Kejaksaan Agung Setor Rp 97 Miliar Terkait Perkara Honggo Wendratno ke Negara

7 Juli 2020 22:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menata barang bukti berupa uang sitaan di kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (7/7).  Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menata barang bukti berupa uang sitaan di kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (7/7). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung mengeksekusi sejumlah barang bukti yang sudah diputus pengadilan terkait perkara korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratno. Termasuk di antaranya ialah uang puluhan miliar rupiah.
ADVERTISEMENT
"Jaksa eksekutor akan melaksanakan eksekusi terhadap barang bukti atau rampasan karena telah diputus pengadilan sejumlah uang Rp 97.090.201.578 yang akan disetorkan ke kas negara dan (juga) kilang (minyak) PT TPPI," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Selasa (7/7).
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Honggo selama 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Honggo dinilai terbukti merugikan keuangan negara senilai USD 2.716.859.655 atau sekitar Rp 37,8 triliun dalam penjualan kondensat bagian negara kepada PT TPPI.
Honggo juga divonis membayar uang pengganti sebesar USD 128.233.370. Dalam putusannya, hakim menyebut uang pengganti itu harus dengan memperhatikan nilai bukti berupa tanah dan bangunan yang di atasnya terdapat pabrik kilang LPG atas nama PT Tuban LPG Indonesia di Tuban, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Namun, uang Rp 97 miliar yang dieksekusi bukanlah bagian dari uang pengganti yang diputus pengadilan. Uang Rp 97 miliar merupakan perampasan keuntungan atau penghapusan keuntungan yang diperoleh Honggo dari hasil korupsi. Salah satunya keuntungan dari kilang minyak.
Sehingga Honggo masih wajib membayar uang pengganti senilai USD 128 juta dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 37,8 triliun.
Eksekusi dilakukan Kejaksaan Agung setelah vonis Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Honggo sudah inkrah. Dalam kurun waktu 7 hari, Honggo yang keberadaannya misterius tidak menyatakan banding.
Sidang tersebut digelar secara in absentia lantaran keberadaan Honggo yang masih buron.
Kepala Pusat Henerangan dan Hukum Kejagung, Hari Setiyono. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara terkait keberadaan Honggo yang masih gelap alias buron, Jampidsus Kejagung, Ali Mukartono, menyebut pihaknya maupun kepolisian masih berupaya menangkapnya.
ADVERTISEMENT
"Perkara ini ditangani Polri, dan dari berkas yang saya terima upaya Polri luar biasa. Ke luar negeri dan sebagainya karena belum ketemu ya enggak boleh berhenti (upaya hukum). Harus jalan," kata dia di kesempatan yang sama.
"Oleh karena itu kita memang baru sebagian eksekusi uang dan barang bukti berupa kilang, karena kalau kilang dibiarkan akan semakin rusak dan tak ada manfaatnya," sambungnya.
Petugas menata barang bukti berupa uang sitaan di kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (7/7). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula saat Dirut PT TPPI Honggo Wendratno mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas.
Honggo mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor: TPPI/BPH Migas/L-040 tertanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.
ADVERTISEMENT
Padahal, saat itu PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi dan memiliki utang kepada PT. Pertamina (Persero).
Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Tersangka Kasus Kondensat, Honggo Wendratno Foto: Aria Pradana/kumparan
Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Kepala BP Migas Raden Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tapi penunjukan itu menyalahi prosedur.
Penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa. Selain itu, penunjukan PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melalui lelang terbatas.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, PT TPPI tidak terdaftar di BP Migas, tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.
Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran. Akibat penyerahan kondensat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.
Petugas menata barang bukti berupa uang sitaan di kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (7/7). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
PT TPPI mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya menjadi Produk Migas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina, menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak dibutuhkan PT Pertamina. Akibatnya, semua produk olahannya tidak dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain.
ADVERTISEMENT
Jumlah keseluruhan penyerahan kondensat bagian negara kepada Honggo Wendratno selaku PT TPPI periode sejak tanggal 23 Mei 2009 sampai dengan 2 Desember 2011 adalah sebanyak 33.089.400 barel dengan nilai USD 2.716.859.655,37. Hal itu diperoleh dari 129 kali penyerahan kondensat bagian negara.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)