Kesepakatan FIR RI-Singapura: Diragukan Guru Besar UI dan Anggota DPR

27 Januari 2022 8:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertemuan bilateral Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Selasa (25/1/2022). Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan bilateral Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Selasa (25/1/2022). Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia dan Singapura menyepakati perjanjian penyesuaian pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR). Perjanjian ini merupakan hasil dari pertemuan antara Presiden Jokowi dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong.
ADVERTISEMENT
Jokowi berharap, ke depan diharapkan kerja sama penegakan hukum keselamatan penerbangan dan pertahanan keamanan kedua negara dapat terus diperkuat berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang hadir dalam pertemuan itu menjelaskan, kesepakatan ini merupakan buah dari berbagai upaya penyesuaian FIR dengan Pemerintah Singapura.
“Alhamdulillah, hari ini merupakan hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kita berhasil melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Ini bukti keseriusan Pemerintah Indonesia,” kata Menhub Budi Karya.
Taruna AAL tingkat III angkatan ke-67 berlatih navigasi astronomi di atas KRI Bima Suci-945 di perairan Selat Malaka, Rabu (28/10/2020). Foto: ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO
Penyesuaian FIR memiliki sejumlah manfaat bagi Indonesia. Pertama, hal ini meneguhkan pengakuan internasional atas status Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kedaulatan penuh ruang udara di atas wilayahnya, sesuai Konvensi Chicago 1944 dan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) 1982.
ADVERTISEMENT
Manfaat kedua, akan semakin meningkatkan kualitas layanan dan juga keselamatan penerbangan di Indonesia.
Adapun substansi kesepakatan lain yang diatur dalam perjanjian FIR yakni: untuk alasan keselamatan penerbangan, Indonesia masih mendelegasikan kurang dari 1/3 ruang udara (atau sekitar 29 persen) yang berada di sekitar wilayah Singapura kepada Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura secara terbatas.
Namun demikian, biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan pada area layanan yang didelegasikan tersebut menjadi hak Indonesia selaku pemilik ruang udara di area tersebut. Sehingga aspek keselamatan tetap terjaga dan tidak ada pendapatan negara yang hilang.
Kemudian, dilakukan kerja sama sipil militer dalam manajemen lalu lintas penerbangan, termasuk penempatan personel Indonesia di Singapura dan pengenaan biaya Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP), sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. Foto: Widodo S. Jusuf/ANTARA

Guru Besar UI Ragukan Indonesia Mampu Kendalikan FIR di Atas Kepulauan Riau

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana meragukan klaim tersebut. Ia merujuk pada siaran pers Kemenko Marves dan sejumlah pemberitaan media Singapura.
ADVERTISEMENT
"Pertama, Siaran Pers Kemenko Marves menyebutkan di ketinggian 0-37.000 kaki di wilayah tertentu dari Indonesia akan didelegasikan ke otoritas penerbangan Singapura," kata Hikmahanto.
Ia mengatakan, media Singapura menyebut kondisi itu memungkinkan bagi Bandara Changi untuk tumbuh secara komersial dan menjamin keselamatan penerbangan.
"Kedua, menurut media Singapura, seperti channelnewsasia, maka pendelegasian diberikan oleh Indonesia untuk jangka waktu 25 tahun," kata Hikmahanto.
Menurutnya jangka waktu tersebut dapat diperpanjang atas kesepakatan kedua negara. Dengan kondisi tersebut, Hikmahanto menilai Indonesia tidak memiliki persiapan serius untuk mengambil alih FIR di Kepulauan Riau.
Hikmahanto memahami FIR bertujuan untuk keselamatan penerbangan, namun pada kenyataannya Bandara Changi dapat mencetak keuntungan besar bila FIR di atas Kepulauan Riau masih dikendalikan oleh Singapura.
Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengembangan 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas, Kamis (1/12/2021). Foto: Kemenko Marves

