Kepsek SMAN 1 Banguntapan Bantah Guru Paksa Siswi Pakai Jilbab: Hanya Tutorial

1 Agustus 2022 19:39 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (1/8/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (1/8/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul, tengah menjadi sorotan. Seorang siswi baru di SMA tersebut mengalami depresi diduga setelah dipaksa menggunakan jilbab oleh guru di sekolah.
ADVERTISEMENT
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Banguntapan, Agung Istianto, mengatakan bahwa Guru BK memang sempat memakaikan jilbab ke siswi tersebut. Namun, hal itu atas seizin siswi dan hanya sekadar tutorial.
"Itu hanya tutorial, ketika ditanya siswanya belum pernah memakai jilbab dan dijawab nggak. Oh belum. Gimana kalau kita tutorial dijawab mantuk (mengangguk) iya," kata Agung usai rapat di Disdikpora DIY, Senin (1/8/2022).
Dia menjelaskan, jilbab yang dikenakan ke siswi tersebut juga diambil dari ruangan guru BK. Saat itu juga telah ada komunikasi guru BK dan siswi.
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul, Agung Istianto di Kantor Disdikpora DIY. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Memang ada komunikasi antara guru BK dengan siswanya dan siswanya mengangguk boleh [dipakaikan jilbab]," bebernya.
Soal informasi bahwa guru mengeluarkan kata-kata yang tak pantas seperti "orang tuamu nggak pernah salat ya" ke siswi itu, Agung membantahnya. Dia mengatakan tidak ada hal yang kasar yang dilakukan guru saat itu.
ADVERTISEMENT
"Nggak. Mboten lah [tidak lah]," katanya.
Menurutnya, tutorial seperti itu tidak harus diajarkan oleh guru agama. Sehingga, guru BK pun boleh-boleh saja untuk mengajarkan.
Meski menegaskan tidak mewajibkan siswinya untuk berjilbab, Agung mengatakan bahwa kebetulan siswi yang ada di sekolahnya semua berjilbab.
"Kebetulan nggih berjilbab semua siswi muslimnya," katanya.
Ilustrasi depresi. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Pantauan kumparan di SMA tersebut, kegiatan belajar mengajar masih seperti biasanya. Hanya saja ketika wartawan datang untuk melakukan konfirmasi, satpam meminta awak media mengumpulkan KTP dan memotret identitas awak media.
Setelah beberapa lama menunggu, satpam mengonfirmasi bahwa humas tidak bisa memberikan keterangan. Satpam juga menjelaskan bahwa keterangan dari sekolah satu pintu di kepala sekolah yang saat itu diketahui tengah berada di Disdikpora.
ADVERTISEMENT

Latar Belakang Kasus

Sebelumnya, seorang siswi baru di SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul diduga mengalami depresi setelah dipaksa gurunya untuk mengenakan jilbab. Kasus ini pun kemudian diadukan ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY (ORI DIY).
Yuliani selaku pendamping anak yang bersangkutan menjelaskan kondisi terkini sang anak. Menurutnya, anak tersebut mulai kembali mau berinteraksi setelah sebelumnya lebih kerang menutup diri.
"Ya sudah mau keluar kamar, mandi. Ambil minum tetapi masuk lagi di kamar kunci lagi," kata Yuli melalui sambungan telepon, Sabtu (30/7/2022).
Dia menjelaskan bahwa kemarin, KPAI Kota Yogyakarta sudah menjenguk anak tersebut. Yuli menjelaskan pertemuan tersebut lebih diisi dengan obrolan yang ringan dan cair agar tak membebani si anak.
ADVERTISEMENT
Dugaan peristiwa pemaksaan memakai jilbab itu terjadi pada saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Pada tanggal 19 Juli anak tersebut dipanggil oleh 3 guru BK atau Bimbingan dan Konseling. Ketiga guru tersebut menanyakan kenapa si anak belum berjilbab.
Dijelaskan Yuli bahwa bapak sang anak ini memang telah membelikan jilbab dari sekolah. Akan tetapi, sang anak memang masih belum mau dan hal ini merupakan hak asasi masing-masing, guru pun tak boleh memaksa meski siswi itu Muslim.
"Sampai (gurunya) bilang orang tuamu nggak pernah salat ya, itu kan kurang ajar itu. Kan itu privasi masing-masing," katanya.
"Kalau anak sampai depresi gini saya yakin pasti ada kata-kata yang menukik (menusuk)," jelas Yuli.