Konklaf di Depan Mata, Ini 16 Kardinal Calon Kuat Pengganti Paus Fransiskus

6 Mei 2025 12:13 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana saat Misa Pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan, Sabtu (26/4/2025). Foto: Dylan Martinez/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Suasana saat Misa Pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan, Sabtu (26/4/2025). Foto: Dylan Martinez/Reuters
ADVERTISEMENT
133 kardinal dari seluruh dunia sudah berkumpul di Vatikan untuk konklaf yang akan dimulai pada Rabu (6/5) besok. Proses pemilihan paus akan berjalan dengan penuh rahasia.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, tidak ada kampanye resmi atau daftar kandidat kuat pengganti Paus Fransiskus. Semuanya masih spekulasi.
Meski demikian, setidaknya ada 16 papabile yang dijagokan dan dinilai berpotensi menggantikan Paus Fransiskus menurut AFP. Siapa saja mereka? Berikut daftarnya berdasarkan wilayah:

Eropa

1. Pietro Parolin (Italia)
Sekretaris Negara Tahta Suci Kardinal Pietro Parolin. Foto: JOSEPH EID / AFP
Kardinal Parolin (70) adalah orang nomor dua setelah Paus Fransiskus di Vatikan. Dikenal sebagai sosok yang tenang dan penuh dengan humor, dia memiliki pemahaman yang baik tentang Kura Roma, pemerintah pusat Takhta Suci, dan bagian dari kelompok kardinal penasihat Paus Fransiskus.
Kardinal Parolin juga memainkan peran penting yang juga kontroversial dalam perjanjian Vatikan tahun 2018 dengan China terkait penunjukan uskup.
Kardinal Parolin dianggap sebagai calon terdepan untuk paus berikutnya.
ADVERTISEMENT
2. Pierbattista Pizzaballa (Italia)
Patriark Latin Pierbattista Pizzaballa rohaniwan Katolik terkemuka di Tanah Suci, memberikan pidato saat tiba di Gereja Kelahiran, yang secara tradisional diyakini sebagai tempat kelahiran Yesus, pada Malam Natal di kota Tepi Barat, Betlehem, Selasa. Foto: Matias Delacroix/AP Photo
Kardinal Pizzaballa adalah pemimpin Katolik terkemuka di Timur Tengah yang keuskupan agungnya meliputi Israel, Palestina, Yordania, dan Siprus.
Paus Fransiskus menahbiskannya jadi kardinal pada September 2023, tidak lama setelah perang antara Israel dan Hamas pecah.
Ia memohon perdamaian di Gaza dan Israel, dan memimpin misa Natal di Gaza dan Yerusalem pada 2024 lalu.
3. Matteo Maria Zuppi (Italia)
Kardinal Italia Matteo Maria Zuppi. Foto: Tiziana Fabi/AFP
Kardinal Zuppi (69) merupakan Uskup Agung Bologna. Dia anggota komunitas Roma Sant'Egidio dan telah bertugas selama 3 dekade sebagai diplomat rahasia untuk Vatikan, termasuk bertugas sebagai utusan khusus perdamaian Paus Fransiskus untuk Ukraina.
Dikenal karena sering bersepeda di sekitar Bologna, Kardinal Zuppi adalah sosok yang populer selama mendedikasikan pelayanannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Dia juga mengadvokasi penerimaan imigran dan umat Katolik gay ke dalam gereja.
ADVERTISEMENT
Dia jadi presiden Konferensi Episkopal Italia sejak 2022.
4. Claudio Gugerotti (Italia)
Kardinal Italia Claudio Gugerotti. Foto: Tiziana Fabi/AFP
Kardinal Gugerotti (69) merupakan akademisi dan diplomat multibahasa dari kota Verona, Italia. Dia juga pakar Gereja Timur.
Kardinal Gugerotti bertugas sebagai nuncio atau duta besar Takhta Suci di sejumlah negara seperti Georgia, Armenia, Azerbaijan, Belarus, hingga Ukraina.
