Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Komisi Fatwa MUI: Ganja Barang Memabukkan dan Hukumnya Haram
30 Juni 2022 10:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pada dasarnya segala hal yang bersifat memabukkan adalah haram untuk dikonsumsi umat Islam, termasuk ganja.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, pengkajian secara menyeluruh masih akan dilakukan pihaknya menyusul adanya dorongan dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin guna menerbitkan fatwa terkait ganja medis.
"Perlu disampaikan, dalam Islam, setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. Dan ganja termasuk barang yang memabukkan. Karenanya mengkonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan," ujar Niam melalui keterangannya kepada wartawan, Kamis (30/6).
"MUI akan melakukan pengkajian, apakah diskusi soal ganja untuk medis ini bisa dianalogikan dengan fatwa tentang nikotin ini atau berbeda. Kami akan kaji," sambungnya.
Terkait fatwa tentang Nikotin, Niam menuturkan, MUI sudah pernah menetapkannya melalui Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012. Dalam fatwa tentang Nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan itu disebutkan bahwa pada dasarnya, hukum mengkonsumsi nikotin adalah haram, karena membahayakan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi penggunaan produk nikotin itu dibolehkan jika ditujukan bagi penyembuhan sejumlah penyakit yang belum ditemukan alternatif pengobatan lainnya.
"Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat," ungkap dia.
Pengkajian dalam menyusun fatwa, menurut Niam, diperlukan untuk mendalami lagi perihal manfaat dari pelegalan ganja dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, hingga potensi dampak yang mungkin akan ditimbulkan nantinya.
"Jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar'i, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat dan kondisi tertentu. Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. kita akan mengkaji substansi masalah terkait dengan permasalahan ganja ini dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan," ucap Niam
ADVERTISEMENT
Fatwa adalah jawaban keagamaan atas masalah yang muncul di tengah masyarakat. Karena sebelum memutuskan untuk menerbitkannya, pengkajian mendalam haruslah dilakukan untuk mengetahui baik buruknya penerapan fatwa itu nantinya.
Terlebih di satu sisi hingga kini MUI juga belum menerima permohonan fatwa secara resmi dari pihak terkait dengan masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis. Tetapi apresiasi tetap disampaikan MUI atas dorongan dari Wapres Ma'ruf yang dinilainya sebagai permintaan untuk merespons dinamika yang terjadi di tengah masyarakat.
"Kami mengapresiasi harapan tersebut dan akan ditindaklanjuti dengan pengkajian komprehensif dalam perspektif keagamaan. Kita akan kaji, yang intinya MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik," kata Niam.
"Apakah bentuknya dengan sosialisasi fatwa yang sudah ada, penguatan regulasi, rekomendasi untuk penyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru. Nanti dilihat secara utuh. Terlebih UU 35/2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan," pungkasnya.
Dorongan Ma'ruf Untuk Fatwa Ganja
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebelumnya mendorong MUI untuk dapat membuat fatwa baru terkait penggunaan ganja bagi dunia medis. Nantinya, fatwa baru itu dapat dijadikan pedoman untuk pengecualian terkait penggunaan ganja di dunia kesehatan.
Dorongan Ma'ruf itu diutarakan untuk menanggapi peristiwa seorang Ibu yang membentangkan ‘spanduk’ bertuliskan ‘Tolong Anakku Butuh Ganja Medis’ dalam kegiatan Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Minggu (26/6).
"Saya kira MUI ada putusan bahwa memang kalau ganja itu memang dilarang dalam arti membuat masalah, dalam al-quran dilarang, masalah kesehatan itu MUI sebagai pengecualian, MUI harus membuat fatwanya, fatwa baru pembolehannya, artinya ada kriteria," ujar Ma'ruf.
"Saya kira MUI akan segera mengeluarkan fatwanya untuk bisa dipedomani oleh DPR, jangan sampai nanti berlebihan dan nanti menimbulkan kemudharatan," sambungnya.
Selain mengatur soal pengecualian penggunaan ganja bagi dunia medis, fatwa baru MUI itu juga diharapkan Ma'ruf dapat memberikan informasi dan klasifikasi lengkap kepada masyarakat luas terkait varietas dari ganja.
ADVERTISEMENT
"Ada berbagai klasifikasi, saya kira ganja itu, ada varietasnya, nanti supaya MUI membuat fatwa berkaitan dengan varietas-varietas ganja itu," kata Ma'ruf.
Terkait penggunaan ganja, tercatat ada puluhan negara di dunia yang membolehkan ganja untuk digunakan bagi kepentingan medis.
Negara besar seperti Australia, Belanda, Jerman, hingga Turki menjadi negara yang melegalkan penggunaan ganja bagi dunia medis.