Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Komisi III Soroti Tuntutan Ringan Jaksa Pinangki 4 Tahun Penjara: Adilkah Itu?
26 Januari 2021 16:41 WIB
ADVERTISEMENT
Kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjadi salah satu disorot Komisi III DPR saat rapat bersama Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam rapat itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin hadir langsung bersama jajarannya.
ADVERTISEMENT
Beberapa anggota Komisi Hukum menilai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung terhadap Pinangki selama 4 tahun penjara terlalu rendah. Salah satu yang mempertanyakan rendahnya tuntutan tersebut adalah anggota Komisi III DPR F-Golkar, Supriansa.
"Saya melihat belum profesional Kejaksaan Agung selama ini, yang saya banggakan ternyata berbeda dengan apa yang menjadi harapan," kata Supriansa dalam rapat Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan Agung, Selasa (26/1).
Supriansa kemudian membandingkan tuntutan Jaksa Pinangki dengan kasus Jaksa Urip Tri Gunawan pada 2008. Jaksa Urip merupakan terpidana kasus korupsi yang nilainya hampir sama dengan Jaksa Pinangki.
Urip terlibat kasus suap dengan menerima Rp 6 miliar terkait penanganan kasus BLBI serta pemerasan. Kasus tersebut ditangani KPK. Saat itu, jaksa KPK menuntut Urip selama 15 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Tuntutan itu sangat jauh dibanding tuntutan Jaksa Pinangki. Dalam kasusnya, Jaksa Pinangki didakwa USD 500 ribu atau sekitar Rp 7,3 miliar untuk pengurusan fatwa bebas Djoko Tjandra ke Mahkamah Agung.
Bahkan Jaksa Pinangki tak hanya didakwa suap. Ia pun dijerat pencucian uang dan pemufakatan jahat.
"Jika dibandingkan dengan Jaksa Urip dituntut 15 tahun, dengan suap yang sama, kurang lebih 6 M. Kalau ini yang terjadi saya menganggap bahwa perlu ada diperbaiki di sana (tuntutan)," ucapnya.
Menurut Supriansa seharusnya Jaksa Pinangki dituntut lebih berat. Sebab, Pinangki juga melakukan tindakan tidak terpuji selaku ASN di APH dengan melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor.
"Harapan kita justru itu lebih berat, apalagi bertemu dengan sang buronan. Kalau saya Jaksa Agung waktu itu, Pak, saya akan mengundurkan diri, karena saya tidak bisa membina saya punya anak-anak di bawah saya, sebagai bentuk pertanggungjawaban moral pada publik," ucapnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR F-Demokrat, Benny K Harman. Ia juga menyoroti tuntutan perkara terkait kasus Djoko Tjandra yang dinilai rendah.
ADVERTISEMENT
Padahal, Kejagung punya catatan bagus saat menuntut di kasus Jiwasraya yakni seumur hidup. Benny menilai, ada tebang pilih tuntutan yang dilakukan Kejagung.
"Poinnya adalah ada rasa tebang pilih dalam tuntutan ini. Kalau ada yang katakan Pak Benny kok abstrak sekali kok nuduh, supaya saya tidak bilang menuduh, saya sebut kasusnya. Kasus Pak Djoko Tjandra, Pak Jaksa, sangatlah tidak adil tuntutannya itu," kata dia.
"Kasus ini coba bayangkan, kejahatannya bukan tunggal tapi ganda tapi tuntutannya sekian. Adilkah itu? maka yang saya mohonkan ke Jaksa Agung adalah tegakkanlah keadilan," pungkasnya.
Berdasarkan dakwaan pertama, Pinangki diduga menerima USD 450 ribu atau Rp 6,6 miliar. Uang itu diberikan agar Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi 2 tahun penjara di kasus cessie Bank Bali dengan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) melalui Kejagung.
ADVERTISEMENT
Dakwaan ini sesuai dengan Pasal 11 UU Tipikor yang ancaman hukumannya paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.
Kedua, Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai USD 337.600 atau sekitar Rp 4.753.829.000. Uang tersebut merupakan bagian dari suap yang diberikan Djoko Tjandra sebesar USD 450 ribu.
Perbuatan itu dinilai sesuai dengan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang yang maksimal hukumannya 20 tahun penjara.
Terakhir, Pinangki dinilai melakukan pemufakatan jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejaksaan Agung dan MA senilai USD 10 juta.
Hal ini dinilai sesuai dengan Pasal 15 UU Tipikor. Dakwaan ini pun dikaitkan dengan Pasal 13 UU Tipikor yang ancaman hukumannya paling lama 3 tahun penjara.
Saat ini persidangan Jaksa Pinangki belum tahap vonis. Namun, perantara suap Jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya, sudah divonis.
ADVERTISEMENT
Ia divonis 6 tahun penjara. Lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menuntut Andi Irfan divonis 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan.