Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Kisah Oky, Bocah Korban Tabrak Lari yang Kedua Kakinya Diamputasi
4 Maret 2019 21:36 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB

ADVERTISEMENT
Oky Yudi Satriyo (9) tengah asyik bercengkrama dengan teman sekelasnya saat kumparan menyambanginya di Sekolah Dasar Negeri Purwosari 01, Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah. Saat itu,Senin (4/3), kelasnya sedang tak ada pelajaran.
ADVERTISEMENT
Perwakilan guru, Endang Sumiyati yang mengantarkan kumparan menemui bocah korban kecelakaan yang kedua kakinya terpaksa diamputasi.
"Guru-gurunya sedang ada rapat mbak, silahkan masuk kelas saja. Ngobrol di dalam," kata Endang.
Oky tampak malu saat diajak berkenalan. Dia tak banyak bicara, pertanyaan tentang kabarpun dijawabnya sembari memalingkan muka. Namun, sikap malu-malunya itu tak berlangsung lama.
Oky adalah korban kecelakaan di Jalan Siliwangi, Semarang, pada Januari 2018. Akibat peristiwa itu, dia dan ibunya terpaksa diamputasi kakinya.
Di mata para gurunya, Oky merupakan anak periang, penuh rasa ingin tahu, dan sedikit rasa minder yang ditunjukkannya, meski kini hidup dalam keterbatasan.
"Dulu awal-awal sekolah (setelah kecelakaan), dia memang sempat berubah, pendiam. Tapi kok Alhamdulillah, teman-temannya juga baik sama dia. Sehari dua hari saja dia diam, begitu seingat saya," ujar Endang.
Endang menyebut Oky anak yang pintar. Meski saat kenaikan kelas, tak masuk dalam peringkat 10 besar, nilainya masih bersaing dengan siswa lainnya.
ADVERTISEMENT
"Saya mengajar dia waktu kelas 1, dia anaknya aktif. Dulu ikut ekstra (kurikuler) gamelan, tapi tahun lalu guru gamelannya meninggal, Oky ndak ikut ekstra apa-apa lagi," katanya.
Hal senada juga disampaikan Sumaryati, penjaga kantin sekolah Oky. Perempuan yang disapa Mak Ti bahkan merasa terharu dengan semangat Oky.
"Saya inget dulu, waktu sebelum kecelakaan, itu dia berangkat sama bapaknya diantar, tapi dia bawa sepeda. Sama bapaknya sepedanya suruh di parkir di dalam sekolah, Oky ndak mau, di parkir di luar. Kok ndilalah siangnya dia kecelakaan," katanya.
Di sekolah, Oky beraktifitas menggunakan kursi roda, bantuan dari Dinas Sosial pemerintah setempat. Kata Mak Ti, Oky anak yang sangat mandiri. Dia cukup cepat beradaptasi dengan kondisinya saat ini.
ADVERTISEMENT
"Jajan ke sini sering. Anaknya pintar. Kalau jajan paling beli snack-snack. Minumnya lebih sering air putih dingin. Jarang dia beli minuman aneka rasa. Nyenengke (menyenangkan)," kata Mak Ti.
Dalam kondisinya yang kini terbatas, Oky sering dibantu teman dekatnya, Ghofar Nugroho. Menurut Mak Ti, Ghofar selalu ada setiap Oky butuh bantuan.
"Kalau Oky lagi kesulitan sama kursinya, Ghofar kok pasti tahu dan langsung bantuin. Ndilalah anak-anak di sini nggak ada yang mengucilkan Oky, semuanya kok baik sama dia," kata Mak Ti.
Waktu menunjukkan 12.30 WIB saat Endang membubarkan kelas. Usai salam, Oky mulai merogoh isi tasnya, sedetik kemudian dia mengeluarkan sebuah telepon genggam.
"Mau telepon ayah, minta jemput," kata Oky singkat.
Jarak dari Sekolah menuju ke rumah Oky sekitar 1 Kilometer. Jalannya tak begitu mulus. Namun kanan kirinya terhampar sawah milik warga setempat. Dulu sebelum kecelakaan menimpanya, dia mengaku sering melewati jalan tersebut dengan bersepeda menuju sekolah.
ADVERTISEMENT
“Kalau sekarang pulang sama berangkat diantar jemput ayah, naik motor,” katanya.
Setibanya di rumah mereka, yang berada di Tambangan, Mijen, sang Ayah Wahyu Dwi Ono (44) dan ibunya, Indrawati (53) rupanya baru juga sampai. Mereka menyambut kumparan dan mempersilahkan masuk ke rumahnya.
Keluarga Oky, bisa dibilang bukan keluarga kurang mampu. Rumah yang ditinggali juga tak kecil-kecil amat. Hanya saja, penghasilan Ayah Oky tidak menentu. Itulah yang membuat Indrawati berjualan keliling, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari katanya.
