Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Rumah Cimanggis: Ditinggali Jenderal VOC hingga Gelandangan
9 Oktober 2018 18:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Sempat berhembus kabar penggusuran Rumah Cimanggis di Komplek RRI, Depok. Namun akhirnya bangunan tertua di Depok itu masih berdiri tegak hingga kini.
ADVERTISEMENT
Rumah Cimanggis sendiri merupakan bangunan bersejarah milik Jenderal Belanda dulu.
Ketua komunitas Depok Heritage, Ratu Farah Diba menceritakan, Rumah Cimanggis memiliki ornamen-ornamen indah di sekeliling rumah. Arsitektur rumah ini menggunakan gaya Louis ke-15 yang dipadukan dengan gaya tropis.
David Smith merupakan orang di balik megahnya arsitektur Rumah Cimanggis ini. Dia merupakan kerabat dari istri Van der Parra.
Van der Parra pertama kali pindah ke Depok karena wabah penyakit malaria dan kolera kala itu menyebar luas. Hal ini membuat banyak orang ingin pindah ke tempat yang bebas dari wabah.
Van der Parra memilih Cimanggis untuk menjadi tempat bersinggahnya karena daerah ini dianggap lebih luas dan lebih segar untuk ditinggali.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan pindahnya Van der Parra di Cimanggis, Pasar Cimanggis yang kini dikenal dengan Pasar Pal pun lahir. Kala itu, Pasar Pal tidak hanya menjadi tempat berjualan, tapi juga menjadi tempat bagi para pengembara beristirahat.
Biasanya orang-orang yang melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Bogor akan berhenti di Pasar Pal untuk mengistirahatkan kudanya. Pasar ini juga menciptakan alternatif untuk perjalanan menuju Bogor yang dulu hanya ditempuh melalui sungai.
Pasar ini juga menjadi pintu yg membuka perekonomian di daerah setempat. Masyarakat mulai menjual segala kebutuhan sehari-hari di pasar ini kala itu.
Roda perekonomian pun berputar berkat Van der Parra. Namun, Van der Parra kemudian meninggal dunia. Begitu juga dengan istrinya.
Rumah Cimanggis berpindah tangan setelah Van der Parra dan istrinya meninggal. Rumah ini jatuh ke tangan David Smith dan harus berpindah lagi ke lain tangan yaitu Samuel de Meyer. Samuel merupakan pemilik perkebunan karet.
Saat rumah ini disinggahi Samuel de Meyer, halaman rumah disulap menjadi perkebunan karet.
ADVERTISEMENT
“Sampai kemudian sekitar 1946 atau 1947, jadi markas Belanda. Hingga akhirnya pada 1961 itu beralih menjadi RRI,” tutur Ratu kepada kumparan.
Ratu kemudian menceritakan, 13 kepala keluarga karyawan RRI tinggal di Rumah Cimanggis ini. Namun kemudian harus pindah sekitar tahun 2002 sampai 2003 karena rumah mulai rusak di bagian atapnya.
Tidak hanya karyawan, Ratu mengatakan, ada seorang gelandang yang tinggal sejak lama di situ. Dia masih tetap tinggal meskipun Rumah Cimanggis mulai rusak.
“Namanya Pak Beni. Dia memang cukup lama di situ. Sekitar 30 tahun lebih. Dapat bagian sepojokan. Sudah lama tinggal di situ untuk bersih-bersih,” terangnya.
Sampai Beni meninggal, Rumah Cimanggis kosong total. Di sinilah akhirnya Rumah Cimanggis rusak parah.
ADVERTISEMENT
Pada 24 September 2018, akhirnya Rumah Cimanggis diputuskan sebagai bangunan bersejarah yang harus dilestarikan. Rumah Cimanggis akhirnya menjadi cagar budaya tingkat kota.