Kisah Perempuan di Antara Dua Pilihan: Childfree atau Punya Anak

11 Februari 2023 20:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi keluarga.  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keluarga. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fenomena childfree sempat ramai di media sosial. Warganet pun saling adu pendapat soal mana yang lebih mending. Perempuan dihadapkan dua pilihan: childfree atau punya anak, dengan berbagai plus minusnya.
ADVERTISEMENT
Childfree bukan hal baru. Di negara-negara Barat, terutama Amerika, keputusan untuk punya anak sedikit sampai tak mau punya anak sama sekali sudah muncul di era 1900-an. Alasannya, mulai dari finansial, trauma masa kecil, hingga menikah di usia lanjut.
Di Indonesia, konsep childfree dinilai tidak lumrah jika dibandingkan dengan pilihan punya anak. Salah satu perempuan yang pro childfree adalah Mariska Tracy (37). Dia kini sudah enam tahun membina rumah tangga.
Mariska dan suami memutuskan untuk childfree dengan berbagai pertimbangan. Setelah dua tahun menikah, keduanya sepakat tak mau punya momongan.
“Aku lahir dari keluarga yang kurang hangat, jadi aku tidak punya figur orang tua yang hangat itu bagaimana. Jadi aku nggak tahu cara menjadi orang tua itu bagaimana, nggak ada bayangan sama sekali,” kata Mariska kepada kumparan, Jumat (10/2/2023).
Mariska Tracy, food content creator, pro childfree. Foto: kumparan
Food content creator itu juga mempertimbangkan latar belakang keluarga. Dia tumbuh di antara sandwich generation, sehingga tak mau sang anak terkena imbasnya. Selain itu, menurutnya membesarkan anak membutuhkan biaya yang tak sedikit.
ADVERTISEMENT
“Aku ingin mematahkan sandwich generation itu dan aku tahu latar belakang keluargaku yang seperti itu terus aku sekarang jadi seorang yang pemarah, aku takut nanti anakku jadi korban,” imbuh Mariska.
Berbeda dengan Mariska, Afiffah Sofia Rahmawati (25) memilih menikah muda dan memiliki anak. Sejak awal, dia dan suami sepakat punya momongan untuk meneruskan keturunan.
Afiffah Sofia Rahmawati, ibu rumah tangga satu anak. Foto: kumparan
Meski begitu, keluarga keduanya tidak memaksa harus punya jumlah anak sekian. Afiffah pun menikmati fase menjadi ibu rumah tangga, walaupun kini hidupnya berubah.
“Setelah punya anak itu dunia kita akan berubah 360° gitu. Kita yang dulu bisa istilahnya main-main ke sana kemari, ketika punya anak kita enggak bisa karena ada hal yang harus kita prioritaskan, ada hal yang harus kita korbankan untuk dalam membesarkan anak,” kata dia saat dihubungi terpisah, Jumat (10/2).
ADVERTISEMENT

Perlu Persiapan Matang

Baik childfree atau memutuskan untuk punya anak, sama-sama punya plus minus. Psikolog sekaligus Direktur Humanika Psychology Center, Aida Malikha menjelaskan pasangan yang memilih childfree karena banyak faktor. Pada kasus yang pernah dia tangani, di samping pertimbangan finansial, mereka yang childfree punya pengalaman tidak menyenangkan terkait pola asuh orang tua.
“Kemudian dia menjadi takut tidak bisa jadi orang tua yang baik. ‘Ah, daripada nanti aku punya anak lalu anakku gak bahagia seperti aku, gitu kan, jadi mendingan aku nggak punya anak,’ nah seperti itu,” ujar Aida.
Dari sisi psikologis, menurutnya, pasangan childfree harus siap mental hadapi reaksi dari lingkungan sekitar. Sebab, mayoritas dinilai belum sreg dengan keputusan childfree.
ADVERTISEMENT
Contohnya, ditanya kapan nikah saat kumpul keluarga atau bareng teman. Ini bisa menimbulkan tekanan psikologis hingga kecemasan. Namun, Aida menuturkan, tak perlu ragu childfree kalau pasangan tak peduli komentar orang lain.
Ilustrasi suami menemani istri bersalin. Foto: Shutterstock
Memilih untuk childfree maupun punya anak sama-sama membutuhkan kesiapan dari pasangan. Perlu didiskusikan berdua soal dampaknya di masa depan.
Misal, kalau childfree, apakah masa tua akan dihabiskan di panti jompo jika tak ada yang mengurus. Di sisi lain, kalau pilih punya anak, apakah sudah siap mengorbankan kepentingan diri sendiri demi anak dan siap dengan biayanya.
“Misalnya kita masih bingung nanti kita punya anak atau enggak, jadi kita masih di persimpangan jalan, nih. Nah, pakai plus minus aja jadi ditimbang-timbang apa, sih, positifnya punya anak? Apa negatifnya? gitu,” ujar Aida.
ADVERTISEMENT