Sebagai penulis sejumlah buku, Kardinal Gugerotti menghindari mengomentari isu-isu kontroversial. Dia diangkat jadi Prefek Dikasteri untuk Gereja Timur pada 2022 dan ditahbiskan jadi kardinal pada 2023.
5. Jean-Marc Aveline (Prancis)
Kardinal Aveline (66) merupakan Uskup Agung Marseille yang lahir di Aljazair. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di kota pelabuhan Marseille.
Seperti Paus Fransiskus, teman dekatnya, dia sangat vokal menerima imigran dan mempromosikan dialog antaragama.
ADVERTISEMENT
Dihargai atas kebijaksanaan, kemampuan intelektual dan keterampilannya dalam bergaul, Kardinal Aveline mengukir prestasi sebagai kardinal yang patut diperhatikan sejak ditahbiskan pada 2022.
6. Anders Arborelius (Swedia)
Kardinal Swedia Anders Arborelius tiba saat mengikuti kongregasi ketujuh di Vatikan, Rabu (30/4/2025). Foto: Dimitar Dilkoff/AFP
Kardinal Arborelius (75) merupakan Uskup Stockholm dan ditahbiskan sebagai kardinal pertama dari Swedia pada 2017. Dia penganut Katolik di negara Skandinavia yang mayoritas Kristen Protestan, serta rumah bagi salah satu masyarakat paling sekuler di dunia.
Dia adalah Uskup Katolik Swedia pertama sejak Reformasi Protestan dan pembela setia doktrin gereja, khususnya menentang izin perempuan menjadi diaken atau memberkati pasangan sesama jenis.
Seperti Paus Fransiskus, Kardinal Arborelius menyambut imigran masuk Eropa, termasuk mereka yang Kristen, Katolik, dan yang ingin masuk Katolik.
7. Mario Grech (Malta)
Kardinal Malta Mario Grech. Foto: Tiziana Fabi/AFP
Kardinal Grech (68) lahir di desa kecil di Malta. Dia adalah perantara perdamaian dan calon potensial kepausan.
ADVERTISEMENT
Kardinal Grech merupakan sekretaris jeneral Sinode Uskup, badan yang mengumpulkan informasi dari gereja lokal mengenai isu-isu penting gereja seperti kedudukan perempuan atau janda yang menikah lagi, dan meneruskannya kepada paus.
Ia harus menjadi penyeimbang -- mengikuti arahan Paus Fransiskus dalam menciptakan gereja yang terbuka dan penuh perhatian, tapi juga mengakui kekhawatiran kaum konservatif.
8. Peter Erdo (Hungaria)
Kardinal Peter Erdo dari Hungaria. Foto: Denes Erdos/AP PHOTO
Kardinal Erdo (72) merupakan Uskup Agung Metropolitan Esztergom-Budapest, seorang intelektual dan pakar yang dihormati di bidang hukum canon.
Kardinal Erdo berbicara dalam 7 bahasa, mempublikasikan lebih dari 25 buku, dan diakui karena keterbukaannya terhadap agama lain.
Namun, ia dikritik karena hubungannya dengan Perdana Menteri Viktor Orban yang memiliki pandangan keras terkait imigran. Dia juga dikenal karena antusiasmenya terhadap penginjilan.
ADVERTISEMENT
Latar belakang Kardinal Erdo menarik karena tumbuh besar di lingkungan Komunisme. Ia juga dikenal konservatif -- menentang pernikahan sesama jenis dan orang yang bercerai dan menikah lagi.
9. Jean-Claude Hollerich (Luksemburg)
Kardinal Luksemburg Jean-Claude Hollerich. Foto: Tiziana Fabi/AFP
Kardinal Hollerich merupakan seorang Yesuit seperti Paus Fransiskus. Dia menghabiskan lebih dari 20 tahun di Jepang, merupakan pakar hubungan Eropa-Asia, dan sastra Jerman.
Dia teguh pada dogma, tapi tetap terbuka dengan kebutuhan gereja beradaptasi dengan perubahan masyarakat seperi Paus Fransiskus. Di bawah kepausan Paus Fransiskus, dia dipercaya sebagai penasihat di Dewan Kardinal.
Kardinal Hollerich mendorong kaum awam, khususnya anak muda, untuk lebih terlibat di gereja.

