Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kasus Ritual Maut di Jember: Pengakuan Guru Spiritual hingga Rip Current
16 Februari 2022 7:06 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ritual ini dilakukan kelompok Tunggal Jati Nusantara . Inisiatornya adalah Nurhasan, lelaki 35 tahun asal Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi. Nurhasan adalah pihak yang mengajak para pengikutnya menjalani ritual berendam di Pantai Payangan.
Polisi Periksa Nurhasan
Nurhasan termasuk 12 orang yang berhasil selamat dari ganasnya hantaman ombak laut selatan itu. Ia awalnya dirujuk ke Puskesmas Ambulu, namun karena ada keluhan sesak, mual muntah, dan sakit di ulu hati usai terseret arus laut, Nurhasan dirujuk ke RSD dr. Soebandi. Kini dipastikan Nurhasan dalam kondisi sudah stabil.
"Dokter yang menangani Nurhasan menyatakan kondisi yang bersangkutan hari ini sudah sehat. Tadi, sekitar satu jam yang lalu keluar dari rumah sakit," ungkap Wakil Direktur RSD dr. Soebandi Jember, Tri Wiranto, Selasa (15/2).
ADVERTISEMENT
Berdasar pantauan kumparan, Selasa (15/2), usai mendapat perawatan dari rumah sakit, Nurhasan yang mengenakan kaus merah langsung menghadapi pemeriksaan petugas di Markas Kepolisian Resor Jember.
Kasat Reskrim Polres Jember AKP Komang Yogi Arya Wiguna mengatakan pihaknya masih memaksimalkan pemeriksaan 1x24 jam untuk menentukan status hukum Nurhasan.
"Kami memaksimalkan pemeriksaan 1X24 jam, dan kemudian gelar perkara untuk menentukan siapa bertanggung jawab kasus yang kami selidiki dalam perkara 11 orang meninggal dunia di Pantai Payangan," kata dia kepada wartawan.
Menurut Komang, penyidik hendak menanyakan kepada Nurhasan seputar latar belakang ritual yang dilakukan kelompok Tunggal Jati Nusantara berendam di laut hingga terjadi peristiwa tragis pada Minggu dini hari itu.
"Tujuannya apa? Apakah NH (Nurhasan) menyarankan jemaah melakukan ritual ke Payangan? Apa saja motif kegiatan tersebut? Dan di mana saja ritualnya selain di Payangan? Intinya itu yang ditanyakan," kata Komang.
ADVERTISEMENT
Pengakuan Nurhasan
Kepada polisi, Nurhasan mengaku menawarkan kepada pengikutnya untuk pergi secara bersama-sama ke Pantai Payangan Jember dengan menumpang kendaraan roda empat.
"Saya bilang: Bagaimana kalau malam minggu? Setuju atau tidak?," ujarnya mengulang perkataannya kepada anggota ritual dilihat dari video yang diterima kumparan, Selasa (15/2).
Ide Nurhasan disetujui para anggota paguyubannya. Selanjutnya, dibahas mengenai pendanaan atau biaya untuk transportasi mau pun konsumsi selama menjalani ritual.
"Ya sudah, kalau begitu berapa iurannya? Sekiranya anak-anak mampu, tidak ada paksaan. Saya tidak memaksa. Jadi, ya ayo yang enak Rp 20 ribu-an, Cak. Semuanya sepakat," ujar Nurhasan.
Nurhasan belum menjelaskan motifnya mengajak para anggotanya itu ke Pantai Payangan. Termasuk, apa maksud berendam di pantai selatan tengah malam.
ADVERTISEMENT
Profil Tunggal Jati Nusantara Pimpinan Nurhasan
Kelompok Tunggal Jati Nusantara dipastikan tak berizin. Kepala Bakesbangpol Jember Edy Budi Susilo mengungkapkan dari data 458 organisasi masyarakat yang ada di Jember, Tunggal Jati Nusantara tidak ada di dalamnya.
"Tunggal Jati Nusantara tidak terdaftar, belum berizin pasti. Ini hanya sebuah padepokan yang tidak terlalu besar," kata dia, Senin (14/2).
Diketahui, Tunggal Jati Nusantara baru dibentuk 2 bulan lalu. Nurhasan selaku pendiri menasbihkan diri sendiri sebagai guru spiritual sekaligus pimpinan kelompok ritual Tunggal Jati Nusantara.
Sosoknya yang mengaku memiliki kemampuan spiritual mampu memikat banyak orang. Hanya dalam tempo singkat, puluhan orang bergabung dan menjadi pengikut ajaran Tunggal Jati Nusantara.
Nurhasan tidak mematok biaya tertentu kepada para anggotanya. Mereka yang ingin bergabung diberikan kebebasan membayar iuran padepokan seikhlasnya.
ADVERTISEMENT
"Anggota yang terdeteksi sekitar 35 orang, tapi yang aktif sekitar 25 orang. Kelompok ini mengadakan pertemuan rutin seminggu dia kali. Di sana ada baca Al Quran, wirid, kemudian ada yang pengobatan, dan ketenangan jiwa. (Aktivitasnya) terdeteksi setelah kecelakaan di laut," kata Edy.
Terkait pembubaran kelompok ini, Edy memastikan tidak bisa karena bukan bagian dari organisasi resmi, melainkan aliran kepercayaan. Kemungkinan yang dilakukan pemerintah adalah larangan menggunakan tempat-tempat tertentu untuk kegiatan ritual.
