Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Aksi solidaritas digelar Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta memprotes penetapan tersangka terhadap jurnalis dan pembuat film dokumenter, Dandhy Dwi Laksono. Aksi dilakukan dengan jalan mundur.
ADVERTISEMENT
Dandhy ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan ujaran kebencian. Dandhy yang sempat ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya kini sudah dipulangkan meski tetap status tersangka.
Dandhy dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
“Menuntut atau mendesak polisi segera menghentikan kasus yang dialami oleh anggota AJI Dandhy Dwi Laksono, karena kita merasa bahwa apa yang dilakukan terhadap Dandhy ini sangat jauh dari apa yang kita harapkan dari demokrasi kita,” ucap koordinator aksi, Jackson Simanjuntak di lokasi, Minggu (29/9).
ADVERTISEMENT
Jackson merasa penetapan Dandy sebagai tersangka merupakan bentuk ancaman untuk berekspresi dan menyuarakan kebenaran. Ia juga menyatakan penangkapan pembuat film dokumenter WatchdoC itu sebagai bentuk kemunduran demokrasi di Indonesia.
“Kita merasa bahwa ini ancaman kebebasan berekspresi kawan-kawan, ancaman terhadap kita untuk mencoba menyuarakan sebuah kebenaran. Dan kita merasa bahwa penangkapan Dandhy ini sebagai bentuk sebuah kemunduran demokrasi yang terjadi saat ini karena itu kita melakukan aksi yang disebut jalan mundur itu sebagai simbol dari mundurnya demokrasi yang terjadi di Indonesia,” kata dia.
Koordinator Bidang Advokasi AJI Indonesia, Sasmito Madrin, menambahkan dalam aksi ini AJI Jakarta juga meminta pelaku kekerasan terhadap jurnalis ditindak oleh aparat kepolisian. Sepekan terakhir, lanjut dia, AJI Indonesia mencatat ada 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis, 9 kasus di antaranya dilakukan oleh oknum anggota Polri.
“Kemudian kita juga mendorong kasus-kasus kekerasan yang diduga dilakukan polisi ada 9 kasus yang kita lihat pelakunya itu diduga dari kepolisian kita berharap pihak kepolisian mengusut kasus ini tanpa ada laporan pun itu harus diusut karena kekerasan terhadap jurnalis bukan delik aduan jadi teman-teman kepolisian bisa langsung mengusut tanpa adanya laporan,” kata Sasmito.
ADVERTISEMENT
“Tapi kita juga mendorong perusahaan media untuk aktif mengadvokasi jurnalisnya yang menjadi korban. Di samping polisi aktif, perusahaan media juga harus aktif melaporkan kasus ini. Bukan sebagai kasus etik, tapi sebagai kasus pelanggaran pidana sesuai Undang-Undang Pers,” tutupnya.