Kejagung Sita Tanah hingga Ruko Milik Para Tersangka Kasus Dugaan Korupsi LPEI

21 Februari 2022 20:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kejagung sita aset tanah seluas 85.427 M2 milik Direktur PT Mount Dreams Indonesia, JD, di kasus dugaan korupsi LPEI.  Foto: Kejagung
zoom-in-whitePerbesar
Kejagung sita aset tanah seluas 85.427 M2 milik Direktur PT Mount Dreams Indonesia, JD, di kasus dugaan korupsi LPEI. Foto: Kejagung
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita sejumlah aset milik tersangka kasus dugaan korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019. Aset yang disita mulai dari tanah hingga bangunan ruko.
ADVERTISEMENT
Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer mengatakan, aset tersebut disita dari dua orang tersangka yakni JD selaku Direktur PT Mount Dreams Indonesia dan S selaku Direktur PT. Jasa Mulia Indonesia, PT. Mulia Walet Indonesia dan PT. Borneo Walet Indonesia.
Aset yang disita dari JD:
"Selanjutnya Tim Penyidik bersama dengan Tim Pengelolaan Barang Bukti melakukan pemasangan tanda penyitaan dan tindakan pengamanan terhadap barang bukti tersebut," kata Leonard.
Kejagung sita aset tanah seluas 85.427 M2 milik Direktur PT Mount Dreams Indonesia, JD, di kasus dugaan korupsi LPEI. Foto: Kejagung
Aset yang disita dari S:
ADVERTISEMENT
Kejagung sita aset milik Direktur PT. Jasa Mulia Indonesia, PT. Mulia Walet Indonesia dan PT. Borneo Walet Indonesia. Foto: Kejagung
Kejagung sita aset milik Direktur PT. Jasa Mulia Indonesia, PT. Mulia Walet Indonesia dan PT. Borneo Walet Indonesia. Foto: Kejagung
Leonard mengatakan, penyitaan aset milik S berupa 11 bidang tanah dan ruko seluas 1.496 M2 itu telah mendapatkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Semarang.
ADVERTISEMENT
Sesuai Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 1/PEN.PID.SUS/02/2022/PN SMG tanggal 14 Februari 2022.
"Terhadap aset-aset para Tersangka yang telah disita tersebut, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara di dalam proses selanjutnya," kata Leonard.
Ilustrasi gedung Jam Pidsus, Kejagung. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan

Kasus LPEI

Dalam perkara ini, LPEI dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional telah memberikan pembiayaan kepada para debitur tanpa melalui Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik dan tidak sesuai dengan Aturan Kebijakan Perkreditan LPEI.
Sehingga berdampak pada meningkatnya Kredit Macet/Non-Performing Loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39 persen dan berdasarkan Laporan Keuangan LPEI per 31 Desember 2019, LPEI mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4.700.000.000.000.
ADVERTISEMENT
Fasilitas pembiayaan tersebut diberikan kepada 8 Group (terdiri dari 27 perusahaan) tanpa melalui Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik dan tidak sesuai dengan Aturan Pembiayaan dari laporan Sistem Informasi Manajemen Resiko Pembiayaan LPEI sekarang dalam posisi Kolektibilitas 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019 yaitu:
"Bahwa terhadap perbuatan melawan hukum tersebut, dari perhitungan sementara penyidik mengakibatkan kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp 2.600.000.000.000 dan saat ini masih dilakukan perhitungan kerugian keuangan Negara oleh BPK RI," kata Leonard.
Sudah ada tujuh orang yang dijerat tersangka terkait kasus tersebut. Mereka adalah:
ADVERTISEMENT