Kejaksaan: Kasus Korupsi Satelit Kemhan 2012-2021 Rugikan Negara Rp 500 M

15 Juni 2022 14:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta. Foto: Kejaksaan Agung RI
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta. Foto: Kejaksaan Agung RI
ADVERTISEMENT
Tim Penyidik Koneksitas yang terdiri dari Jaksa Penyidik pada Bidang Pidana Militer Kejaksaan Agung; Penyidik dari POM TNI; dan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta telah menetapkan tiga orang tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012-2021.
ADVERTISEMENT
Salah satu tersangka berasal dari unsur TNI. Yakni mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Muda TNI (purn) berinisial AP. Dua tersangka lainnya ialah Direktur Utama PT Dini Nusa Kesuma Surya Witoelar dan Komisaris Utama PT Dini Nusa Kesuma, Arifin Wiguna.
Ketiga tersangka diduga melakukan perbuatan secara melawan hukum merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit.
"Akibat perbuatan para Tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara," kata Direktur Penindakan JAMPidmil pada Kejaksaan Agung, Brigjen TNI Edy Imran, dalam konferensi pers, Rabu (15/6).
Edy Imran merinci dugaan kerugian negara yang terjadi dalam kasus ini, yakni:
"Total Rp.500.579.782.789 yang telah dilakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," kata Edy.
ADVERTISEMENT
Menurut Edy, Tim Penyidik Koneksitas juga secara intens melakukan koordinasi dengan BPKP. Hasil audit BPKP telah dilakukan sebanyak 3 kali yaitu audit internal, audit atas tujuan tertentu dan audit investigasi.
"Hasil pemeriksaan keterangan para saksi secara maraton serta alat bukti lainnya, baik berupa dokumen, surat, rekaman video, rekaman suara serta alat bukti lainnya terdapat unsur-unsur yang kuat dan meyakinkan patut diduga bahwa telah terjadi kerugian negara dalam proses pengadaan dan sewa Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) tersebut," papar Edy.
Ilustrasi satelit. Foto: Michael Dunning/Getty Images
Perkara ini bermula saat Satelit Garuda 1 yang keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada tanggal 19 Januari 2015. Hal ini membuat terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu. Jika tak dipenuhi maka slot dapat digunakan negara lain.
Kemhan disebut kemudian menyewa satelit kepada Avanti Communication Limited (Avanti), pada tanggal 6 Desember 2015 untuk mengisi sementara kekosongan. Padahal, Kemhan tidak mempunyai anggaran untuk itu.
Belakangan, Avanti menggugat Kemhan di London Court of International Arbitration (LCIA) atas dasar kekurangan pembayaran sewa. Negara bahkan harus membayar Rp 515 miliar karena gugatan itu.
Selain itu, penyimpangan diduga terjadi dalam pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) Kemhan tahun 2015. Penyedia Satelit yang kemudian bekerja sama dengan Kemhan adalah Navayo, Airbus, Detente, Hogan, Lovel, dan Telesa.
ADVERTISEMENT
Terkait ini, Kemhan digugat Navayo di Pengadilan Arbitrase Singapura karena wanprestasi kontrak. Kemhan diwajibkan membayar USD 20.901.209 (sekitar Rp 298 miliar) kepada Navayo.