Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Ketua MPR soal UU MD3 Terkait PAW Anggota DPR Digugat: Tunggu Putusan MK
23 April 2025 14:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menanggapi soal adanya gugatan UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
Pasal yang mengatur mekanisme pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dipermasalahkan oleh pemohon. Gugatan tersebut teregister dengan nomor 42/PUU-XXIII/2025 tertanggal 9 April 2025.
Muzani mengatakan, pihaknya menyerahkan seluruh proses hukum kepada MK.
“Mari menyerahkan kepada mekanisme hukum yang sedang dalam pembicaraan di MK, tunggu keputusan MK ya,” kata Muzani kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/4).
Ketua MPR itu mengatakan, sebagaimana aturan yang saat ini berlaku, mekanisme PAW didasarkan pada perolehan suara terbanyak.
Dalam gugatan di MK, Pemohon meminta agar proses PAW tetap diusulkan oleh partai namun prosesnya diputuskan melalui pemilihan kembali sesuai daerah pemilihan (Dapil).
Meski begitu, Muzani mengatakan bagaimana gugatan ini akan diputus, biar MK yang mengadilinya.
ADVERTISEMENT
“Saya menyerahkan semuanya kepada MK untuk mengadili dan memutuskan perkara ini, saya tidak intervensi atau komentar karena ini persoalan yang sedang dalam pembicaraan di MK,” ujarnya.
Gugatan di MK
Sebelumnya, seorang advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak menggugat UU MD3 khususnya pasal yang mengatur mekanisme PAW anggota DPR ke MK. Ketentuan yang kemudian dipersoalkan oleh Zico adalah Pasal 239 ayat (2) huruf d dalam UU MD3.
Zico meminta agar PAW tetap diusulkan oleh partai politik tetapi kemudian dilakukan proses pemilihan kembali di dapil anggota DPR yang akan digantikan. Rakyat diminta untuk bisa memberikan persetujuan terhadap calon anggota DPR yang akan menggantikan.
“Menyatakan frasa “diusulkan oleh partai politiknya” dalam Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai," demikian petitum gugatan tersebut, dikutip Rabu (23/4).
ADVERTISEMENT
Zico meminta MK mengubah bunyi pasal tersebut menjadi "diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali”.
Berkaitan dengan hal tersebut, Zico pun meminta MK untuk menambahkan penjelasan dalam pasal tersebut, yakni:
"Yang dimaksud dengan 'pemilihan kembali' adalah pemilihan umum yang diselenggarakan di Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing anggota DPR terpilih yang diusulkan berhenti oleh Partai Politik melalui mekanisme pemilihan Surat Suara dengan pilihan yang tersedia ya atau tidak.”
Saat ini, proses PAW merupakan kewenangan masing-masing partai politik pengusung. Zico menilai, hal ini telah merugikan hak konstitusionalnya.
Zico berpendapat, dengan aturan yang berlaku saat ini bisa membuat para anggota DPR lebih tunduk kepada partai politik. Sebab, mereka bisa saja disingkirkan melalui proses PAW apabila tidak sependapat dengan partai.
ADVERTISEMENT
"Bahwa Hak recall secara tidak langsung membelenggu dan mengekang kebebasan anggota parlemen untuk bersuara dan menyampaikan ekspresi sesuai hati nuraninya sebagai perwakilan rakyat, bahkan hak recall partai politik juga cenderung mengesampingkan kehendak rakyat dan menyulitkan partisipasi politik rakyat secara menyeluruh," papar Zico.
Karenanya, Zico menjelaskan, perlu ada perubahan mekanisme dalam PAW. Menurutnya, yang paling tepat digunakan saat ini adalah partai politik tetap bisa mengusulkan PAW anggotanya, tapi tetap dengan persetujuan rakyat.