Ketua MPR: Kajian Pokok-Pokok Haluan Negara Ditargetkan Selesai Awal 2022

20 Agustus 2021 14:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: MPR RI
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: MPR RI
ADVERTISEMENT
Ketua MPR, Bambang Soesatyo, menuturkan saat ini Badan Pengkajian MPR bekerja sama dengan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR serta melibatkan pakar hingga kementerian, sedang menyelesaikan amandemen UUD untuk merumuskan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang dulu disebut GBHN.
ADVERTISEMENT
Kajian ini merupakan rekomendasi MPR RI periode 2009-2014 dan 2014-2019. Diharapkan kajian PPHN berikut naskah akademiknya akan selesai awal tahun 2022.
"Badan Pengkajian MPR RI yang terdiri dari para anggota DPR RI lintas fraksi dan kelompok DPD bersama sejumlah pihak terkait terus menyusun hasil kajian PPHN dan naskah akademiknya. Jadi, keliru jika ada yang mengatakan PPHN tidak pernah dibahas di Parlemen," ujar Bamsoet dalam rilisnya, Jumat (20/8).
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut, setelah kajian PPHN selesai, pimpinan MPR akan menjalin komunikasi politik dengan para pimpinan partai politik, kelompok DPD dan para stakeholder lainnya. Tujuannya, untuk membangun kesepahaman kebangsaan tentang pentingnya Indonesia memiliki PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan bangsa dalam jangka panjang.
Suasana Sidang Tahunan MPR 2021 yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). Foto: ANTARA FOTO/Sopian/Pool/
"Apabila semua pimpinan partai politik sudah sepaham serta sepakat dan menugaskan anggotanya untuk mengajukan dukungan tanda tangan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD, barulah pimpinan MPR RI akan mengurus teknis administrasi pengajuan usul amandemen UUD NRI Tahun 1945 sesuai pasal 37 UUD NRI 1945, yang hanya fokus pada penambahan dua pasal. Sehingga, amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain diluar PPHN," jelas Bamsoet.
ADVERTISEMENT
Anggota Dewan Pakar KAHMI ini memaparkan bentuk hukum yang ideal bagi PPHN adalah melalui ketetapan MPR. Bukan melalui undang-undang yang masih dapat diajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi.
Juga bukan diatur langsung dalam konstitusi. Karena PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat, serta bersifat direktif, maka materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi.
“Pemilihan Ketetapan MPR sebagai bentuk hukum yang ideal bagi PPHN, mempunyai konsekuensi perlunya perubahan dalam konstitusi atau amandemen terbatas UUD NRI 1945. Sekurang-kurangnya berkaitan dengan dua pasal dalam UUD NRI 1945. Antara lain penambahan 1 ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN, serta penambahan ayat pada pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN,” urai Bamsoet.
ADVERTISEMENT