lima pernikahan.
Berbicara jumlah pernikahan, data BPS menunjukkan, paling banyak terlaksana di Jawa. Selama tiga tahun berturut-turut, Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim) menjadi penyumbang jumlah pernikahan terbanyak di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di Jawa Barat jumlah pernikahan pada 2015 mencapai angka 441.813. Walau begitu, trennya sempat turun pada 2016 dan kembali naik pada 2017 ke angka 400.311. Pola serupa juga terjadi di wilayah Jateng dan Jatim.
Sementara itu, untuk jumlah perceraian di 3 provinsi itu, trennya cenderung turun. Di Jabar rata-rata penurunan angka perceraian per tahun sekitar 5 ribu. Lalu di Jateng sempat stagnan, lalu turun seribu pada 2017. Untuk wilayah Jatim, perceraian turun seribu pada 2016 dan kembali turun dua ribu pada 2017.
Dilihat dari rasio pernikahan dan perceraian, risiko perceraian tertinggi ada di Jatim, yakni 1:3,75. Artinya, terjadi satu perceraian dalam setiap tiga pernikahan di provinsi tersebut. Sementara rasio perceraian di Jateng mencapai 1:4 serta di Jabar ada di rasio 1:5,47.
ADVERTISEMENT

Studi Kasus di Jawa Timur

Pada 2018, angka pernikahan di Jatim meningkat sekitar 8 ribu, dari 331.250 menjadi 339.797. Di sisi lain, kenaikan juga terjadi di angka perceraian. Yakni dari 84 ribu menjadi 88 ribu kasus. Tetapi yang menarik dari tingginya angka perceraian itu adalah penyebabnya.
Data BPS Jatim 2018 menyebutkan 38.109 kasus perceraian atau 43,51 persen diakibatkan karena pertengkaran yang terus menerus. Lalu, faktor kedua adalah kondisi perekonomian (36,67 persen). Di peringkat ketiga, meninggalkan salah satu pihak (14,38 persen). Sementara itu, perceraian akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) berjumlah 1.455 (1,66 persen).
Penyebab lain yang jumlahnya kurang dari seribu kasus antara lain, perzinaan, kawin paksa, pindah agama, dan perjudian. Untuk perceraian karena poligami di Jatim berjumlah 197 kasus.
ADVERTISEMENT

Sekilas Kelas Pranikah

Alissa Wahid, salah satu anggota tim pakar kelas pranikah, mengatakan tujuan dari program tersebut adalah untuk mempersiapkan calon pengantin menghadapi perkawinan. Sebab, tambah Alissa, perempuan lebih banyak menjadi korban, termasuk dalam kekerasan rumah tangga.
“Materi (kelas pranikah) difokuskan pertama ke pemahaman tentang hubungan perwakilan dengan keluarga, bagaimana mengelolanya,” beber Alissa kepada kumparan, Jumat (15/11).
Ilustrasi pernikahan. Foto: Pixabay
Selain itu, Alissa menjelaskan peserta kelas pranikah juga akan mendapatkan materi psikologi keluarga, kesehatan keluarga, dan persiapan menjadi orang tua. Ditambah materi terkait cara memenuhi kebutuhan keluarga untuk program perkembangan.
Untuk teknis kelasnya, Alissa mengatakan pelaksanaannya hanya dua hari. Bagi pasangan yang sudah cerai lalu ingin menikah kembali, diimbau untuk mengikuti kelas ini.
ADVERTISEMENT
Namun, Alissa belum bisa memastikan apakah kelas pranikah itu wajib atau tidak untuk menekan perceraian. “Iya masih dalam proses, kan itu nanti ke biro hukum segala, konsekuensinya apa dan lain-lain,” tandasnya.