KPAI: Anak-anak Belum Jadi Prioritas Penanganan COVID-19

22 Juni 2020 16:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak memakai masker.  Foto: REUTERS / Tyrone Siu
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak memakai masker. Foto: REUTERS / Tyrone Siu
Dampak pandemi virus corona tidak hanya dialami orang dewasa, melainkan juga anak-anak. Hak anak untuk bersekolah tercerabut akibat wabah corona, sehingga anak harus ikut tinggal dan belajar di rumah.
Tak hanya itu kebersihan dan kesehatan anak juga perlu mendapat perhatian, karena anak termasuk dalam kelompok rentan terpapar COVID-19. Apalagi selama ini bantuan terkait COVID-19 hanya diperuntukkan untuk keluarga dan secara umum orang dewasa. Padahal anak-anak harus menjadi perhatian utama.
Lantas, bagaimana agar hak anak tidak terabaikan selama pandemi corona? kumparan berbincang dengan Komisioner Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat KPAI Susianah Affandy melalui sambungan telepon pada Jumat (19/6) untuk membedah hal tersebut.
Sejauh mana peran KPAI untuk mengawasi perlindungan anak terdampak COVID-19?
Sesuai UU 23 tahun 2002 mandatnya KPAI adalah memastikan perlindungan anak di Indonesia. Kami bertugas memberi masukan kepada pemerintah terkait perlindungan anak. Sebagai lembaga independen untuk pengawasan terhadap pelanggaran hak anak, terkait COVID-19 ini kita banyak mendapatkan pengaduan.
Dari pengamatan KPAI, kelompok anak seperti apa yang rentan tertular COVID-19?
Terkait COVID-19 anak memiliki dua kerentanan. Pertama, rentan terdampak COVID-19 dari orang dewasa. Posisi anak sebagai kelompok yang mudah terpapar semakin lemah dengan statement-statement yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan atau tokoh publik yang memiliki pengaruh besar terhadap perilaku masyarakat khususnya di dalam menjalankan protokol kesehatan.
Misalnya statement-statement yang menyatakan bahwa kelompok yang memiliki kerentanan terhadap covid adalah kelompok usia lansia. Hal tersebut mengakibatkan orangtua saja yang menerapkan physical distancing jaga jarak, menggunakan masker tapi kemudian tidak menerapkan protokol kesehatan tersebut kepada putra/putrinya karena menganggap anak bukan kelompok yang rentan seperti lansia.
Kalau kita lihat data di Indonesia kasus anak yang terpapar COVID-19 sangat tinggi. Anak yang positif angkanya sudah diatas 800. Menurut data Kemenkes per 22 Mei 2020 ada sebanyak 19.196 anak yang terkait dengan COVID-19. Dari jumlah tersebut, rincian anak dengan positif COVID-19 sebanyak 715 anak, PDP sebanyak 7.152 anak, ODP sebanyak 10.375 anak dan OTG sebanyak 954 anak.
Kedua anak-anak yang rentan terdampak COVID-19 membuatt hak-haknya terabaikan. Misalnya hak anak untuk mendapat layanan kesehatan dasar di masa pandemi. Banyak fasilitas kesehatan tingkat pertama yang biasa melayani imunisasi, layanan tumbuh kembang, gizi, nutrisi, pencegahan stunting, cek kesehatan Ibu dan anak di banyak daerah tidak memberikan layanan atau tutup sejak bulan Maret hingga Mei. Baru seminggu yang lalu kepala Gugus Tugas COVID-19 memerintahkan untuk membuka layanan kesehatan dasar bagi anak.
Masih terkait dengan anak-anak yang rentan terpapar COVID-19, tentu layanan kesehatannya akan berbeda dengan jika yang terpapar adalah orang dewasa. Misal kalau orang dewasa itu saat diisolasi tidak boleh dijenguk, kalau pasien anak kan tidak bisa begitu. Jadi ada beban ganda disitu, bahwa keluarga harus mendampingi anak apa lagi yang usianya dibawah 5 tahun.
