Kejagung Jerat 9 Dirut Perusahaan Swasta Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula

20 Januari 2025 20:15 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas membawa tersangka baru terkait kasus korupsi impor gula ke mobil tahanan di Kejagung, Jakarta, Senin (20/1/2025). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas membawa tersangka baru terkait kasus korupsi impor gula ke mobil tahanan di Kejagung, Jakarta, Senin (20/1/2025). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 9 orang sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Kasus itu turut menjerat eks Mendag Thomas Trikasih Lembong sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
"Tim penyidik pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada Jampidsus telah mendapatkan alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan orang tersangka," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers, Senin (20/1).
Kesembilan tersangka itu, yakni:
Qohar menjelaskan, perkara ini bermula pada 2 Mei 2015. Saat itu, diadakan rapat koordinasi antarkementerian dan diputuskan Indonesia tengah mengalami surplus gula, sehingga tidak membutuhkan adanya impor.
Petugas membawa tersangka baru terkait kasus korupsi impor gula ke mobil tahanan di Kejagung, Jakarta, Senin (20/1/2025). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Namun, di tahun itu, tersangka TWN mengajukan permohonan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebesar 105 ribu ton ke Kementerian Perdagangan. Tom Lembong yang saat itu menjabat Menteri Perdagangan kemudian mengeluarkan izin atas permohonan tersebut. PT AP juga diizinkan mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih.
ADVERTISEMENT
"Kemudian gula kristal mentah tersebut dilakukan impor tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait. Serta tanpa adanya rekomendasi dari Menteri Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula di dalam negeri," jelas Qohar.
Konpers terkait kasus korupsi impor gula di Kejagung, Jakarta, Senin (20/1/2025). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Pada Desember 2015, dilakukan rapat koordinasi antarkementerian yang berada di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu pembahasannya menyatakan Indonesia pada Januari-April 2016 diperkirakan mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton. Namun, dalam rapat itu tidak pernah diputuskan bahwa Indonesia perlu mengimpor gula kristal putih.
Kemudian, pada November hingga Desember 2015, tersangka Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), memerintahkan stafnya untuk melakukan pertemuan dengan 8 perusahaan gula swasta tersebut.
Adapun perusahaan swasta yang dimaksud, yakni PT AP, PT AF, PT SUJ, PT MSI, PT PDSU, PT MT, PT DSI, PT BNM. Pertemuan dilakukan di Gedung Equality Tower, SCBD, Jakarta.
ADVERTISEMENT
"Di mana pertemuan tersebut dilakukan sebanyak empat kali untuk ditunjuk sebagai pihak yang akan melaksanakan impor gula kristal mentah untuk kemudian diolah menjadi gula kristal putih," ungkap Qohar.
"Jadi sebelum ada penandatanganan kontrak, ke-8 perusahaan tersebut sudah diundang lebih dahulu, sudah diberi tahu," tambah dia.
Selanjutnya, pada Januari 2016, Tom Lembong menerbitkan surat penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga gula nasional.
Hal tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300 ribu ton.
"Jadi penugasannya baru belakangan setelah mereka dilakukan rapat empat kali untuk ditunjuk sebagai impor gula," jelas Qohar.
PT PPI lalu membuat perjanjian kerja sama dengan 8 perusahaan gula swasta tersebut.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Tom Lembong memerintahkan Karyanto Supri selaku Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag saat itu untuk menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih terhadap 8 perusahaan itu.
"Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga seharusnya yang diimpor adalah gula kristal putih yang dilakukan impor secara langsung. Dan yang dapat melakukan impor hanyalah Badan Usaha Milik Negara atau BUMN," terang dia.
"Selain daripada itu, persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan tersebut di atas diterbitkan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, serta dilakukan tanpa adanya rapat koordinasi dengan instansi lain yang terkait," sambungnya.
Selain itu, 8 perusahaan gula swasta itu sebetulnya hanya memiliki izin sebagai produsen gula rafinasi.
ADVERTISEMENT
Lalu, setelah gula kristal mentah diolah menjadi gula kristal putih, PT PPI seolah membelinya dari para perusahaan tersebut. Padahal, penjualan sebenarnya dilakukan ke pasaran dengan harga lebih tinggi dari HET.
"Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP tersebut, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola GKM menjadi GKP sebesar Rp 105 per kilogram," kata Qohar.
PT AP yang dikelola tersangka TWN kemudian pada 8 Maret 2016 kembali mengajukan izin impor gula kristal mentah sebesar 105 ribu ton. Lagi-lagi, proses perizinan impor dilakukan tidak sesuai ketentuan.
Selang sebulan kemudian, tersangka AP kembali mengajukan impor gula mentah sebanyak 157.500 ton yang proses perizinannya diduga melanggar ketentuan.
ADVERTISEMENT
Pada 28 April 2016, tersangka TWN dan para tersangka lainnya untuk kembali mengajukan izin impor gula kristal mentah sebesar 200 ribu ton. Proses perizinan impor ini juga diduga tidak sesuai dengan aturan.
Kemudian, 7 Juni 2016, tersangka ASB selaku Direktur Utama PT KTM juga mengajukan permohonan persetujuan impor raw sugar sebanyak 110 ribu ton. Hal ini pun tidak dilakukan sesuai prosedur.
Terakhir, pada 29 Juni 2016, tersangka HFH juga mengajukan permohonan izin impor gula kristal mentah sebesar 20 ribu ton.
"Bahwa dengan adanya penerbitan persetujuan impor gula kristal mentah menjadi gula kristal putih oleh Menteri Perdagangan saat itu, Saudara TTL selaku tersangka, kepada para tersangka yang merupakan pihak swasta, menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai," jelas Qohar.
ADVERTISEMENT
"Namun justru, memberikan keuntungan kepada para pihak swasta dan menerbitkan kerugian keuangan negara," tambah dia.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Mereka kini juga ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung dan Rutan Salemba Cabang Kejari Jaksel selama 20 hari ke depan.