Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kepala BIN: Ada yang Memelintir Kasus Serangan Orang Gangguan Jiwa
15 Februari 2018 14:00 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Kasus serangan ke pemuka agama yang dilakukan oleh orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) terjadi di Jawa Barat. Kasus ini kemudian berkembang liar hingga ke Jawa Timur. Muncul dugaan dan tudingan adanya rekayasa. Belum lagi isu SARA juga menyeruak.
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, kasus serangan oleh orang dengan gangguan jiwa ini tak terkoneksi antara satu dengan yang lainnya.
"Kalau melihat ini secara jernih. Contoh yang di Jatim itu dia kan mau berobat. Memang sudah berobat di situ. Karena ustaz yang mengobati itu tidak ada. Dari pagi sampai sore karena mereka itu boring, kekurangan. Kan dia stres terus ngamuk," beber Budi di Kantor Wapres di Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (15/2).
"Di Bogor beda lagi. Dan itu orang gila murni. Kita sedang mengalami tes. Ada lagi di Bogor direkayasa , diganti pakai seragam. Kemudian difilm (divideo-red) dan diviralkan," imbuh Budi.
Budi menilai bahwa ada pihak yang memelintir kasus kekerasan tersebut. "Satu case dengan lainnya tidak ada keterkaitan. Ada pihak yang memelintir. Dugaan buat SARA, dipolitisir, lempar berita hoaks. Termasuk isu lama juga dilempar lagi. Masyarakat harus peka. Jangan sampai kita terjebak," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Budi menjelaskan, pelaku penyebaran hoaks ini berasal dari dalam negeri. Cyber Crime Mabes Polri bekerja mengungkap para penyebar hoaks.
"Ya dari dalam. Kebanyakan dalam. Sampai hari ini sekitar 7 tersangka, bekerja sama dengan cyber crime," tegas dia.
Budi juga menepis anggapan BIN kebobolan dalam kasus serangan oleh orang dengan gangguan jiwa ini.
"Enggak. Karena kita sudah prediksi. Ini kan tahun politik. Dan kita sudah ingatkan bahwa kampanye hitam dalam bentuk penggunaan apa media sosial untuk dipolitisir itu akan marak," tutup Budi.
ADVERTISEMENT