"Tentu saja mereka bukan organisasi resmi, saya tidak bisa membubarkan. Tapi, yang jelas kami mendeteksi kelompok semacam ini. Bolehlah orang di Pakem, ada aliran kepercayaan dan keagamaan. Mereka mungkin bagian dari aliran kepercayaan. Tetapi yang penting tetap menjaga. Bupati akan mengeluarkan surat edaran untuk larangan tempat berbahaya digunakan ritual semacam itu," kata Edy.
ADVERTISEMENT
Mitos Pesugihan dan Kesaktian di Pantai Payangan Jember
Lokasi Pantai Payangan di Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, yang menelan 11 korban jiwa dari peserta ritual kelompok Tunggal Jati Nusantara diwarnai beragam mitos dan cerita klenik.
Disebutkan, Pantai Payangan adalah tempat ritual untuk petunjuk mendapat harta kekayaan maupun ilmu kesaktian kanuragan.
Kabar mitos itu dibumbui dengan gambaran berbagai hal yang bertujuan untuk meyakinkan. Seperti misalnya, di situ terdapat batu karang berupa bukit di tengah laut yang subur dengan tumbuh-tumbuhan. Bukit itu disebut dengan nama Syarat.
Bukit Syarat diapit oleh dua bukit lainnya, yakni Semboja dan Suroyo. Salah satu bukit di atasnya terdapat makam tua yang dikenal oleh warga sekitar dengan sebutan 'Pati Ulung'.
Bagi warga setempat, Pantai Payangan dimaknai sebagai tempat mencari penghidupan nyata. Sama sekali bukan terkait hal gaib, walaupun mereka tetap menghormati alam untuk hidup berdampingan.
ADVERTISEMENT
"Kalau mau makan, ya cari ikan. Istri saya buka warung untuk wisatawan yang datang. Saya dari lahir sampai sekarang hidup di sini, tidak pernah ikut ritual aneh-aneh," kata Suwono, warga kampung nelayan yang juga disebut Payangan.
Namun, anggapan Pantai Payangan sebagai tempat sakral justru datang dari warga luar daerah. Suwono kerap melihat orang yang datang cenderung berlaku klenik untuk menggelar ritual tertentu di pantai berpasir hitam tersebut.
"Kadang beberapa, tapi juga bisa belasan sampai puluhan orang. Biasanya, jalan keliling bukit, ada juga yang bertapa tengah malam atau berendam di dalam pantai. Katanya mereka itu mau cari pesugihan atau ingin sakti," kata Suwono.
Padahal, sepengetahuan Suwono, semula Pantai Payangan hanya tempat sandar perahu nelayan. Bukit-bukit di pinggir pantai adalah benteng alami untuk melindungi perkampungan nelayan dari terjangan angin lautan.
ADVERTISEMENT
Sesekali Pantai Payangan dipakai pasukan TNI untuk berlatih menembak atau pun berenang. Namun kegiatan tersebut sudah tidak ada menyusul Pantai Payangan yang kini menjadi kawasan wisata.
Warga setempat senang Pantai Payangan dikenal sebagai tempat wisata. Namun mereka kurang suka jika pantai ini dikaitkan sebagai lokasi sakral untuk ritual berbau klenik.
Saladin, juru kunci makam 'Pati Ulung', sudah memperingatkan agar anggota kelompok Tunggal Jati Nusantara tidak masuk ke laut. Peringatan keras tidak digubris. Ritual berendam di laut tengah malam pun berujung maut. 11 dari 24 orang tewas digulung ombak.
Rip Current, Arus Laut Penyebab Tewasnya 11 Orang
BMKG angkat suara terkait arus laut penyebab tewasnya anggota kelompok Tunggal Jati Nusantara saat berendam di laut. Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan, para korban tewas akibat rip current.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Definisi rip current ialah arus balik yang terkonsentrasi pada sebuah jalur sempit yang memecah zona empasan gelombang hingga melewati batas zona gelombang pecah," kata Daryono dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/2).
"Secara fisis rip current terbentuk jika gelombang laut datang dan menghempas garis pantai yang berbentuk teluk atau cekungan. Adanya banyak pantulan muka gelombang yang mengenai ”busur teluk” akan memunculkan sejumlah arus susur pantai yang bertemu dan memusat di tengah-tengah ”busur teluk”," lanjut Daryono.
Secara sederhana, Rip current merupakan arus balik yang dapat menyedot seorang dengan kecepatan melebihi dua meter per detik. Arus tersebut dinilai sangat berbahaya, tetapi ada sejumlah hal yang dapat dilakukan seseorang untuk dapat kembali ke pantai dengan selamat.
ADVERTISEMENT
Tips agar bisa lepas dari rip current adalah berenang sejajar dengan garis pantai yang tegak lurus dengan arus. Bila kesulitan berenang kembali ke pantai, ikuti saja arusnya. Dengan begitu, kita dapat menghemat energi.
Profesor oseanografi fisik di San Diego, Falk Feddersen, menyarankan untuk tidak berenang melawan arus. Terkadang seseorang berupaya meraih pantai. Bila orang tersebut bukan perenang yang kuat, ia hanya akan kelelahan dan tenggelam.
Ketika telah terpisah dari bagian aktifnya, barulah kita dapat perlahan-lahan mencoba menjangkau pantai.
“Begitu Anda jauh dari arus aktif, Anda bisa berenang kembali ke pantai,” jelas Feddersen, seperti dikutip dari USA Today.
Pun ketika melihat seseorang terbawa arus, jangan mencoba menyelamatkannya. Sebagai orang awam, hal terbaik yang dapat dilakukan adalah mencari bantuan, misalnya kepada penjaga pantai.
ADVERTISEMENT
Feddersen menambahkan, walau menuju ke tengah laut, rip current tidak mungkin turut menarik seseorang ke lautan. Oleh karena itu, kita dapat bersikap tenang dalam mengatasinya.