Oleh karena itu untuk keluarga yang ada di posisi tersebut, harus diedukasi oleh pihak Rumah Sakit atau nakes untuk wajib menjalankan protokol kesehatan sebagaimana dengan yang dijalankan oleh petugas medis. Karena apa? karena keluarga yang menemani anak di masa isolasi itu juga menjadi kelompok yang rentan untuk tertular dan menularkan. Belum lagi di masa isolasi, anak itu mengalami kebosanan dan jenuh luar biasa. Lantas prasarana kesehatan selama isolasi sudah ramah anak? nah ini kan PR juga. Artinya pihak Rumah Sakit juga perlu diberi dukungan seperti surat edaran atau regulasi dari pemerintah untuk menyediakan prasarana yang ramah bagi anak yang terpapar COVID-19.
Selain kerentanan anak terkait COVID-19, hal yang perlu diwaspadai pula adalah kita sedang menghadapi ancaman lost generation yang mengintai. Apa yang dilakukan anak ketika mereka tidak boleh keluar rumah, tidak bisa main, tidak bisa sekolah. Apa yang bisa dilakukan selain menggunakan gadgetnya? Seperti yang kita tahu pengaruh gadget itu sangat besar bagi tumbuh kembang anak. Belum lagi jika game yang dimainkan di gadget adalah game yang mengandung kekerasan. Ini akan menstimulasi pikiran dan perilaku kekerasan pada anak.
Kemudian imbauan stay at home dalam waktu yang panjang dapat memicu kerentanan anak mendapatkan kekerasan fisik & psikis. Di masa-masa penuh ketidakpastian seperti saat ini, seringkali anak-anak harus melihat kondisi di rumah yang berbeda akibat perubahan ekonomi yang menimpa orangtuanya yang berdampak pada perubahan sosial/perilaku. Kenyataannya di lapangan, anak sudah luar biasa terbebani mentalnya. Memang perlu dilakukan studi terkait dampak mental terhadap anak yang mengalami fase stay at home.
Lantas bagaimana kondisi anak-anak yang ada di panti asuhan selama pandemi ini?
Kemarin 16 Mei, kami telah menggelar rapat koordinasi bersama pengelola rumah singgah dan panti sosial untuk membahas tentang identifikasi permasalahan yang dihadapi selama masa pandemi. Nah, ketika pemerintah memberlakukan kebijakan stay at home, PSBB dan lain-lain. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan anak yatim piatu yang dia tidak punya orangtua dan tidak memiliki tempat tinggal. Anak-anak ini memiliki kerentanan yang amat besar. Ini kan seperti fenomena gunung es ya, tidak banyak yang diadukan.
Misalnya saja yang masuk ke pengaduan KPAI ada 27 anak dari panti sosial dan penyandang disabilitas ganda yang terpapar virus corona. Rinciannya, 14 anak di panti sosial di Kalimantan Selatan dan ada lebih dari 10 anak penyandang disabilitas ganda kalau tidak salah di Jakarta terinfeksi COVID-19. Dan ini kan tidak terungkap di publik, ini yang diberitakan bagaimana dengan yang tidak. Misalnya itu yang masuk dalam pengaduan kami, kemudian KPAI menindaklanjuti dan kadang kemudian pihak panti cabut pengaduan karena tidak mau ditinjau.
Bagaimana dengan hak anak-anak disabilitas selama pandemi?
Lantas bagaimana dengan anak-anak disabilitas? Mereka yang tinggal di panti bagaimana mereka bisa melakukan protokol kesehatan, bagaimana mereka bisa stay at home. Sedangkan mereka sendiri tidak punya orangtua, tidak punya rumah.
