KJRI Hong Kong: Pemecatan TKW karena Hamil Melanggar Hukum

9 November 2017 14:11 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelayanan pengaduan di KJRI Hong Kong (Foto: Rachmadin Ismail/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pelayanan pengaduan di KJRI Hong Kong (Foto: Rachmadin Ismail/kumparan)
ADVERTISEMENT
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong memberikan perlindungan kepada semua tenaga kerja Indonesia yang bermasalah di kota tersebut. Termasuk yang harus dilindungi adalah para tenaga kerja wanita Indonesia yang dipecat majikan karena hamil.
ADVERTISEMENT
Hal ini ditegaskan KJRI menyusul munculnya laporan adanya TKW Indonesia yang dipecat setelah mengaku hamil kepada majikannya. Diberitakan Reuters, TKW bernama alias Anisa itu kini tinggal di rumah penampungan LSM pelindung buruh migran dan anak-anak mereka di Hong Kong, Pathfinder, yang telah lama bermitra dengan KJRI.
"Kewajiban KJRI adalah memberi perlindungan dan penampungan. Kemudian kami membantu penanganan sampai tuntas," kata Tri Tharyat, Konsul Jenderal RI di Hong Kong kepada kumparan, Kamis (9/11).
Buruh di Hong Kong. (Foto: Reuters/Lin Taylor)
zoom-in-whitePerbesar
Buruh di Hong Kong. (Foto: Reuters/Lin Taylor)
Untuk kasus Anisa, kata Tri, KJRI membantu pendampingan pelaporan kasus ke kantor perburuhan dan imigrasi Hong Kong. Dalam kasus seperti ini, biasanya KJRI akan menawarkan dua pilihan, yaitu dipulangkan ke tanah air atau melakukan gugatan hukum.
Pasalnya pemecatan TKW karena hamil adalah sebuah pelanggaran hukum di Hong Kong. "PHK karena kehamilan bertentangan dengan hukum," tegas Tri.
ADVERTISEMENT
Tri mengatakan, dalam berbagai kasus sebelumnya ada perjanjian bersama yang mengatur agar TKW yang hamil menyelesaikan kontraknya lalu kembali ke Indonesia. Hak-hak ketenagakerjaan, lanjut Tri, dibayarkan sesuai aturan yang berlaku.
Namun, apabila terdapat pemutusan kontrak kerja sepihak, KJRI membantu penanganan kasus dan bantuan hukum.
"Gugatannya dibahas di tribunal perburuhan, kemudian jika kasusnya kuat dianggap menyalahi ketentuan, biasanya hakim memberikan perdata untuk kompensasi," kata Tri.
Konjen RI di Hong Kong Tri Tharyat (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konjen RI di Hong Kong Tri Tharyat (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
"Tantangannya, prosesnya lama. Dan selama dalam proses TKW tidak bisa bekerja. Mereka juga tidak mau pulang karena malu, dan akhirnya mengajukan suaka," lanjut Tri.
Di Hong Kong sendiri ada sekitar 157 ribu pekerja domestik asal Indonesia, dari total 174 ribu WNI di kota otonomi khusus China itu. Tahun 2016 KJRI menangani sekitar 560 kasus yang dilaporkan oleh tenaga kerja Indonesia.
ADVERTISEMENT
Secara umum, terang Tri, kesejahteraan dan peraturan soal pekerja migran di Hong Kong adalah yang terbaik di negara-negara asia lainnya. Upah minimum regional (UMR) Hong Kong saat ini juga cukup besar, yaitu sekitar Rp 7,7 juta per bulan.
"UMR ditentukan dalam kontrak, dan dibuat oleh pemerintah Hong Kong template-nya," ujar Tri.
KJRI Hong Kong juga memberikan edukasi soal hukum perburuhan di kota itu bagi para TKI yang baru datang. Konsultasi langsung kepada para pekerja Indonesia juga dibuka seluas-luasnya oleh KJRI.