news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ketua MUI: Permendikbud 30 soal Kekerasan Seksual Bermasalah, Cabut!

10 November 2021 16:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua MUI, Cholil Nafis, ikut meminta Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dicabut.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, aturan yang diteken Mendikbudristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus tersebut bermasalah karena tak memperhitungkan kekerasan seksual jika ada persetujuan pihak yang terlibat.
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Pasal 5 Ayat 2 tentang Kekerasan Seksual memang bermasalah karena tolok ukurnya persetujuan (consent) korban,” kata Cholil di Twitternya, Rabu (10/11).
“Padahal kejahatan seksual menurut norma Pancasila adalah agama atau kepercayaan. Jadi bukan atas dasar suka sama suka, tapi karena dihalalkan. Cabut!” lanjutnya.
Permendikbud No 30/2021 diteken Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 dan diundangkan pada 3 September. Ketentuan itu kemudian menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk ormas Islam seperti Muhammadiyah dan parpol Islam seperti PKS dan PPP.
Dalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, kekerasan seksual pada beberapa kondisi diartikan sebagai 'tanpa persetujuan korban'. Tertuang dalam Pasal 5, di antara definisi kekerasan seksual itu adalah:
ADVERTISEMENT
1. Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
2. Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
3. Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
4. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;
5. Membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
Tapi pada bagian lain dijelaskan:
(3) Persetujuan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal korban:
a. Memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Mengalami situasi di mana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
ADVERTISEMENT
c. Mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. Mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. Memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. Mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. Mengalami kondisi terguncang.
Cholil menegaskan hubungan seksual harus didasari legalitas. Sehingga kekerasan seksual pada beberapa kondisi diartikan sebagai 'tanpa persetujuan korban' tak dibenarkan olehnya.
“Dasarnya [hubungan seksual] itu legalitas buka suka sama suka. Juga normanya kepantasan, bukan suka sama suka, ya,” tandas dia.