KPK Bawa Ahli di Praperadilan Hasto, Jelaskan soal Bukti untuk Tersangka Baru

11 Februari 2025 14:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ahli yang dihadirkan oleh KPK selaku Termohon dalam sidang lanjutan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Erdianto Effendi dan Priya Jatmika, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ahli yang dihadirkan oleh KPK selaku Termohon dalam sidang lanjutan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Erdianto Effendi dan Priya Jatmika, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Riau, Erdianto Effendi, dalam sidang gugatan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/2).
ADVERTISEMENT
Dalam keterangannya di persidangan, Erdianto mengatakan bahwa alat bukti yang sudah digunakan untuk tersangka lain dapat digunakan untuk tersangka baru dalam pengembangan kasus yang pertama.
Awalnya, Kepala Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto, menanyakan soal surat perintah penyidikan (sprindik) umum, yang tidak mencantumkan nama tersangka.
Terkait sprindik umum itu, Iskandar kemudian mendalami keterangan dari Erdianto mengenai perolehan alat bukti yang digunakan untuk seorang tersangka.
"Berkenaan dengan adanya sprindik umum ini, bagaimana kemudian terkait dengan perolehan alat buktinya, kemudian berlaku untuk suatu perkara yang dalam konteks ini termuat dalam bunyi sprindik tadi, atau memang atas alat bukti tadi kemudian bisa dipakai untuk tersangka ataupun penyertaan lainnya, beserta penyertaan lainnya dalam konteks perkara yang dilakukan penyidikan tadi?" tanya Iskandar kepada Erdianto dalam persidangan.
ADVERTISEMENT
"Ini, kan, definisi untuk sprindik umum ya, artinya sprindik yang tidak ada, belum mencantumkan nama tersangka, bagaimana penggunaan alat bukti di dalam konteks sprindik umum tadi?" lanjut dia.
Menanggapi pertanyaan itu, Erdianto menjelaskan bahwa memang kerap terjadi perdebatan mengenai apakah alat bukti yang sudah digunakan untuk tersangka lain dapat dipakai lagi untuk tersangka baru.
"Memang perdebatan dalam penegakan hukum hari ini adalah apakah alat bukti yang sudah digunakan untuk tersangka lain dapat digunakan juga untuk tersangka lain lagi, tersangka yang satu misalnya, itu memang perdebatan," ujar Erdianto.
"Tetapi, bahkan di pendapat yang paling ekstrem sekali pun misalnya, yang menyatakan bahwa tidak boleh," jelas dia.
Namun, ia menekankan bahwa terdapat pengecualian dalam kondisi tersebut jika ada penyertaan di dalam pengembangan kasus pertama.
ADVERTISEMENT
Penyertaan itu, lanjutnya, yakni kondisi di mana terdapat beberapa orang yang menjadi pelaku tindak pidana.
"Tapi, tetap ada pengecualian. Nah pengecualian dalam hal ini adalah apabila ada penyertaan. Dalam hal penyertaan, pendapat ini menyatakan bahwa tidak perlu lagi dibuat yang baru," tuturnya.
"Karena ini pengembangan dari kasus yang pertama. Nah, penyertaan itu sendiri, kan, adalah apabila dalam satu peristiwa terdapat beberapa orang yang menjadi pelaku tindak pidana," imbuh dia.
Oleh karenanya, Erdianto berpandangan bahwa alat bukti yang telah digunakan untuk tersangka lain, dapat kembali dipakai untuk tersangka baru.
"Jadi, ya, tidak menjadi masalah apakah alat bukti yang tadi sudah digunakan, kemudian digunakan lagi untuk tersangka baru dalam perkara yang sama," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Dalam permohonannya, tim hukum Hasto mendalilkan sejumlah hal yang membuat penetapan tersangka ini tidak sah. Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menilai bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tidak jelas karena kontradiktif dan menciptakan ketidakadilan baru serta ketidakpastian hukum.
Kubu Hasto menyoroti dua SPDP KPK yang dinilai mengandung kontradiksi. Kedua SPDP ini dipandang mengandung kontradiksi dan memuat pernyataan yang tidak masuk di akal dan patut diduga sebagai bentuk kriminalisasi.
Kuasa hukum Hasto lainnya, Patra Zen, turut memprotes cara KPK dalam melakukan pengembangan penyidikan kasus dugaan suap Harun Masiku yang akhirnya menyeret kliennya sebagai tersangka.
Padahal, kata dia, kasus itu telah bergulir di persidangan hingga berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Mereka yang sebelumnya telah disidang itu adalah Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri.
ADVERTISEMENT
Karena sejumlah dalil tersebut, Hasto meminta status tersangkanya dibatalkan. Sementara, KPK menyatakan proses hukum terhadap Hasto sudah sesuai prosedur.
Adapun Hasto menggugat status tersangkanya usai dijerat oleh KPK dalam dua perkara, yakni dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Gugatan praperadilan tersebut teregister di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel.

Kasus Hasto

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam perkara dugaan suap oleh Harun Masiku, Hasto diduga menjadi pihak yang turut menyokong dana. Ia dijerat sebagai tersangka bersama Donny Tri Istiqomah selaku orang kepercayaannya.
Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. Caranya adalah dengan menyuap Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
ADVERTISEMENT
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio F dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Harun Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b dan Pasal 21 atau Pasal 13 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.