Komnas HAM: Tuntutan Hukuman Mati dan Kebiri Bagi Herry Wirawan Tak Manusiawi

13 Januari 2022 10:50 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
Herry Wirawan saat menghadiri pembacaan tuntutan oleh jaksa di PN Bandung pada Selasa (11/1). Foto: Dok: Kejati Jabar
zoom-in-whitePerbesar
Herry Wirawan saat menghadiri pembacaan tuntutan oleh jaksa di PN Bandung pada Selasa (11/1). Foto: Dok: Kejati Jabar
ADVERTISEMENT
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara ikut berkomentar terkait tuntutan berat JPU terhadap terdakwa pemerkosa 13 santriwati, Herry Wirawan.
ADVERTISEMENT
Herry Wirawan yang juga pemilik pondok pesantren (ponpes) di Cibiru, Kota Bandung, itu dituntut hukuman mati dan kebiri kimia dalam perkaranya.
Ia menyatakan tidak setuju dengan tuntutan berat jaksa kepada terdakwa. Seberat apa pun tindakan yang dilakukan Herry Wirawan, Beka menilai penerapan hukuman mati jelas bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
"Komnas HAM tidak setuju (dengan) penerapan hukuman mati karena bertentangan dengan prinsip HAM," ujar Beka saat dihubungi, Kamis (13/1).
"Hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi dalam situasi apa pun (non derogable rights)," sambungnya.
Infografik Herry Wirawan Dituntut Mati dan Kebiri. Foto: Tim Kreatif kumparan
Selain hukuman mati, Beka juga menyampaikan bahwa Komnas HAM juga menilai bahwa hukuman kebiri tak sejalan dengan prinsip HAM yang ada.
Menurutnya ada pilihan hukuman lain yang mungkin bisa diterapkan kepada terdakwa untuk kemudian dapat memberikan efek jera kepada yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
"Kami juga tidak setuju dengan hukuman kebiri. Karena tidak sejalan dengan prinsip hak asasi manusia. Yaitu tidak melakukan penghukuman yang kejam dan tidak manusiawi," ungkap Beka.
Alih-alih menghukum mati Herry, Beka menyebut mungkin hukuman seumur hidup dapat dipertimbangkan hakim dalam vonisnya untuk dijatuhkan kepada Herry.
"Bisa seumur hidup," kata Beka.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Herry Wirawan, si terdakwa pemerkosa 13 santri, dengan berat. Herry dituntut hukuman mati, kebiri kimia, membayar denda senilai Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan, hingga membekukan yayasan dan pondok pesantren yang dikelola oleh Herry.
Hukuman itu dinilai jaksa layak diterima Herry karena yang bersangkutan terbukti melakukan pemerkosaan kepada para santrinya.
JPU mengungkap pertimbangan hukuman mati terhadap Herry Wirawan. Pertama, hal yang dinilai memberatkan adalah Herry telah menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya hingga korban teperdaya.
ADVERTISEMENT
Kedua, perbuatan Herry dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak psikologisnya.
Tak hanya itu, jaksa turut memberikan hukuman tambahan, yakni penyebaran identitas hingga pembayaran restitusi kepada para korban sebesar Rp 331 juta.
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga.
Atas perbuatannya, Herry dikenakan Pasal 81 ayat (1), ayat (3), ayat (5) jo Pasal 78D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.41 Tahun 2016 tentang Perubahan ke Dua Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.