Ketelanjangan: Seni atau Pornografi?

14 Maret 2017 10:24 WIB
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
La Danse karya Matisse (Foto: Wikimedia Commons)
Gambar di atas berjudul La Danse karya Henri Matisse. La Danse. Sebuah Tarian.
ADVERTISEMENT
Dari karateristiknya, lukisan Fauvism di atas akan dimasukkan ke dalam kategori lukisan telanjang. Pertanyaannya: apakah anda, atau kita, melihat karya di atas sebagai seni? Atau justru sebagai pornografi?
Lalu bagaimana dengan lukisan di atas? Apakah anda juga melihatnya sebagai seni? Ataukah anda melihatnya juga sebagai pornografi? Atau justru keduanya berbeda: satu seni, satu sebagai pornografi?
Ah, kok jadi ruwet. Untuk menjawab pertanyaan itu, kita justru harus kembali pada pertanyaan lain terlebih dahulu: apa bedanya "telanjang" dengan telanjang?
Nude dan Naked
Ah, maafkan kami. Maksudnya adalah: apa bedanya nude dan naked?
Patung Leonardo Da Vinci. (Foto: Flickr)
Dalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia, nude dan naked berarti sama: telanjang. Lalu apakah benar keduanya punya arti sama?
Menurut ahli sejarah, Kenneth Clark, keduanya memiliki perbedaan penting. Dalam bukunya berjudul The Nude yang diterbitkan pertama kali pada 1956, Clark mengatakan bahwa naked adalah keadaan di mana tubuh tereskpose, rapuh, dan penuh rasa malu.
ADVERTISEMENT
Sementara nude menurutnya adalah kata yang membawa fungsi edukasi, yang tidak membawa makna ketidaknyamanan. Imaji atau bayangan yang divisualisasikan kata nude ke dalam pikiran seseorang seharusnya bukan tubuh yang meringkuk dan tidak berdaya, melainkan sebuah keadaan tubuh tanpa pakaian yang seimbang, tegas, makmur, dan punya rasa kepercayaan diri tinggi.
Thus, ketiadaan-pakaian-yang-membalut-tubuh sebagai seni lebih dekat dengan kata nude ketimbang kata naked.
Naked adalah keadaan tidak berdaya yang dipaksakan, sementara nude membawa pesan tentang adanya suatu tujuan.
Jonathan Jones, kritikus seni dari The Guardian, menyebut ada cara yang sungguh sederhana untuk membedakan nude dan naked.
Anda disebut melihat foto nude ketika memandang Scarlett Johansson dan Keira Knightley tanpa busana di cover Vanity Fair --yang fotonya diambil oleh seorang nude photographer kawakan bernama Annie Leibovitz. Dan anda sedang melihat foto perempuan naked apabila ia ada di cover majalah FHM. Kira-kira seperti itu.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana di Bahasa Indonesia? Apakah keduanya sama-sama diartikan dengan kata "telanjang"? Ataukah "bugil" bisa jadi padanan yang tepat bagi satu kata, sedangkan "telanjang" lebih pas buat kata lainnya? Nude-naked, telanjang-bugil?
Patung anak-anak melompat ke sungai dan berenang. (Foto: Dok. Wikimedia Commons)
Seni atau Pornografi?
Ada anekdot yang menceritakan perdebatan dalam sebuah persidangan, di mana seorang pengacara tengah melakukan pembelaan terhadap kliennya yang diduga melakukan tindak pidana pornografi. Pengacara tersebut bertanya kepada pihak penggugat.
"Apakah anda pernah pergi ke sebuah galeri kesenian?"
Si penggugat menjawab, "Ya."
"Apakah anda membayar untuk masuk ke galeri tersebut?" tanya si pengacara kemudian.
"Ya, tentu saja," jawab si penggugat lagi, belum paham ke mana arah pertanyaan-pertanyaan itu.
"Apakah ada lukisan orang yang tengah telanjang dalam galeri tersebut?" lanjut si pengacara.
ADVERTISEMENT
"Ya," jawab si penggugat. Otaknya menerima sinyal-sinyal tanda bahaya, namun ia telah terlambat.
"Lalu mengapa anda menyebutnya sebuah karya seni, sedangkan produk klien kami, seperti halnya majalah Playboy, adalah sebuah pornografi?"
Si penggugat diam saja. Ia tak tahu apa bedanya seni dan pornografi ketika objek sama-sama telanjang.
