Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Lebih dari lima bulan, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ ) telah dilaksanakan. PJJ menjadi solusi pendidikan di tengah pandemi corona. Meski begitu, masih saja ada anak yang tak bisa menjalankannya. Bukan tak mau, akan tetapi memang karena tak memiliki fasilitas penunjang.
ADVERTISEMENT
Nova Lestary dan Novy Lestary misalnya, ia hanya bisa merasakan pengalaman PJJ sampai Juni 2020. Perkaranya, ia hanya memiliki satu handphone untuk mengikuti pembelajaran. Keduanya memang satu kelas, akan tetapi mereka membutuhkan gawai sendiri-sendiri untuk mengerjakan tugas.
“Semenjak bulan Juni saya belum pernah merasakan PJJ karena saya dan saudara kembar terkendala di hp dan di kouta jadi belajar di sekolah,” ujar Novy kepada kumparan Senin (24/8).
Memang hal ini dilema bagi Novy dan saudaranya. Sebab, mereka harus menempuh perjalanan satu jam dengan naik angkot untuk menuju sekolahnya. Ditambah, pandemi di Indonesia belum ada tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat.
“Harus pergi ke sekolah setiap hari, kadang kalau hujan pagi pagi kita harus tetap belajar ke sekolah karena saya dan saudara kembar saya niat untuk menuntut ilmu,” tandasnya.
Di sekolah, Novy bertemu dengan siswa yang nasibnya sama. Setidaknya ada sepuluh orang yang terpaksa belajar dengan tatap muka. Ia mengatakan, prokol kesehatan yang dilakukan di SMK Walisongo Depok dilakukan secara ketat.
ADVERTISEMENT
“Di sekolah tetap memakai masker, menjaga jarak, harus mencuci tangan sebelum dan sesudah sekolah,” ucapnya.
Selain gawai, Novy dan keluarganya juga harus berjuang menambal untuk mencukupi biaya sekolahnya. Ditambah lagi, ayah Novy hanya seorang kuli bangungan dengan pendapatan yang tak menentu. Ia juga kerap telat untuk membayar tagihan pendidikan.
“Yang namanya kuli bangunan seperti sekarang ini belum mendapatkan pekerjaan lagi,” tambah Novy.
Apalagi saat ia masih menjalani PJJ pada Maret-Juni. Setiap hari ia membutuhkan sekitar 4 Gigabyte untuk kuota data atau sekitar Rp 35 ribu dengan saudaranya untuk belajar secara daring. Untuk membelinya, terkadang mereka harus mengeluarkan uang tabungannya.
“Kalau sedang kondisi covid begini saya pengennya PJJ tapi terkendala hp dan kuota,” ujar Novy.
ADVERTISEMENT
Kisah Nova dan Novy merupakan sedikit gambaran mengenai realitas peserta didik dalam menjalani proses pembelajaran jarak jauh saat ini. Di luar sana masih banyak anak lain yang bernasib serupa dan bahkan lebih memilukan.
Oleh karena itu melalui campaign #BisaSekolah #UnitGawaiDarurat yang merupakah hasil kolaborasi antara kumparanDerma, Kitabisa dan GREDU kami mengajak kita semua untuk bersama-sama membantu Keyla dan siswa/i lainnya di luar sana untuk bisa tetap menjalani kegiatan belajar mengajar dengan baik di masa PJJ seperti ini tanpa perlu khawatir mimpi mereka pupus dikarenakan ketersediaan gawai atau fasilitas penunjang lainnya yang kurang di rumah mereka masing-masing.
Mari donasi sekarang