Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kampus Taiwan Tuntut Wartawan yang Beritakan Kerja Paksa Mahasiswa RI
4 Januari 2019 17:20 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT
Pemerintah Taiwan melalui Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan (TETO) di Jakarta menyesalkan kabar hoaks soal ratusan mahasiswa Indonesia jadi korban kerja paksa di Taiwan . Salah satu universitas yang disebut-sebut melakukan praktik bahkan menuntut wartawan yang memberitakan kabar tersebut.
ADVERTISEMENT
“Pagi tadi, universitas itu telah menuntut reporter yang membuat berita itu, pasalnya reporter ini tidak turun langsung ke lapangan, tidak pergi ke universitas untuk mewawancarai para murid,” kata Ketua TETO Indonesia John C Chen di Kantor TETO, Jakarta Selatan, Jumat (4/1).
Kampus yang dimaksud adalah Hsuin Wu Technology University. Berita ini pertama kali meluas berdasarkan laporan di media China Times.
Laporan tersebut memuat pengakuan seorang anggota parlemen Partai Kuomintang bernama Ko Chih-en soal kerja paksa mahasiswa Indonesia di bawah program pendidikan kuliah-magang, yakni New Southbound Policy (NSP) bernama Industry Academia Collaboration.
Hsuin Wu Technology University membantah kabar tak sedap tersebut. Kampus itu mengklaim sudah menjalankan aturan sesuai dengan prosedur, yakni durasi kerja mahasiswa tidak lebih dari 20 jam per minggu, menyediakan transportasi, dan mencatat absensi kehadiran serta memberikan gaji.
"Laporan baru-baru ini memberitakan Jurusan Information Management, Program Industry-Academia Collaboration, telah melakukan pemagangan ilegal, dan dugaan eksploitasi manusia. Pemberitaan tersebut benar-benar bertentangan dengan kenyataan di lapangan. Kami memprotes keras berita tersebut," tulis Hsuin Wu Technology University dalam pernyataannya, Kamis (2/1).
ADVERTISEMENT
Menurut mereka, tuduhan tersebut jelas merugikan pihak universitas. Tidak hanya itu, berita tidak benar tersebut turut mencoreng nama baik perusahaan tempat mahasiswa magang.
Sebelumnya, bantahan yang sama juga disampaikan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Taiwan dalam pernyataan di situs mereka pada Rabu lalu. PPI mengatakan, kata "kerja paksa" tidak tepat karena mahasiswa diberikan gaji sesuai dengan jam kerja mereka.
"Memang ada kelebihan jam kerja dari yang telah ditentukan (20 jam per minggu untuk pelajar). Seluruh jam kerja yang dilakukan tetap diberikan gaji dan kata 'kerja paksa' sebenarnya kurang tepat untuk hal ini. Sejauh ini ada beberapa mahasiswa yang mengeluh capek dan ada juga beberapa mahasiswa yang menikmati hal ini," ujar laporan PPI.
ADVERTISEMENT