"Saya kerjaan ada, jadi driver mobil, benerin (saluran) PAM, listrik. Kadang juga garap sumur bor. Memang hasilnya sekali garapan lumayan, tetapi kan tidak setiap hari ada. Jadi istri saya juga bantu-bantu untuk kebutuhan supaya dapur juga bisa ngebul setiap hari istilahnya," kata Wahyu.
ADVERTISEMENT
Dia mengaku, semenjak musibah menimpa istri dan anak semata wayangnya, dia harus bekerja lebih keras. Meski demikian, dia bersyukur lantaran banyak tangan dermawan yang membantu keluarga kecilnya. Beberapa bantuan yang diterima, ada yang berupa kursi roda hingga uang tunai.
"Uang tunai itu saya pakai untuk modal usaha, saya nggak mau ngecewain orang yang sudah bantu kami. Saya sempat usaha ternak ayam, tapi gagal. Sekarang lagi coba budidaya ikan lele, masih kecil-kecil," kata Wahyu.
Dia mengaku beruntung karena Oky tak pernah menuntut dibelikan macam-macam. Sekali waktu, saat masih dalam perawatan di rumah sakit pascaamputasi, Oky minta dibelikan handphone.
Wahyu memahami, anak lelakinya itu tentu bosan karena harus selalu berbaring tanpa hiburan selain televisi. Dia pun membelikan sebuah gawai. Tentu dengan syarat, Oky tidak boleh bermain gawai selain Minggu dan hari libur.
ADVERTISEMENT
"Supaya tidak keblinger. Saya melas, tetapi saya juga ingin Oky tetap berprestasi. Alhamdulillah anak ini juga rajin belajarnya. Nilai pelajaran itu kalau ndak 8 ya 9. Pernah sekali waktu 7,5. Ya efek HP itu," ujar Wahyu.
Wahyu tak bisa menampik, gawai menjadi satu-satunya hiburan Oky saat ini. Dia hanya berharap, anaknya tidak melupakan kewajibannya untuk belajar.
"Saya tahu, Allah kasih dia begini, pasti juga sudah diatur. Saya berdoa dengan kondisinya dia sekarang ini ke depan sudah disiapkan Allah jalannya sendiri untuk sukses," ujar Wahyu dengan mata berkaca-kaca.
Sebagai ayah, Wahyu tentu sempat merasa tak terima dengan kejadian yang membuat anaknya kini cacat seumur hidup. Namun, dari Oky pula dia belajar untuk menjadi lebih penyabar.
ADVERTISEMENT
"Harus sabar, harus terima kenyataan. Karena marah dengan penyebabnya pun tidak akan mengembalikan kaki Oky. Saya beruntung, Oky kok anaknya nggak minderan," katanya.
Indrawati, yang juga duduk di atas kursi roda, sesekali menimpali obrolan kami. Dia bertekad untuk kembali berjualan keliling, jika nanti sudah pulih dan lancar berjalan. Dia mengaku rindu dengan suasana Balai Kota Semarang, tempatnya berjualan dulu. Begitu pula dengan pegawai kantor wali kota itu yang ramah dan dianggapnya keluarga kedua.
Sementara Oky, saat obrolan ini berlangsung, tak jarang ikut menimpali. Bahkan dia sering melempar guyon. Tak nampak kesedihan. Oky masih periang. Tangannya terampil mengangkat tubuh kecilnya, menggantikan peranan dua kaki yang harus diamputasi lantaran mengalami luka serius saat kecelakaan dialaminya, setahun silam.
ADVERTISEMENT
"Yang kanan masih sakit sedikit, susahnya paling kalau mau pipis di sekolah. Kalau di rumah ada kursi untuk duduk jadi gampang," ujarnya yang gemar pelajaran menggambar itu.
Selayaknya bocah berusia sembilan tahun, Oky adalah bocah dengan segudang pertanyaan. Tatkala kami sibuk mengobrol, Oky sesekali memotong pembicaraan tak sungkan menanyakan beberapa hal. Dia juga menceritakan kegemarannya.
"Nek nggambar aku biasane pakai pensil dulu, nanti baru ditebelin diwarnain pakai spidol. Nggambarnya macem-macem (Kalau menggambar aku biasanya pakai pensil dulu, nanti kalau menebalkan pakai spidol. Gambarnya macam-macam)," katanya.
Oky begitu lugu kala ditanya cita-cita apa yang ingin diraihnya kelak. Gelengan kepala pertanda dia belum memiliki tujuan cita-cita.
"Yang penting belajar dulu aja biar pinter. Cita-citanya sembarang (terserah)," katanya tertawa.
ADVERTISEMENT
Malang tak bisa dihindari, Oky dan Ibunya, Indrawati harus berdamai dengan kondisinya yang kini cacat. Sopir truk kontainer, Bambang Susanto, yang sempat kabur usai menabraknya pun telah ditangkap.
Keduanya mengaku telah memaafkan sang sopir. Namun, Oky dan Indrawati tetap berharap aparat kepolisian dapat memberikan hukuman setimpal atas kelalaiannya dalam membawa kendaraan.