Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Henry Kissinger Restui Soeharto Integrasikan Timor Timur ke NKRI
30 November 2023 18:14 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger , tutup usia pada Rabu (29/11) di umur 100 tahun. Diplomat kontroversial ini dikenal jenius, meninggalkan 'warisan' tatanan global Perang Dingin, tetapi di mata kritikusnya dia adalah penjahat perang.
ADVERTISEMENT
Dijuluki sebagai 'arsitek politik luar negeri AS', Kissinger terlibat di berbagai peristiwa bersejarah di Timur Tengah, Amerika Latin, Asia Tenggara — termasuk integrasi RI ke Timor Timur (kini Timor Leste).
Di bawah kepemimpinan Presiden ke-2 RI, Soeharto, AS yang kala itu dipimpin Presiden Gerald Ford menganggap Indonesia sebagai 'sekutu dekat anti-komunis'-nya yang harus dipertahankan dengan baik.
Menurut laporan New York Times, AS dan Indonesia sangat dekat di bawah kepemimpinan Soeharto sebelum Orde Baru digulingkan rakyat melalui protes akbar pada 1998.
"Soeharto, tidak seperti orang China, sangat cerdas dalam membuat Washington senang," bunyi laporan New York Times yang terbit 31 Oktober 1995.
"Dia telah melakukan deregulasi ekonomi, membuka Indonesia untuk investor asing dan mencegah Jepang, pemasok bantuan asing terbesar di Indonesia, untuk menguasai lebih dari seperempat pasar barang yang diimpor ke Indonesia," tambahnya.
Indonesia yang merupakan emerging market dan wilayah terluas di Asia Tenggara, lantas menjadi sasaran penyebaran bibit kepentingan nasional AS.
ADVERTISEMENT
Sedikit maju beberapa tahun ke depan — para pejabat pemerintahan Presiden ke-42 AS, Bill Clinton, mengatakan Soeharto adalah sosok yang dibutuhkan AS untuk 'bermitra'. "Beliau [Soeharto] adalah orang yang kami cari," kata salah seorang pejabat senior administrasi yang sering berurusan dengan kebijakan politik luar negeri AS di Asia.
Menurut dokumen yang didesklasifikasi dan dirilis National Security Archive (NSA) pada Desember 2001 — usai Soeharto tak lagi berkuasa dan Timor Timur berpisah dari Indonesia, disebutkan bahwa kepentingan nasional AS harus berada di sisi Indonesia.
Adapun sehari menjelang integrasi Indonesia ke Timor Timur pada 7 Desember 1975, Kissinger yang mendampingi Ford kala itu tiba di Jakarta dan bertemu tatap muka dengan Soeharto.
ADVERTISEMENT
NSA mencatat, AS memberikan dukungan dan lampu hijau kepada Indonesia ketika Soeharto bertanya soal pendapat AS atas serangan ke Timor Timur.
"Adalah penting bahwa apa pun yang Anda lakukan harus berhasil dengan cepat, tetapi akan lebih baik jika dilakukan setelah kami kembali ke Amerika Serikat," bunyi nasihat Kissinger kepada Soeharto.
Selain AS, serangan Indonesia ke Timor Timur juga didukung oleh sejumlah negara lain seperti Arab Saudi, Australia, dan Korea Selatan — meski yang terlibat hingga ke persenjataan adalah AS.
Alhasil, militer Indonesia masuk ke Timor Timur pada 7 Desember 1975 di bawah bendera "Operasi Seroja". Media Barat menyebut operasi militer berskala besar ke Timor Timur ini adalah tindakan invasi.
ADVERTISEMENT
Kala itu, Angkatan Bersenjata RI (ABRI) memasuki wilayah Timor Timur untuk menggulingkan pengaruh Front Revolusi Independen Timor Leste (Fretilin) dengan dalih antikomunisme dan antikolonialisme.
Adapun Fretilin merupakan gerakan pertahanan yang dibentuk untuk memerdekakan Timor Timur dari cengkeraman Portugal, kemudian dari Indonesia.
Sepekan usai militer Indonesia masuk ke Timor Timur, Dewan Keamanan Nasional AS menyiapkan analisis mengenai unit militer milik Indonesia dan peralatan milik AS yang dilibatkan di sana.
Hasil analisis menunjukkan, hampir seluruh peralatan militer yang digunakan militer Indonesia disediakan atau dilatih AS — mulai dari pesawat tempur, senapan mesin, kapal pendarat, dan sebagainya.
Timor Timur kemudian menjadi provinsi ke-27 Indonesia setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1976 pada tanggal 17 Juli 1976. Pembangunan di sana pun digenjot.
Namun, PBB dan sejumlah negara tak mengakui integrasi Timtim ke Indonesia. Setelah Orba jatuh, Presiden BJ Habibie menyetujui referendum yang diadakan PBB pada 30 Agustus 1999. Hasil referendum, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dan menjadi negara berdaulat dengan nama Timor Leste.
ADVERTISEMENT
Kini Indonesia dan Timor Leste telah membuka lembaran baru dan menjadi dua negara bersahabat. Indonesia banyak memberikan dukungan kepada Timor Leste, termasuk dengan menjadi anggota ASEAN.
ADVERTISEMENT