Kelakar Bivitri Ajak JK Buat Dirty Vote 2: Bongkar 75% Kecurangan Pemilu

7 Maret 2024 21:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, saat ditemui wartawan usai menghadiri Aksi Kamisan di depan Istana Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, saat ditemui wartawan usai menghadiri Aksi Kamisan di depan Istana Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla (JK), ikut menonton dan mengomentari film dokumenter Dirty Vote yang menampilkan dugaan kecurangan pemilu. Tak lama usai dirilis, JK menyebut baru 25 persen dugaan kecurangan pemilu yang terungkap dalam film itu.
ADVERTISEMENT
Bivitri dan JK lalu sama-sama hadir dalam diskusi Election Talks #4 'Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi' di FISIP UI, Kamis (7/3), sore ini. Dalam kesempatan itu, Bivitri berkelakar dan mengajak JK untuk membuat lanjutan film Dirty Vote.
"Saya mau berterima kasih pada Pak JK karena bilang yang (kecurangan di Dirty Vote) 25 persen itu loh Pak. Kata temen-temen produser dan Director Dirty Vote coba tanya sama pak JK yang 75 persen lagi mau dijadiin film Dirty Vote 2," kata Bivitri.
"Kata Pak JK Itu baru 25 persen. Nah jadi waktu kami roadshow ada yang bilang 'ah kata Pak JK kalian ini cuma bisa 25 persen', saya bilang kalau mau yang 75 persen (terbongkar kecurangan), kita minta aja pak JK jadi produser filmnya," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Jusuf Kalla menghadiri Election Talks di FISIP UI, Depok, Kamis (7/3/2024). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
Bivitri lalu kembali menyinggung berbagai kecurangan pemilu yang juga masuk dalam Dirty Vote. Menurutnya, salah satu kecurangan yang sangat berbahaya bagi demokrasi adalah pembunuhan oposisi.
Sebab itu, ia menyatakan dukungan terhadap penggusuran hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu, pun berharap ada oposisi yang seimbang pada pemerintahan mendatang.
"Itu semua kan bisa terjadi karena pemerintahan Pak Jokowi berhasil membunuh oposisi. Oposisi formal di dari dan masyarakat sipil. Kayak Orde Baru banget kan ya? Ada lagunya segala kalau DPR itu bener-bener stempel. Dan jadi oke kita bunuh KPK, 2 minggu jadi UU-nya. Oke kita bikin UU minerba, 6 hari jadi UU-nya. Mau pindah ibu kota ke IKN? 21 hari jadi UU-nya," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai ini kita teruskan, karena itu yang mematikan demokrasi. Di sisi lain oposisi 'non formal' dari masyarakat sipil pun dilemahkan, ditakuti dengan UU ITE, ditangkap, dan sebagainya. Akhirnya demokrasi terdengar dengan bangunan indah tapi di dalamnya keropos. Ini yang sebenarnya mengerikan," pungkas Bivitri.