Yang juga terabaikan adalah hak anak-anak penyandang disabilitas untuk mendapatkan fasilitas kesehatan publik secara layak. Pasalnya selama pandemi pelayanan terapi itu ditutup untuk anak yang non-panti. Akhirnya mereka tidak bisa melakukan terapi, bayangkan sudah berapa bulan anak-anak ini tidak melakukan terapi. Jadi bukan hanya layanan kesehatan dasar saja seperti imunisasi dan tumbuh kembang saja yangg ditutup karena COVID-19. Tapi juga pelayanan untuk anak penyandang disabilitas yang membutuhkan berbagai macam terapi itu tutup. Kami tahu ini saat KPAI melakukan hiring bersama Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).
Adakah catatan hak anak yang dilanggar di tengah situasi darurat seperti pandemi saat ini?
Selain hak atas akses kesehatan, begitu beragam hak-hak anak yang dilanggar selama pandemi ini. Sebagai contoh pelanggaran hak anak di bidang pendidikan. Apa benar pendidikan daring telah memberikan pendidikan pada anak? Kenyataannya dari pengaduan yang masuk ke KPAI, bukan pengajaran yang dilakukan oleh guru tetapi pemberian tugas. Hal ini dikarenakan tidak semua guru dapat memberikan fasilitas daring.Kemudian bagaimana dengan anak-anak yang tidak memiliki akses terhadap internet? Maka di masa pandemi COVID-19 ini, mereka sama sekali tidak memperoleh haknya di bidang pendidikan. Namun guru-guru yang memiliki idealisme yang ada di desa-desa, mereka melakukan penjangkauan pendidikan dengan mengunjungi kediaman anak muridnya. Misal ada 5 anak dikumpulkan di sati rumah, lalu proses belajar mengajar pun berlangsung. Tapi bagi guru-guru yang tidak memiliki idealisme seperti itu, lantas apa yang kemudian dilakukan oleh anak? Haknya atas pendidikan jadi terabaikan.
Selain hak atas pendidikan, hak anak yang dilanggar selama pandemi ini diantaranya persoalan pengasuhan, KDRT, persoalan hak atas pendidikan, kemudian yang paling dirasakan anak itu tidak bisa menggunakan ruang rekreasi dan pemanfaatan waktu luang sehingga anak-anak mudah jenuh dan bosan. Itu persoalan yang menghinggapi anak-anak kita sekarang ini.
Era new normal sudah di depan mata, langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan baik di level pemerintah hingga masyarakat untuk melindungi hak anak-anak ?
Kita kan bertahap, jadi mengikuti kebijakan pemerintah yang disetujui WHO terkait pemutusan penyebaran COVID-19 ini kan kebijakan new normal.
Yang harus dipahami oleh masyarakat terkait new normal adalah jangan memaknai hal tersebut semata-mata sebagai normal yang baru saja diperlukan adanya perubahan. Kita harus berfikir ke depan, bagi KPAI menuju new normal adalah bagaimana hak-hak anak dapat terpenuhi. Agar hak-hak anak terpenuhi ada tahapan-tahapannya. Tahapan pertama adalah melakukan deteksi dini COVID-19 di kalangan anak-anak. Kenapa? karena selama ini deteksi dini COVID-19 itu anak bukanlah prioritas. Deteksi dini anak-anak dilakukan ketika ada anggota keluarganya yang terinfeksi positi. Jadi baru melakukan tracing, scaning, pemantauan peninjauan dulu. Kalau kita lihat di kegiatan rapid test atau swab test nyaris anak itu bukan prioritas.
Nah ini gimana caranya kita buka, kita benahi untuk menuju era new normal agar aktivitas dapat dilakukan kembali. Kemudian pemenuhan hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Sebelum membuka sekolah, pesantren atau panti-panti sosial harus dengan menjamin kesehatan anak. Pastikan areanya masuk di zona hijau kalau bisa zona putih, artinya tidak ada kasus. Kemudian pastikan anak telah melalui deteksi dini COVID-19 dan memiliki sistem imun yang bagus, baru kemudian memberlakukan new normal. Sehingga anak dapat memperoleh haknya atas pendidikan, atas layanan kesehatan, atas pemanfaatan waktu luang, dan hak atas partisipasi.
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
Yuk, bantu donasi untuk atasi dampak corona.