Kepala BNPT Jelaskan Usulan Pemerintah Kontrol Tempat Ibadah yang Jadi Polemik

6 September 2023 22:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo melantik Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/4/2023).  Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo melantik Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/4/2023). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Rycko Amelza Dahniel menjelaskan usulannya soal mekanisme kontrol tempat ibadah untuk mencegah radikalisme.
ADVERTISEMENT
Rycko menerangkan, mekanisme kontrol tempat ibadah ini diusulkan dengan menekankan perlibatan masyarakat setempat dalam pengawasan. Bukan kontrol penuh dan sepihak oleh pemerintah.
"Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat," kata Rycko dalam keterangannya, Rabu (6/9).
Mekanisme kontrol ini juga, lanjut Rycko, tak mengharuskan pemerintah mengambil kendali tempat ibadah secara langsung. Melainkan, mekanisme ini bisa tumbuh dari pemerintah dan masyarakat.
Menurutnya, pengurus masjid dan tokoh agama setempat juga bisa berperan dengan melaporkan aktivitas atau ajaran yang berpotensi mengandung paham radikal.
"Dari tokoh-tokoh agama setempat, atau masyarakat yang mengetahui ada tempat-tempat ibadah digunakan untuk menyebarkan rasa kebencian, menyebarkan kekerasan, itu harus disetop," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sebab, Rycko melanjutkan, pemerintah juga tak akan sanggup mengontrol semua tempat ibadah.
"Kalau pemerintah yang mengontrol tak akan sanggup," tutur Rycko.
Lebih lanjut, Rycko mengeklaim, pihaknya telah melakukan studi banding ke Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Maroko yang telah menerapkan pengawasan pemerintah terhadap tempat ibadah.
Namun, Rycko menyadari situasi di Indonesia berbeda. Oleh karenanya, ia mengusulkan mekanisme kontrol yang bersifat kolaboratif dengan masyarakat setempat seperti tokoh agama, tokoh adat dan tokoh budaya sebagai alternatif yang lebih cocok diterapkan di Indonesia.