Kejagung Dalami Dugaan Korupsi Penerbitan SHM dan SHGB Pagar Laut Tangerang

25 Januari 2025 12:41 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) turut mendalami soal adanya dugaan korupsi di balik penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) pada lokasi Pagar Laut Tangerang.
ADVERTISEMENT
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan saat ini pihaknya masih memantau proses penanganan yang dilakukan oleh instansi terkait. Selain itu, Kejagung juga turun langsung untuk kajian guna mendalami dugaan korupsi tersebut.
"Kami sedang mengikuti secara saksama perkembangannya di lapangan, dengan mengedepankan instansi atau lembaga leading sector yang sedang menangani, dan secara proaktif melakukan kajian dan pendalaman apakah ada informasi atau data yang mengindikasikan peristiwa pidana terkait tipikor," ujar Harli saat dihubungi, Sabtu (25/1).
Kementerian ATR/BPN mengungkapkan ada 266 SHGB dikuasai 2 perusahaan dan 9 perorangan di kawasan pagar laut di Tangerang. Padahal, lahan itu berada di luar garis pantai yang seharusnya tidak boleh ada sertifikat itu.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid (kedua kiri) berjalan melewati jembatan saat meninjau pagar laut di Pantai Anom, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (24/1/2025). Foto: ANTARA FOTO/Putra M. Akbar
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid ambil keputusan. Ia membatalkan 50 SHGB yang ada di kawasan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.
ADVERTISEMENT
"Hari ini pembatalan sertifikat baik itu SHM maupun SHGB, ada yang dibatalkan, kurang lebih 50 bidang," kata Nusron usai meninjau pagar laut yang bersertifikat di Tangerang, Jumat (24/1).
"Tapi, yang jelas belum semua, proses satu-satu, kan ngecek satu-satu, sertifikat nomor sekian dicek, lalu ada di sini, ya oke, karena aturan begitu," lanjutnya.
Menurut Nusron, pembatalan dilakukan usai pengecekan dokumen secara yuridis yang bisa dilakukan di kantor pertanahan atau balai desa. Lalu, mengecek prosedur untuk mengetahui proses sertifikasi sudah benar atau belum.
Proses pembatalan dimulai dari cek fisik dan material, hingga ke tempat terbitnya SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur.
Didapati, SHGB milik perusahaan itu telah tidak memiliki fisik secara material sehingga masuk dalam kategori tanah musnah, dan dilakukan pembatalan.
ADVERTISEMENT
"Tadi kita lihat sama-sama fisiknya sudah tidak ada tanahnya, karena sudah tidak ada tanahnya, saya enggak mau debat mana garis pantai, toh kalau dulunya empang, (sekarang) sudah tidak ada fisiknya maka itu masuk kategori tanah musnah otomatis hak apa pun di situ hilang, hak milik hilang, HGB juga hilang, barangnya sudah tidak ada," katanya.
Nantinya, proses pembatalan akan dilakukan secara kontinyu mengingat proses pengecekan ratusan sertifikat tersebut harus dilakukan satu per satu.
Terkait pagar laut ini, Kementerian ATR dan Kementerian Kelautan dan Perikanan akhirnya membongkarnya. Tim dibantu TNI AL hingga nelayan secara bertahap mencabut pagar sepanjang 30 Km itu.