KPAI Sesalkan Solusi Pemkab Samosir untuk Tangani 3 Anak Pengidap HIV

25 Oktober 2018 10:50 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustras anak korban pelecehan seks (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustras anak korban pelecehan seks (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Tiga anak yatim piatu pengidap HIV di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, mendapat diskriminasi hingga terancam tak bisa melanjutkan sekolahnya dengan normal. Warga Desa Nainggolan yang menolak kehadiran ketiga anak itu meminta mereka meninggalkan desa paling lambat hari ini, Kamis (25/10).
ADVERTISEMENT
Pemerintah Kabupaten Samosir berusaha mencarikan solusi dengan membuka kelas khusus untuk S (7), H (11), dan SA (10). Mereka juga akan memindahkan ketiga anak itu dari Desa Nainggolan, dengan membuka hutan sebagai tempat tinggal anak-anak yang terpapar HIV.
Menyikapi upaya penyelesaian itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) justru menilai solusi yang diberikan justru membuat mereka semakin mendapat diskriminasi.
"KPAI sangat menyayangkan sikap Pemkab Samosir dan jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) terkait dan komunitas yang tidak melindungi ketiga anak korban. Tetapi malah melakukan diskriminasi, memberhentikan dari sekolahnya bahkan akan dikucilkan dengan cara ditempatkan di hutan Parlilitan," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan resminya, Kamis (25/10).
Retno Listyarti di Women Talk LBH Jakarta (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Retno Listyarti di Women Talk LBH Jakarta (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Retno menyebut tindakan yang didapat ketiga anak itu sangat tidak manusiasi dan melanggar hak anak dan Hak Asasi Manusia (HAM). Ia juga menyayangkan sikap warga Desa Nainggolan karena seharusnya mereka memberikan perlindungan bagi ketiga anak tersebut.
ADVERTISEMENT
"Sikap warga Desa Nainggolan yang memberikan batas waktu paling lambat 25 Oktober untuk ketiga anak tersebut meninggalkan desanya merupakan sikap yang tidak berpresfektif anak, dan melanggar hak-hak anak hanya karena faktor pemahaman yang minim tentang penyakit dan penderita HIV/AIDS," jelas dia.
Selain itu, Retno juga menyesalkan keputusan rapat koordinasi yang dilakukan Wakil Bupati Samosir beserta OPD terkait dan perwakilan ketiga anak itu. Para aparat daerah dinilai menghasilkan kesepakatan yang tidak tepat dan melanggar hak-hak anak, seperti keputusan melanjutkan pendidikan dengan kelas khusus yakni homeschooling.
"Kebijkan yang tidak tepat dan berpotensi kuat melanggar hak-hak anak. Kemungkinan besar pengusul homeschooling tidak memahami bahwa sistem ini membutuhkan pendampingan dan peran orangtua. Sementara anak-anak ini sudah tidak memiliki orang tua," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, KPAI mendorong pemerintah pusat yakni Kemendikbud, Pemprov Sumatera Utara hingga Pemkab Samosir untuk melindungi serta memenuhi hak-hak dasar ketiga anak pengidap HIV tersebut.
S, H dan SA diketahui terpapar HIV dari kedua orang tuanya. Saat ini, mereka sudah yatim piatu dan tinggal di rumah singgah milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), yang terletak di dalam kompleks RSU HKBP Nainggolan.
Pemkab Samosir mengakui semakin banyak masyarakat yang menginginkan ketiga anak itu keluar dari wilayahnya. Pihak Pemkab telah berupaya mencarikan solusi tanpa harus melarang mereka bersekolah. Namun, solusi yang diberikan dinilai melanggar hak anak-anak