Kemenko Marves Tegaskan RI Mampu Kelola FIR

Peringatan Hikmahanto ditanggapi jubir Kemenko Maritim dan Investasi (Marves) Jodi Mahardi. Ia menegaskan tujuan paling strategis terjalinnya FIF adalah terjaminnya kepastian, keamanan, keselamatan, dan efektivitas pelayanan jasa penerbangan pada wilayah informasi penerbangan kedua negara.
ADVERTISEMENT
"Bagi Indonesia, penyesuaian batas FIR ini juga memiliki makna strategis karena penyesuaian batas FIR Singapura dari batas yang ditetapkan ICAO tahun 1973 ke batas FIR sesuai perjanjian ini turut menunjukkan penghormatan Indonesia dan Singapura kepada UNCLOS dan menegaskan kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia," kata Jodi.
Terkait dugaan Indonesia tidak akan mampu mengambil alih FIR, Jodi menegaskan pernyataan itu sepenuhnya tidak benar. Dia memastikan, Indonesia sangat siap dan mampu melaksanakan jasa penerbangan di wilayah FIR.
"Indonesia mendelegasikan pelayanan jasa penerbangan kepada Singapura untuk menjaga keselamatan dan efektivitas pelayanan penerbangan yang masuk dan keluar dari Changi Airport dan melalui FIR Indonesia," ucap Jodi.
"Melalui skema dalam perjanjian ini, Indonesia mendelegasikan Pelayanan Jasa Penerbangan secara terbatas (di zona dan ketinggian tertentu kepada otoritas Singapura). Hal ini agar pengawas lalu lintas udara di Singapura, dapat mencegah fermentasi dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura di ketinggian tertentu," tegas dia.
Farhan saat pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Anggota DPR NasDem soal FIR: Secara Teknis, RI Masih Tergantung ke Singapura

Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan, menilai Indonesia masih tetap akan bergantung pada Singapura meski wilayah udara kini dikendalikan Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Secara kedaulatan tetap terpenuhi, walaupun secara teknis kita masih tergantung pada Singapura,” kata Farhan.
Salah satu ketergantungan RI kepada Singapura terkait penggunaan berbagai macam fasilitas teknis. Namun, ia menegaskan Indonesia tetap memiliki kewenangan secara legal dan mendapatkan pemasukan kas negara.
“Secara teknis kita tidak bisa ambil begitu saja. Tapi yang penting secara legal sudah ada di Indonesia. Jadi, walaupun kita masih gunakan berbagai macam fasilitas teknis dari Singapura, setiap PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang terjadi di situ tetap masuknya sebagai kas negara,” jelasnya.
Politikus NasDem itu pun menyambut baik perjanjian ini. Terlebih, bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance) sudah berlangsung berdasarkan standar ASEAN.

KSP: FIR Kepri dan Natuna Kembali ke RI, Selanjutnya Kesiapan SDM dan Teknologi

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Deputi V KSP, Jaleswari Pramodhawardani, mengatakan dengan disepakatinya FIR, maka hal selanjutnya yang akan dipersiapkan pemerintah adalah memastikan SDM, infrastruktur, dan teknologi.
“Momentum ini merupakan manifestasi dari kerja keras dan negosiasi panjang yang dilakukan pemerintah sejak tahun 1990-an. Selain dimaknai sebagai suatu kemajuan, langkah selanjutnya adalah memastikan kesiapan SDM, infrastruktur, dan teknologi yang memadai untuk mendukungnya,” kata Jaleswari.
Jaleswari mengatakan, Jokowi telah berkomitmen mendorong pengelolaan FIR di wilayah perairan Kepulauan Riau dan Natuna oleh Indonesia sejak 2015.
Dalam rapat terbatas kabinet pada September 2015, Jokowi menginstruksikan peningkatan SDM dan teknologi dalam rangka persiapan pengalihan pengelolaan FIR dari Singapura.
Kemudian pada pertemuan bilateral pada 2019, Indonesia dan Singapura menyepakati kerangka [framework] negosiasi pengalihan pengelolaan FIR, yang kemudian menjadi kesepakatan antara Jokowi dan PM Lee Hsien Loong kemarin.
ADVERTISEMENT
“Capaian monumental ini menggarisbawahi hubungan erat Republik Indonesia dan Republik Singapura, serta mempertegas integritas teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut, Jaleswari menekankan setelah kesepakatan bersama ini, mekanisme domestik Indonesia dan Singapura akan berjalan untuk ratifikasi dan implementasi kesepakatan tersebut.
“Kesepakatan antara Indonesia dan Singapura juga menunjukkan komitmen Presiden Joko Widodo dalam memperkuat kehadiran negara, secara khusus di wilayah perbatasan serta daerah terdepan dan daerah terluar” pungkasnya.