Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Kemendikdasmen: Siswa Bisa Ajukan Validasi Prestasi ke Pemerintah
3 Maret 2025 21:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pada jalur prestasi, siswa yang prestasinya tapi belum tervalidasi oleh pemerintah dapat mengajukan usulan kepada pemerintah daerah, atau ke unit kerja di kementerian yang membidangi talenta dan prestasi, yaitu Puspresnas.
“Nah, yang paling penting di sini adalah prestasi belum divalidasi oleh pemerintah daerah atau dikurasi oleh kementerian, pemangku kepentingan dapat mengajukan usulan kepada pemerintah daerah atau ke unit kerja di kementerian yang membidangi talenta dan prestasi, yaitu Puspresnas,” tutur Dirjen PAUD Kemendikdasmen Gogot Surharwoto di Gedung A Kemendikbud, Jakarta Pusat, Senin (3/3).
“Pemangku kepentingan, siapa saja? Ya, mulai calon murid, penyelenggara lomba, satuan pendidikan, penyelenggara SPMB, atau pihak lain yang terkait,” tambah dia.
Pada kesempatan yang sama, Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyebutkan penerimaan murid baru lewat jalur prestasi tidak akan lagi menggunakan nilai rapor. Nantinya sistem ini akan diganti dengan hasil dari Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti UN.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, alasannya karena validitas dari nilai rapor yang masih banyak menimbulkan polemik akibat adanya sedekah nilai kepada para murid.
“Jadi nanti jalur prestasi yang kita kembangkan itu tidak lagi menggunakan nilai rapor. Karena, mohon maaf ya, banyak masyarakat yang mempersoalkan validitas dari nilai rapor. Karena banyak yang guru-guru itu karena baik hati, jadi sedekah nilai kepada muridnya,” ungkap Mu’ti di lokasi yang sama.
“Harusnya 6, dinilai 8. Harusnya 8, dinilai 10. Sehingga ukuran-ukuran nilai yang seperti itu, itu kemudian kami coba meminimalkan dengan tes kemampuan akademik," imbuhnya.