Komnas HAM Beberkan Sederet Dosa PSSI di Tragedi Kanjuruhan

2 November 2022 18:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan temuan faktual atas tragedi Kanjuruhan di Gedung Komnas HAM, Rabu (2/11/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Para Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan temuan faktual atas tragedi Kanjuruhan di Gedung Komnas HAM, Rabu (2/11/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebulan berselang sejak tragedi Kanjuruhan terjadi, Komnas HAM akhirnya bacakan hasil investigasi. Pada kesempatan ini Komisioner Komnas HAM Choirul Anam beberkan deretan kesalahan yang PSSI lakukan.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada 4 kesalahan utama yang PSSI lakukan menurut investigasi ini, mulai dari PSSI yang tidak menetapkan pertandingan berisiko tinggi, tidak memiliki indikator untuk pertandingan berisiko tinggi, match commissioner yang bahkan tidak memahami aturan AFC dan aturan PSSI, hingga perjanjian kerja sama yang tidak sesuai dengan aturan.
Begini selengkapnya
Tidak Menetapkan Pertandingan Berisiko Tinggi
Kesalahan pertama yang Anam sebutkan adalah PSSI tidak menetapkan pertandingan Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober lalu sebagai pertandingan berisiko tinggi. Padahal kata Anam secara faktual harusnya demikian.
Suasana kerusuhan dipertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Malang, Jawa Timur pada 1 Oktober 2022. Foto: Putri/AFP
“Satu memang tidak ditetapkannya pertandingan Arema vs Persebaya sebagai pertandingan berisiko tinggi,” ujar Anam dalam jumpa pers di kantor Komnas Ham, Jakarta, Rabu (2/11) siang.
ADVERTISEMENT
“Kalau secara faktual pertandingan itu memang berisiko tinggi, makanya suporter cuma dari Arema saja, macam-macam perangkat, penambahan pasukan dan sebagainya. Tapi tidak pernah ditetapkan sebagai pertandingan berisiko tinggi oleh PSSI,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa menetapkan status pertandingan adalah wewenang yang dimiliki PSSI, termasuk dengan mengambil langkah-langkah yang dipersiapkan bila pertandingan berisiko tinggi. Sehingga PSSI harus bertanggung jawab.
“Dan ini orang tidak menjalankan kewenangannya, ya harus bertanggung jawab,” tegas Anam.
Tidak Memiliki Indikator 'High Risk'
Kesalahan berikutnya adalah PSSI tidak memiliki indikator yang jelas mengenai berisiko tinggi atau ‘high risk’. Kesimpulan ini diperoleh Komnas HAM setelah mendalami aturan yang dimiliki oleh PSSI.
Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). Foto: Ari Bowo Sucipto/ANTARA FOTO
“Ternyata tidak, itu hanya persuasif analisa dan sebagainya. Tertulis itu enggak ada,” ujar Anam.
ADVERTISEMENT
Match Commissioner Tidak Paham Standar AFC
Temuan Komnas HAM berikutnya adalah match commissioner atau pengawas pertandingan yang tidak memenuhi standar AFC dan tidak memahami standar keselamatan dan keamanan PSSI.
“Yang berikutnya adalah match komisioner, tidak memenuhi standar AFC dan tidak memahami keselamatan keamanan PSSI,” kata Anam.
Pemain Bali United dan suporter pasang lilin untuk tragedi Kanjuruhan di Stadion I Wayan Dipta, Kabupaten Gianyar, Kabupaten, Bali, Senin (3/10). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
Menurut Anam ini adalah kesalahan besar, pasalnya match commissioner adalah perpanjangan tangan PSSI yang harus memastikan regulasi PSSI. Bila ia tidak memahami regulasi, maka sulit untuk menjamin keselamatan dan keamanan penonton. Terlebih bila match commissioner yang ada di tragedi Kanjuruhan tidak memiliki lisensi.
“Dan bagaimana orang yang memiliki kewajiban terhadap monitoring pelaksanaan regulasi tapi dia tidak memahami regulasi itu sendiri,” ujar Anam.
“Yang lebih lagi, dia tidak memenuhi standar AFC, ini penting kami tekankan karena sebelumnya kami diberi keterangan bahwa match komisioner yang hadir di pertandingan itu memiliki lisensi AFC, ternyata match komisioner sendiri menyatakan tidak, ‘saya tidak memiliki lisensi AFC’, ini problem,” tegas Anam.
ADVERTISEMENT
Perjanjian Kerja Sama Tidak Sesuai Regulasi
Temuan Komnas HAM terakhir adalah perjanjian kerja sama (PKS) dengan Polri yang tidak sesuai dengan standar PSSI dan standar FIFA padahal PSSI adalah inisiator pertandingan.
“Tadi seperti yang disampaikan oleh pak beka, bahwa inisiatornya adalah PSSI,” kata Anam.
Hal ini menjadi perhatian Komnas HAM sebab PKS berisi gambaran pengamanan yang diturunkan saat terjadi pertandingan sepak bola. Bila dilihat dari kasus Kanjuruhan, Anam berujar pengamanan yang diberikan melanggar aturan PSSI dan FIFA tetapi PSSI hanya menyerahkannya pada kepolisian.
Polisi mengevakuasi mobil yang rusak akibat kerusuhan di lapangan Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022). Foto: Zabur Karuru/Antara Foto
“Dan itu tidak dipertahankan oleh PSSI, PSSI juga tidak menerapkan itu, bahkan menyerahkan proses pengamanan nya kepada kepolisian, makanya turunannya yang namanya rengpam dan sebagainya itu, harus nya tanggung jawab security officer menjadi tanggung jawab nya kepolisian,” ujar Anam.
ADVERTISEMENT
Padahal bila terjadi kekerasan seperti yang terjadi di Kanjuruhan hingga anggota Brimob menertibkan dengan menggunakan gas air mata, PSSI juga harus bertanggung jawab.
“Nah ini memang secara problem serius, itu menjadi cikal bakal kenapa kok ada Brimob masuk membawa gas air mata, membawa baracuda di situ, sabhara dan sebagainya,” kata Anam.
“PKS sendiri diinisiasi oleh PSSI sendiri, sehingga PSSI melanggar aturannya sendiri,” pungkasnya.
Komisioner Komnas HAM ini menyebut perjanjian kerja sama yang tidak sesuai standar ini tidak hanya terjadi di Kanjuruhan melainkan hampir di semua pertandingan sepak bola di Indonesia.