Kemendikbud: PPDB soal Implementasi, Ada Satu KK 10 Anak Lahir di Tahun Sama

21 Juni 2024 14:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jumpa pers Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan PPDB Tahun 2024/2025 di Hotel Sutasoma, Jakarta Selatan. Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jumpa pers Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan PPDB Tahun 2024/2025 di Hotel Sutasoma, Jakarta Selatan. Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemendikbudristek angkat bicara terkait kecurangan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi dengan melakukan pemalsuan domisili.
ADVERTISEMENT
Irjen Kemendikbudristek, Chatarina Muliana, mengakui kecurangan ini sudah terjadi hampir setiap tahunnya. Hal ini pun sudah dimitigasi dengan adanya Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017.
"Jadi memang pada waktu kita mulai (sistem zonasi) bisa dengan surat keterangan dari Lurah tentang domisili karena ada alasan berbagai hal. Tetapi akhirnya karena banyak pemalsuan kita pakai strategi wajib pakai KK, tidak boleh lagi pakai suket," ujar Chatarina dalam jumpa pers, Jumat (21/6).
Selain itu, Chatarina menjelaskan, sudah ada aturan Kepsekjen Kemendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023. Di sana, diatur tentang kerja sama Kemendikbudristek dengan Dukcapil terkait kesesuaian data kependudukan.
Pegawai melayani wali siswa calon peserta didik baru yang mengantre untuk konsultasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi di kantor Dinas Pendidikan Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (3/7/2023). Foto: Maulana Surya/ANTARA FOTO
"Karena kan yang kita pastikan tujuan KK (digunakan dalam PPBD) itu adalah anak berkumpul dengan orang tua. KK itu kan kartu keluarga yang menjelaskan siapa orang tua kandung, atau siapa anak kandung, atau siapa anak angkat yang diadopsi dalam KK. Nah, oleh karena itu kita memastikan jangan sampai nanti ada pemalsuan, misalkan," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Menurut Chatarina, yang menjadi masalah terkait kecurangan ini bukanlah soal regulasi. Melainkan, implementasi dari masing-masing sekolah pelaksana PPBD.
"Sebenarnya kelihatan yang menjadi permasalahan adalah sekali lagi bukan regulasi, tapi ini implementasi, ketika di-upload, sekolah tidak melakukan klarifikasi dokumen," beber Chatarina.
Ia mengambil contoh di suatu daerah terdapat KK yang berisi 10 anak dengan usia berdekatan. Ini mestinya bisa diketahui saat proses verifikasi dokumen.
"Padahal di KK itu anaknya bisa 10. Anaknya 10 tahun lahirnya bisa tahun lahir yang bersamaan. Ya kan gak mungkin seorang ibu melahirkan di tahun bersamaan lebih dari 1, jarak bulannya juga hampir sama," jelas dia.
"Kalau ada klarifikasi itu, itu yang kita minta. Seharusnya itu tidak bisa diterima sebagai syarat yang sudah terpenuhi. Jadi ini hanya masalah implementasi, kalau regulasinya sudah jelas. Sehingga dalam implementasi yang kita atur dalam kepsekjen 47 bahwa harus jelas tidak boleh di situ dilihat bahwa anaknya itu kok 10 bisa sih, pada tahun yang bersamaan," sambungnya.
ADVERTISEMENT