The Age of Innocence oleh David Hamilton. (Foto: Dok. Wikimedia Commons)
Apakah usaha untuk membedakan nude dan naked adalah usaha sia-sia nan musykil belaka?
Si penggugat dalam cerita di atas bukanlah seorang kritikus seni. Kita bisa memaafkan ketidakmampuannya menjawab pertanyaan tersebut.
Tapi faktanya, perdebatan apakah suatu hal yang mengangkat ketelanjangan adalah seni atau pornografi memang telah lama terjadi dan tak pernah ada jawaban yang final terhadap masalah tersebut.
Meski begitu, argumen sederhana dari Jonathan Jones, lagi-lagi, mungkin bisa kita jadikan acuan.
ADVERTISEMENT
Ia mencontohkan: sebuah pispot bau kencing akan menjadi suatu seni apabila anda melihatnya di galeri kesenian. Sedangkan, sebatas seprai yang basah bisa anda klaim sebagai sebuah pornografi apabila ditemui di fragmen cerita stensilan.
Fountain oleh Marcel Duchamp (Foto: Wikimedia Commons)
Jones mencontohkannya dengan fenomena seni terkenal seabad terakhir, yaitu Fountain karya Marcel Duchamp. Fountain adalah karyanya pada 1917 yang niatnya ingin ditampilkan dalam pameran Society of Independent Artis di The Grand Central Palace, New York, Amerika Serikat.
Namun panitia eksibisi acara tersebut menolak menampilkan Fountain. Padahal di peraturan awal, mereka berjanji akan menerima semua karya yang didaftarkan dan yang telah membayarkan uang pendaftaran.
Mungkin karena tak tahu arah jalannya takdir, penolakan tersebut justru membuat Fountain amat terkenal ketika ditampilkan di studio seni Alfred Stieglitz, seorang fotografer penganut Dadaisme --aliran yang menolak aturan seni melalui karya antiseni-- yang juga seorang promotor seni modern di AS. Stieglitz memotret Fountain dan memasukkannya ke dalam jurnal seni berjudul The Blind Man pada 1917.
ADVERTISEMENT
Duchamp, si "otak" Fountain, merupakan salah seorang yang tergabung ke dalam anti-rasional dan gerakan kebudayaan anti-seni di New York. Menurut biografi Duchamp karangan Calvin Tomkins, Duchamp membeli toilet tersebut dari J.L Mott Iron Works dan membawanya ke studionya sendiri.
Yang kemudian dilakukan Duchamp hanyalah menggesernya 90 derajat dari posisi penggunaan normal dan menambahkan tulisan "R. Mutt 1917". Ya, hanya itu.
Padahal Fountain sebenarnya hanya pispot biasa yang menjadi olok-oloknya kepada kondisi seni dunia saat itu.
Jonathan Jones melihat Fountain tersebut sebagai karya seni bukan karena klaim Duchamp yang menyebutnya sebagai karya seni. Fountain menjadi sebuah karya seni karena ia berada di sebuah museum seni, juga karena ia pernah masuk ke dalam majalah seni yang dikurasi oleh praktisi seni tertentu.
ADVERTISEMENT
Simpelnya, kata Jones, "Tergantung tempatnya, apakah suatu hal bisa disebut seni atau tidak."
Unggahan foto lukisan istri Soekarno di IG Pevita (Foto: Instagram @pevpearce )
Jones berpendapat, seni adalah istilah yang kita berikan untuk sebuah benda yang dijadikan "suci" atau "kudus" oleh keberadaannya di sebuah museum atau galeri seni.
Melihat perbedaan tempat dan wadah, menurut Jones, menjadi titik awal pembedaan antara sebuah objek sebagai karya seni dan objek sebagai bagian kehidupan sehari-hari.
Percakapan yang terjadi di sebuah film yang laku ditonton, misalnya, senorak dan secanggung apapun itu, tetap memiliki posisi yang lebih estetis ketimbang percakapan para aktor yang sama dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi mungkin, menurutnya, foto telanjang Miyabi dalam sebuah museum adalah sebuah karya seni. Sampai ketika anda memindahkannya ke loker Anda, dan foto tersebut menjadi bentuk pornografi.
Nikita foto bersama Miyabi (Foto: Instagram @maria.ozawa)
Masih penasaran dengan perkara telanjang? Simak di sini
ADVERTISEMENT