Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kasus BLBI dan Memori Suap Jaksa Urip-Artalyta Suryani
25 April 2017 18:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
KPK telah menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Temenggung sebagai tersangka korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI. SKL itu diberikan kepada pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim melalui mekanisme yang tidak semestinya.
ADVERTISEMENT
Kasus BLBI ini kemudian mengingatkan pada kasus yang pernah ditangani KPK pada tahun 208. Jaksa Urip Tri Gunawan ditangkap KPK karena telah menerima suap dari Artalyta Suryani yang merupakan orang dekat Sjamsul Nursalim.
Urip Tri Gunawan adalah jaksa penyidik yang menangani kasus penyalahgunaan dana BLBI oleh Bank BDNI yang dimiliki Sjamsul Nursalim. Saat ditangkap tahun 2008, Urip tengah membawa uang USD 660 ribu setara Rp 6,1 miliar di dalam mobilnya.
KPK yang menerima laporan bahwa akan terjadi sebuah transaksi mengirimkan para penyidiknya ke lokasi yang diketahui sebagai kediaman Sjamsul Nursalim di Jl Hang Lekir RT 06/08, Kavling WG, Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran, Jakarta.
Saat digerebek, Jaksa Urip sempat melakukan perlawanan. Selain itu, sebelum penangkapan dilakukan, sejumlah penyidik serta anggota Brimob pun sempat melakukan pengintaian di rumah mewah berpagar setinggi 5 meter tersebut.
ADVERTISEMENT
Setelah ditangkap, penyidik KPK menyita uang yang seluruhnya pecahan dolar AS. Selain itu dilakukan penggeledahan di mobil mantan Kajari Klungkung, Bali, yang menjadi Ketua Tim Pemeriksa Kasus BLBI Kejagung tersebut. Sebelumnya, polisi menyisir kendaraan Kijang silver bernopol DK 18322 CH itu.
Saat Jaksa Urip diamankan, ternyata Artalyta Suryani pun berada di lokasi penangkapan yang diduga sebagai perantara pemberi uang.
Atas tindakan yang dilakukan oleh jaksa Urip Tri Gunawan ia kemudian dipidana dengan masa tahanan 20 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Sementara untuk Artalyta sendiri, dalam pengadilannya mengaku tidak bersalah, dan menyatakan uang tersebut merupakan bantuan untuk usaha bengkel Urip. Majelis Hakim menolak alasan Artalyta, dan menilai perbuatan Artalyta telah mencederai penegakan hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim juga menganggap, Artalyta tidak mengakui kesalahannya serta memberikan pernyataan yang berbelit-belit di pengadilan sebagai hal yang memberatkannya. Majelis hakim menjatuhkan vonis penjara lima tahun serta denda 250 juta rupiah kepada Artalyta.
Bank BDNI milik Sjamsul sendiri menerima bantuan BLBI dari BI sebesar Rp 28,4 triliun. Utang itu lalu dibayar dengan penyerahan aset sesuai skema Master of Settlement Agreement Aqusition (MSAA). Sesuai audit Pricewater house-Coopers dan Lehman Brothers, aset yang diserahkan sudah sesuai dengan utang BLBI
Kucuran BLBI sebesar Rp 47,25 triliun pada Bank BDNI di tahun 1998. Namun setelah dihitung kembali, hutang BLBI yang belum dilunasi sebesar Rp 28,4 triliun. Untuk melunasi utangnya, Sjamsul Nursalim kemudian membayar kas sebesar Rp 1 triliun dan menyerahkan tiga aset perusahaan antara lain PT Dipasena (laku Rp 2,3 triliun), GT Petrochem dan GT Tire (laku Rp 1,83 triliun).
ADVERTISEMENT
Atas rekomendasi BPPN, Sjamsul dibebaskan dari tuntutan hukum di Kejaksaan Agung. Ini sesuai janji Presiden Megawati saat itu, yang menjanjikan obligor yang melunasi utang BLBI dibebaskan dari tuntutan hukum, sesuai Surat Keterangan Lunas (SKL) yang tertuang dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2002.