Kejagung Yakin Hakim Akan Hukum Mati Heru Hidayat: Vonis Ultra Petita Wajar

22 Desember 2021 10:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Heru Hidayat (kanan) mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/9).  Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Heru Hidayat (kanan) mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/9). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons duplik Heru Hidayat terkait kasus dugaan korupsi PT ASABRI. Heru menilai tuntutan jaksa soal hukuman mati terlalu dipaksakan.
ADVERTISEMENT
Kejaksaan tetap yakin hukuman mati dapat diterapkan oleh hakim. Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer pun bicara mengenai vonis hakim yang bersifat ultra petita. Menurut Leonard, vonis macam itu bisa saja dilakukan terhadap Heru Hidayat.
"Perlu dipahami bahwa putusan Hakim yang bersifat ultra petita dibenarkan berdasarkan hukum acara pidana Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (4) KUHAP, yang mengatur musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang," kata Leonard dalam keterangannya, Selasa (21/12).
Artinya, kata Leonard, berdasarkan ketentuan tersebut Majelis Hakim dalam memutus suatu perkara tidak semata-mata hanya berdasarkan pada surat dakwaan jaksa, tetapi juga berdasarkan atas segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
ADVERTISEMENT
Heru Hidayat didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor. Namun, dalam tuntutan, jaksa menuntut Heru Hidayat dengan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang memuat ketentuan mengenai ancaman hukuman mati.
Leonard mengatakan hal tersebut karena dalam persidangan ditemukan hal-hal yang memberatkan akibat perbuatan pidana yang dilakukan dalam perkara PT ASABRI.
Heru dinilai telah melakukan korupsi secara bersama-sama yang menimbulkan kerugian keuangan negara sangat besar dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 22.788.566.482.083.
"Di mana atribusi dari kerugian keuangan negara tersebut dinikmati Terdakwa Heru Hidayat sebesar Rp 12.643.400.946.226," kata Leonard.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak. Foto: Humas Kejagung/HO ANTARA
Leonard mengatakan, berdasarkan KUHAP, hakim dalam memeriksa perkara bersifat aktif dan bebas mempertimbangkan segala sesuatunya yang terkait dengan perkara yang sedang diperiksa tersebut.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas maka putusan Hakim harus berani mengakomodir nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Termasuk di dalamnya berani menerapkan asas hukum yang dianggap memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan kepada masyarakat dan negara.
Leonard kembali menegaskan, dalam praktik peradilan, hakim memutus perkara di luar dari pasal yang didakwakan kepada Terdakwa adalah bukan sesuatu hal yang baru.
Dia pun mencontohkan adanya kasus Susi Tur Andayani yang merupakan perantara suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
"Terkait putusan perkara atas nama Susi Tur Andayani hanyalah salah satu contoh sebagai penegasan bahwa Putusan Hakim diberikan kebebasan untuk memutus perkara di luar dari pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada Terdakwa," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Heru dinilai tidak memiliki sedikit pun empati dengan beriktikad baik mengembalikan hasil kejahatan yang diperoleh dan telah dinikmatinya secara sukarela. Serta tidak pernah menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah salah.
Bahkan, kata Leonard, telah dilakukan berulang karena beranggapan bahwa transaksi di pasar modal yang dilakukannya adalah perbuatan perdata yang lazim dan lumrah. Padahal banyak pihak dirugikan terutama negara dirugikan dengan timbulnya kerugian keuangan negara yang dinikmati Heru.
"Dari dua perbuatan pidana tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berulang-ulang (Jiwasraya dan ASABRI) yaitu sebesar Rp 23.372.184.321.226," pungkas Leonard.