Asia

10. Luis Antonio Tagle (Filipina)
Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina. Foto: Filippo MONTEFORTE / AFP
Kardinal Tagle (67) disebut jadi kandidat kuat dari Asia. Dia adalah sosok moderat yang tidak takut mengkritik kekurangan gereja, termasuk atas pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Dia fasih berbahasa Inggris dan aktif di media sosial, pembicara yang fasih dan penuh humor seperti Paus Fransiskus. Ia peduli kaum miskin, imigran, dan orang-orang terpinggirkan.
Dia ditahbiskan jadi kandidat di masa kepausan Paus Benediktus XVI pada 2012 dan dinilai jadi kandidat paus pada konklaf tahun 2013.
11. Charles Maung Bo (Myanmar)
Kardinal Myanmar Charles Maung Bo. Foto: Andreas Solaro/AFP
Kardinal Bo merupakan Uskup Agung Yangon dan menjadi kardinal dari negara mayoritas Buddha pertama.
Kardinal Bo menyerukan dialog dan rekonsiliasi di Myanmar yang dilanda konflik, dan membela Rohingya yang mayoritas Islam, menyebut mereka korban pembersihan etnis.
Dia adalah Kepala Federasi Konferensi Uskup Asia (FABC) pada tahun 2019 dan 2024.

Afrika

ADVERTISEMENT
12. Peter Turkson (Ghana)
Kardinal Peter Kodwo Appiah Turkson dari Ghana. Foto: GABRIEL BOUYS / AFP
Kardinal Turkson (76) merupakan Uskup Agung Emeritus Cape Coast dan salah satu kardinal paling berpengaruh di Afrika. Selama bertahun-tahun, dia digadang-gadang sebagai calon paus kulit hitam pertama.
ADVERTISEMENT
Kardinal Turkson diangkat jadi kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II pada 2003. Ia pernah jadi utusan dan mediator kepausan, jadi kepala Departemen Vatikan Tingkat Atas, dan kepala Departemen untuk Mendorong Pembangunan Manusia Integral yang menangani issu HAM dan imigran.
Ia lahir dalam keluarga sederhana dengan 10 anak. Kardinal Turkson mengkritik undang-undang anti gay di Uganda, tetapi membela moralitas seksual Katolik.
13. Robert Sarah (Guinea)
Kardinal Guinea Robert Sarah. Foto: GUY PETERSON/AFP
Kardinal Sarah (79) merupakan mantan prefek Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Disiplin Sakramen. Dia merupakan penentang keras homoseksualitas, aborsi, dan fanatisme Islam. Dia juga mengecam pemberkatan pasangan sesama jenis.
Para ahli menilai, dia terlalu konservatif untuk memenangkan mayoritas dua pertiga suara di konklaf.
14. Fridolin Ambongo Besungu (Republik Demokratik Kongo)
Kardinal Republik Demokratik Kongo Fridolin Ambongo Besungu. Foto: Dimitar Dilkoff/AFP
Kardinal Besungu (65) merupakan Uskup Agung Kinshasa dan satu-satunya kardinal dari Afrika di Dewan Penasihat Kardinal Paus Fransiskus. Ia juga pemimpin asosiasi uskup Afrika, SECAM.
ADVERTISEMENT
Dia lantang menyuarakan perdamaian di negaranya yang dilanda konflik, blak-blakan dalam pandangan konservatifnya.
Ia secara khusus menandatangani surat pada bulan Januari 2024 yang menyuarakan menentang deklarasi Vatikan yang mengizinkan para pastor untuk melaksanakan pemberkatan non-liturgis bagi pernikahan sesama jenis.
Dalam sebuah wawancara pada tahun 2023, Kardinal Besungu menyatakan Afrika adalah masa depan gereja.

Amerika

15. Robert Francis Prevost (Amerika Serikat)
Kardinal Amerika Serikat Robert Francis Prevost. Foto: Tiziana Fabi/AFP
Kardinal Prevost (69) menghabiskan waktu bertahun-tahun sebagai misionaris di Peru dan merupakan Uskup Agung-Uskup emeritus Chiclayo di sana.
Dia diangkat jadi kardinal oleh Paus Fransiskus pada 2023, juga merupakan Presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin.
16. Timothy Dolan (Amerika Serikat)
Kardinal Amerika Serikat Timothy Dolan. Foto: Kena Betancur/AFP
Kardinal Dolan (75) adalah Uskup Agung New York dan merupakan seorang konservatif teologis yang sangat menolak aborsi.
ADVERTISEMENT
Di tengah menyusutnya jumlah anggota gereja di New York, Kardinal Dolan berusaha merangkul populasi Hispanik yang terus bertambah, yang sebagian besar beragama Katolik.