Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
14 Ramadhan 1446 HJumat, 14 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Kejagung Geledah Ditjen Migas Kementerian ESDM, Apa Saja yang Disita?
10 Februari 2025 20:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM di kawasan Rasuna Said, Jakarta, pada Senin (10/2). Penggeledahan ini terkait penyidikan kasus dugaan korupsi.
ADVERTISEMENT
"Penggeledahan ini dilakukan terkait dengan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama atau KKKS tahun 2018-2023," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, kepada wartawan.
Menurut Harli, ada beberapa ruangan yang digeledah. Termasuk ruangan direktur.
“Yang pertama di ruangan Direktur Pembinaan Usaha Hulu, kemudian yang kedua di ruangan Direktur Pembinaan Usaha Hilir, dan di ruangan Sekretaris Direktorat Jenderal Migas,” lanjutnya.
Harli menyebutkan dari tiga ruangan itu Kejagung menyita sebanyak 5 dus yang berisi dokumen, handphone, laptop serta soft file.
“Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus telah menemukan barang-barang berupa 5 dus dokumen, kemudian ada barang bukti elektronik berupa handphone sebanyak 15 unit, dan ada satu unit laptop dan empat soft file,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Kami juga tambahkan bahwa penyidik hingga saat ini sudah mengumpulkan setidaknya bukti-bukti berupa keterangan saksi terhadap 70 orang saksi dan sudah dilakukan pemeriksaan termasuk satu ahli terkait dengan keuangan negara,” tambahnya.
Harli menyebutkan bahwa barang bukti tersebut akan dibawa ke Kejagung untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk membuka secara terang benderang kasus tersebut.
Lebih lanjut, Harli menjelaskan terkait kasus tersebut berawal pada 2018 ketika dikeluarkan peraturan Menteri nomor 42/2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. PT Pertamina diwajibkan mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dan kontraktor kontrak kerjasama atau KKKS swasta diwajibkan menawarkan kepada Pertamina.
Harli mengungkapkan, jika penawaran KKKS ditolak Pertamina, maka penolakan itu digunakan untuk mengajukan rekomendasi untuk persetujuan ekspor. Harli menyebutkan, PT KPI diduga ada upaya melawan hukum pada saat penawaran KKKS tersebut.
ADVERTISEMENT
“Bahwa dalam pelaksanaannya KKKS swasta dan Pertamina dalam hal ini ISJ dan atau PT KPI berusaha untuk menghindari kesepakatan pada waktu penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara. Nah dari mulai di situ nanti ada unsur perbuatan melawan hukumnya,” tuturnya.
Harli melanjutkan, dalam pelaksanaanya, minyak mentah dan kondensat bagian negara atau MMKBN yang dilakukan ekspor karena terjadi pengurangan produksi akibat pandemi COVID-19 justru ditolak dan malah melakukan impor minyak mentah dari luar negeri.
“Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah di kilang harus digantikan dengan minyak mentah impor yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” jelasnya.
Belum ada keterangan dari pihak Pertamina mengenai penyidikan kasus tersebut.
ADVERTISEMENT