Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Kisah Mantan PSK Rumahan di Subang yang Berhenti karena HIV
23 Agustus 2018 11:26 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Sekilas tak ada yang berbeda dengan perempuan asli Subang ini. Ia tampak semangat merapikan barang dagangan di sebuah warung yang menyatu dengan teras rumah.
ADVERTISEMENT
Sembari tertawa lepas dia berbincang dengan teman-temannya. Aktivitasnya Kamis (16/8) sore itu sejenak berhenti karena kedatangan kumparan ke rumah berwarna pink itu.
Butuh waktu sekitar 2 jam dari kota Subang menuju kediamanya di sebuah desa di Subang, Jawa Barat. Desanya cukup asri, dikelilingi hamparan kebun tebu milik perusahaan gula di kawasan tersebut.
Sebut saja ia Nining (37). Di balik tawa lepasnya sore itu, ternyata ibu satu anak ini menyimpan duka dan memikul beban yang begitu berat. Pekerjaan yang ia tekuni dari tahun 2011 dulu, kini membawa petaka bagi kehidupanya.
Tahun 2016 ia divonis positif terinfeksi HIV. Ia dinyatakan tertular setelah kurang lebih 5 tahun menjalani pekerjaan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) di sekitar desa tempat tinggalnya. Hal ini sempat membuat Nining kaget karena dia rutin tes darah untuk memastikan kesehatannya, dan hasilnya baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
“Saya selalu check up kan, selalu sehat, selalu sehat, dan pas cek lagi katanya kena (HIV) gitu ya terus langsung saya berobat gitu,” kata dia kepada kumparan, Kamis (16/8).
Bak petir di siang bolong, bayang-bayang kematian langsung menghantui Nining. Hidupnya tak lagi seceria dulu. Hari-harinya pun kian terasa berat.
Nining yang sudah ditinggal suami lebih dulu itu selalu was-was saat memikirkan anak laki-laki satu-satunya yang berusia 17 tahun. Dia masih membutuhkan kasih sayang ibunya. Nining merenung dan akhirnya memilih untuk bertobat.
“Ya labil-lah, kayak gimana sih kita itu hidup itu, kayak-kayak nggak lama gitu. Istilahnya kalau misalkan saya nggak ada gimana gitu, ya labil ajalah. Menyesal gitu,” ujarnya.
Memutuskan untuk berhenti dari praktik haram tersebut tentu bukanlah hal yang mudah. Nining harus mengorbankan banyak hal, salah satunya tidak memiliki pekerjaan dan kesulitan mencari uang.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, tak banyak yang mengetahui penyakit yang dialami Nining, termasuk kedua orangtuanya. Untuk menutupinya, ia berdalih mengidap penyakit lambung pada keluarga dan tetangganya.
“Ya saya bilangnya ke keluarga ya lambung. Karena sejak dulu saya ada sakit lambung. Kalau adik saya baru yang tahu,” ujarnya.
Di masa-masa ia melakoni pekerjaan haramnya dulu, Nining mengaku bisa meladeni pelanggan dua hingga tiga pria dalam satu hari. Hubungan itu banyak yang dilakukan tanpa pengaman, sehingga semakin rentan risiko penularan HIV/AIDS.
Nining terus merenung, menyesali apa yang telah terjadi. Namun hidup tetap harus dijalani demi anak semata wayang.
Tak patah semangat, Ia lantas mencari ide. Melihat teras rumahnya yang kosong, ia kemudian memanfaatkannya untuk mendirikan warung kelontong sederhana. Tentu saja, uang dari hasil dagangannya tidaklah banyak. Berbeda ketika ia bekerja sebagai PSK yang bisa menabung Rp 3 hingga Rp 6 juta setiap bulannya.
ADVERTISEMENT
“Ya kalau lagi ramai dapat Rp 200 ribu belum bersih sama modal sama apa, belum diambil buat makan, belum diambil untuk ongkos anak sekolah sama jajan. Kalau lagi sepi paling dapat Rp 50 ribu tapi ya Alhamdulilah,” tambahnya.
Bagi Nining, sosok anak semata wayang yang saat ini duduk di kelas 3 SMK di Subang adalah pemberi semangat baru baginya. Menurut Nining, umur di tangan Tuhan, dan ia pasrah dengan sisa hidupnya yang ia isi dengan kegiatan-kegiatan keagamaan.
“Ya Alhamdulilah, dulu juga suka salat, bahkan istilahnya gimana sih kita ada di situ itu hati itu nggak pengen sebenarnya. Ya kalau kita kan lihat kalau masalah hidup istilahnya nggak punya penyakit itu aja orang meninggal pasti,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kini kondisi badannya terus mengurus, untuk menjaga kondisi fisiknya dan penanganan penyakitnya, ia pun harus minum obat seumur hidup dan rutin melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
Nining sangat menyesali pekerjaanya dulu dan berpesan agar tidak mengikuti jejaknya.
“Ya saya mah jaganlah, udahlah, berhenti gitu, tinggalin. Jangan ya istilahnya carilah kerjaanya yang lain cari uang yang lebih layak,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Simak selengkapnya dalam konten spesial Prostitusi di Rumah Sendiri dengan follow topik Kampung Prostitusi