Konsumsi Alkohol dan Rokok di Indonesia Turun, tapi Minuman Manis Melesat

19 Oktober 2024 8:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi laki-laki minum minuman manis. Foto: Shutterstock Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi laki-laki minum minuman manis. Foto: Shutterstock Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bayu (bukan nama sebenarnya) sudah hampir setahun berhenti mengkonsumsi mimuman beralkohol. Pemuda berusia 22 tahun ini telah menghentikan kebiasannya tersebut sejak November 2023 lalu.
ADVERTISEMENT
Menurut pengakuan Bayu, ia terbiasa mengkonsumsi minuman beralkohol lantaran faktor lingkungan. Alkohol, kata dia, biasanya dikonsumsi saat berada di tongkrongan. Namun, lanjutnya, aktivitas nongkrong tersebut kini sudah tak lagi dilakukan.
“Gue pernah minum [alkohol] setiap hari selama dua minggu, atau sebulan gitu,” kata Bayu kepada kumparan Kamis (10/10).
Memanaskan kembali boba dalam microwave Foto: Azalia Amadea/Kumparan
Persoalannya, lanjut Bayu, kini dirinya malah 'kecanduan' minuman manis. Menurutnya, minuman manis memiliki adiksi yang jauh lebih dahsyat. Hal ini berbeda dengan alkohol yang menurutnya tak memiliki sifat adiktif.
"Satu atau dua hari, gue dapat menghabiskan satu botol minuman teh dalam kemasan," katanya.
Sementara itu, Bagi Tata (21), mengonsumsi minuman manis sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Setiap harinya ia bisa mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Ilustrasi kulit berjerawat. Foto: Backgroundy/Shutterstock
Sampai Juli lalu, kata dia, dirinya hampir setiap hari minum minuman manis seperti bubble tea dan juga es kopi susu. Lantaran gaya hidupnya itu, Tata mengaku badannya kini jadi lebih gemuk dan wajahnya lebih mudah berjerawat.
ADVERTISEMENT
“Aku senang [minuman manis] yang biasa aja sebenarnya, enggak yang ekstra manis atau giung, tapi yang overall manis. Manis dan dingin combo yang enak banget apalagi pas panas,” ujar Tata.
Maka, kini ia mulai mengurangi intensitas konsumsi minuman manis. Dari yang semula hampir setiap hari, sekarang hanya tinggal 2 sampai 3 kali per minggu.

Statistik Konsumsi Minuman Manis di Indonesia

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, ada fenomena menarik terkait konsumsi minuman manis maupun alkohol di Indonesia.
Di satu sisi, konsumsi minuman manis meningkat signifikan. Namun di sisi lain, konsumsi alkohol maupun rokok terlihat mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan tersebut, terdapat 6 makanan dan minuman yang dikelompokkan tidak sehat. Keenam makanan-minuman tidak sehat itu adalah alkohol, soft drinks, rokok, minuman manis, gorengan, dan mi instan.
Sebanyak empat dari enam kategori makanan/minuman menunjukkan kenaikan. Yakni, soft drinks, minuman manis, gorengan dan mi instan. Sementara dua kategori lainnya, yaitu alkohol dan rokok mengalami penurunan.

Fenomena Minuman Manis di Indonesia

Mengacu pada SKI 2023, frekuensi konsumsi minuman manis dibagi menjadi tiga kelas. Yakni, ≥ 1 kali per hari, 1-6 kali per minggu, dan ≤ 3 kali per bulan. Ada 829.573 partisipan yang terlibat dalam survei tersebut.
Sebanyak 47,5 persen responden tercatat mengkonsumsi minuman manis ≥ 1 kali per hari. Adapun kebiasaan mengkonsumsi minuman manis sebanyak 1 hingga 6 kali per minggu mencapai 43,3 persen. Sementara itu, konsumsi minuman manis ≤ 3 kali per bulan hanya ada di angka 9,2 persen.
ADVERTISEMENT
Kelompok anak-anak menduduki peringkat atas dalam konsumsi minuman manis. Sebanyak 53 persen anak usia 5-9 tahun mengkonsumsi minuman manis ≥ 1 kali per hari. Diikuti oleh usia 3-4 tahun (51,4%), 10-14 tahun (50,75), 40-44 tahun (48,3%), lalu 35-39 tahun (48,3%).
Rincian konsumsi minuman manis menurut kelompok umur dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Nah, apabila dilihat berdasarkan provinsi, Jawa Tengah adalah provinsi dengan jumlah konsumsi minuman manis tertinggi di Indonesia. Sebanyak 60,3 persen penduduk Jawa Tengah mengkonsumsi minuman manis ≥ 1 kali per hari.
Di bawah Jawa Tengah, ada Kalimantan Selatan. Persentasenya mencapai 60 persen. Posisi ketiga, keempat, dan kelima adalah DI Yogyakarta, Maluku Utara, dan Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
Nah, Provinsi DKI Jakarta yang saat ini masih menjadi Ibu Kota Indonesia menduduki posisi ke 20 dari 38 provinsi. Persentase konsumsi minuman manis ≥ 1 kali per hari di DKI Jakarta berada di angka 45,3 persen.
Konsumsi minuman manis di Indonesia juga dapat dilihat berdasarkan tingkat pendidikan. Diketahui bahwa konsumsi minuman manis ≥ 1 kali per hari tertinggi ditempati oleh kelompok tidak tamat SD.
Nah, semakin tinggi tingkat pendidikan, tampak semakin kecil konsumsi minuman manis ≥ 1 hali per hari. Lulusan perguruan tinggi, misalnya, ada di angka 41,2 persen.

Bahaya Minuman Manis

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Dr. Eva Susanti, konsumsi makanan maupun minuman manis dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penumpukan gula.
ADVERTISEMENT
Penumpukan itu, kata dia, nantinya akan melebihi kebutuhan yang diperlukan tubuh untuk memproduksi hormon insulin. Akibatnya, ketika diperiksa, kadar gula dalam darah tinggi melebihi normal dan terindikasi mengalami penyakit diabetes tipe 2.
“Konsumsi gula yang terus menerus akan menyebabkan resistensi insulin, ketika tubuh tidak bisa menggunakan insulin secara efektif, sehingga kemungkinan akan terkena risiko mengalami diabetes apabila tidak diimbangi dengan aktivitas fisik,” ujar Eva dikutip kumparan dari situs Kemenkes.
Eva Susanti Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan. Foto: Instagram/ @evasarenta42
Menurut Eva, kelebihan gula yang banyak pada tubuh juga bisa menjadi salah satu faktor risiko seseorang terkena penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi. Gula yang banyak nantinya akan menumpuk di dalam sel tubuh dan akan menjadi lemak sehingga membuat tekanan darah meningkat. Untuk mengalirkan darah ke sel tubuh kita perlu memompa lebih berat karena banyaknya lemak yang ada di tubuh.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Eva menyarankan agar masyarakat mengonsumsi gula setiap hari sesuai anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni sebanyak 10 persen dari total energi (200 kilo kalori) atau setara dengan empat sendok makan atau 50 gram per hari bagi setiap orang.
“Kesadaran akan bahaya konsumsi gula berlebihan sangatlah penting agar orang dapat terhindar dari penyakit serius seperti obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan lainnya,” kata Eva.
Reporter: Aliya R Putri